Calon? (2)

1079 Words
******** "Haaah," desah napas berat Karina sembari menyenderkan kepalanya ke jendela mobil, tak lupa bantal leher tersemat di lehernya. Tadi pagi saat Sesil saja belum bangun Karina sudah siap dengan stelan kerjanya siap berangkat. Selelah itu ia, saat waktu liburnya yang cuma sekali seminggu ini malah dipakai untuk lembur. Memang sih dia jadi dapat gaji double tapikan Karina juga butuh istirahat dan bangun siang, dia butuh waktu untuk dirinya sendiri. "Pak habis ini Kita mau ke mana lagi?" tanya Karina masih dengan posisi yang sama. Mereka baru saja menyelesaikan pertemuan dengan salah satu calon investor. Bara melirik padanya. Tak asing lagi dengan kelakuan Karina kalau dirinya merasa terpaksa mengintili bosnya ini pergi. "Pulang." Karina yang tadinya leyeh - leyeh senderan di jendela langsung menegakkan tubuhnya. "Langsung balik ni Pak?" Bara mengangguk. "Beneran nih?" tanyanya lagi menyakinkan. "Iya," jawab Bara seolah tahu Karina butuh jawaban pasti. "Nanti di dekat simpang empat lampu merah depan, turunin Saya di depan halte ya Pak." Bara menoleh padanya sambil mengerutkan keningnya. "Saya pengen pulang ke rumah, mumpung lagi di Bandung." Bara diam saja tak merespon. "Saya izin ya Pak besok. Sehari aja hitung - hitung bayar cuti Saya yang batal kemarin. Ya ya," melasnya. Lagi - lagi Bara diam saja. Karina mencebik kesal. Kan cuma sehari kenapa bosnya ini pelit sekali. Sampai di dekat halte yang Karina maksud, Bara tak memelankan laju kendaraannya juga. "Pak," seru Karina kesal. "Rumah Kamu ke arah mana? Biar Saya antar." "Nggak perlu Pak. Nanti ngerepotin. Saya cukup naik angkot aja sekali kok. Pesan ojol juga bisa." "Lewat mana?" tanya Bara lagi, tanda kalau bosnya itu tak kau dibantah. "Depan belok kanan," jawab Karina. Bara membelokkan mobilnya ke arah kanan. "Orang tua Kamu bagaimana?" Karina yang sedang memainkan ponselnya menoleh pada Bara yang sedang fokus menyetir. "Bagaimana gimana maksudnya?" tanya Karina bingung akan maksud Bara. "Lupakan. Saya mau numpang istirahat sebentar di rumah Kamu. Boleh?" Karina mengerjap sesaat, yah boleh - boleh saja sih. Toh Karina paham mungkin Bara lelah berangkat pagi - pagi dan menyetir lama. Sekarang bahkan sudah hampir jam tiga sore. "Ya boleh. Orang tua Saya sih santuy." Bara hanya tersenyum tipis. "Pak nanti di gapura... Nah nah gapura itu," tunjuk Karina ke arah gapura tak jauh dari mereka. "Belok Pak." Bara mengikuti instruksi Karina. Ini pertama kalinya ia bertandang ke rumah sekretarisnya itu, rumah yang ada orang tuanya maksudnya. Kalau kontrakan jangan ditanya betapa seringnya. Numpang makan aja sering. "Rumah Saya yang......" Karina agak bingung. Dia sudah lama tak pulang, sudah hampir setahun. Sekali setahun pulang pun cuma sekitar tiga hari. "Yang itu, yabg pagarnya cat putih," tunjuk Karina lagi. Cat rumahnya sudah ganti menjadi warna biru bercampur putih. Tak lama mereka sampai, Bara memarkirkan mobilnya di depan pagar rumah Karina. Ini perkampungan tapi tata letaknya layaknya perumahan. Karina dengan semangat turun dari mobil. Seorang pria paruh baya nampak sedang menatap ke arah mobil mereka dari teras. "Bapak," teriaknya. Berlari kecil ke arah Bapaknya yang langsung tersenyum lebar melihat Karina. Gadis itu langsung memeluk Bapaknya, melepas rasa rindu. "Karina." Balas Bapak memeluk anak gadisnya itu. Bara turun dari mobil, memperhatikan interaksi ayah dan anak tersebut. Bapak menatap Bara. Tatapannya agak galak. Karina masih memeluk Bapaknya melirik ke arah Bara dan Bapaknya bergantian kemudian melepas pelukannya sebelum ada salah paham di dalam pikiran Bapaknya ini. "Pak. Kenalin, ini Bosnya Karina. Pak Bara. Kebetulan Karina lagi ada kerjaan di sini jadi karena ada waktu Karina mampir. Pak Bara juga mau numpang istirahat sebentar." Mendengar ucapan Karina. Tatapan Bapak yang tadinya penuh curiga sekarang melembut dan malah menyambut Bara dengan baik. "Oh. Ini toh bos Kamu. Yang sering romusa itu? Masuk Pak, Masuk." Karina nyaris menganga, bisa - bisanya Bapak kandungnya ini mengatakan hal seperti itu. Bara hanya tersenyum menahan tawa. "Iya Pak. Saya Bara. Bosnya Karina yang suka romusa," balasnya kemudian menyalami Bapak Karina dengan sopan. "Capek kan di jalan tadi. Masuk aja ke dalam istirahat. Bun...." seru Bapak memanggil istrinya. Tadi ia pikir Karina pulang membawa calon suaminya. Ia juga tak menyangka kalau bos anaknya ini semuda ini. Ia pikir sudah Bapak - bapak karena memegang jabatan direktur, nyatanya masih sangat muda, bisa ia tebak usia Bara di awal kepala tiga. "Kalian masuk aja. Bapak mau sholat Ashar ke masjid." Mendengar itu Bara malah berinisiatif untuk ikut. "Kalau begitu, Saya mau ikut ke masjid. Saya juga belum sholat." Bapak melihat ke arah Karina, gadis itu hanya menaikkan bahunya acuh. "Nggak capek." Bara tersenyum kembali. "Sholat mana ada capeknya," jawab Bara. Dan Bapak sangat senang dengan jawaban Bara dan dengan semangat menyuruh Bara mengganti sepatunya dengan sendal. Bunda yang tadi samar - samar mendengar suara Bapak memanggilnya keluar sambil membawa spatula. Beliau sedang menggoreng bakwan. "Kenapa sih Pak teriak - teriak?" tanyanya. Namun langsung kaget begitu melihat Karina langsung berjalan ke arahnya dan memeluknya. "Loh Karina. Nak," Bunda mengelus kepala Karina lembur. "Ah. Kangen," ucap Karina. "Semua di rumah ini kangen sama Kamu." Bunda mengelus lembut. Walau Karina bukan anak kandungnya tapi ia sesayang itu pada anak ini. Mata Bunda melirik ke arah Bara yang sedang membuka sepatu. Mulutnya bergerak seolah bertanya siapa? "Ini bosnya Karina Bun. Pak Bara ini Bundanya Saya." Bara tersenyum sembari menggerakkan kepalanya sopan. "Selamat sore," sapa Bara. "Sore." "Udah Adzan itu. Ayo ke masjid," ajak Bapak. Dan Bara langsung berpamitan mengikuti Bapak ke masjid. "Itu beneran bos Kamu?" tanya Bunda tak percaya bos Karina semuda itu. Karina mengangguk mantap. "Iya. Kan Karina udah pernah kirim foto dulu, pas kalian pengen tahu bos Karina." Bunda menoleh padanya, masih dengan wajah tak percaya. "Muda banget. Bunda pikir Kamu becanda ngirim foto cowok random aja, terus ngaku - ngaku kalau bos Kamu ganteng, masih muda padahak aslinya udah tua, buncit." Karina mencebik. "Ngapain coba Karina ngehalu Bun ngirimin foto orang random. Ada - ada aja Bunda ih." "Yah gimana, masih muda banget udah jadi direktur." "Bunda. Karina kan udah pernah cerita kalau tu orang gila kerjanya bukan main, terus kalau soal pekerjaan ya Karina akui hebat banget. Tadi aja ketemu investor baru dijelasin dikit sama pak Bara langsung Acc. Mantap bukan," puji Karina memamerkan kehebatan bosnya yang kadang menyebalkan itu. "Udah menikah?" "Siapa?" Tanya Karina. Bunda berdecak. Mereka sedang berjalan ke arah dapur. "Bos Kamu dong." "Boro - boro nikah Bun. Jomblo aja menahun gitu udah kayak penyakit." Karina membuka kulkas dan menuangkan air dingin ke dalam gelas. "Beneran?" Karina mengangguk, sembari minum. "Pepet Kar. Mari perbaiki keturunan," ucap bunda dan sukses membuat Karina tersedak. ******** #Jangan Lupa Vote dan Kome Yak biar semangat Update.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD