Stevi keluar dari ruang Bara sambil menangis sesegukan. Padahal tadi saja sebelum masuk dia nampak begitu pongah dan percaya diri kalau Bara tidak akan tega memarahinya.
Belum tahu saja dia kalau di dalam bukan saja ada pak Bara tadi ada bu Vera yang ngomong sedikit aja bikin kuping panas, ejek Karina dalam hati.
"Gimana?" tanya Karina begitu Marta keluar. Marta sih terlihat tidak apa - apa malah terlihat agak senang.
"Kena lahar panas bu Vera," bisiknya. "Paling sekarang mau ngadu ke pawangnya tuh. Gak sadar dia kalau pawangnya cuma manager, ada yang posisinya jauh lebih tinggin."
"Haha, bagus deh biar tahu rasa." Bukannya apa Karina gedek sekali dengan sikap Stevi, gadis itu bahkan kadang dengan sengaja mencari Bara hanya untuk menanyakan hal spele, tidak tahu saja dia bahwa waktu Bara itu sangat berharga.
"Thanks Sis atas bantuannya," ucap Marta yang merasa sangat terbantu atas ide Karina mendatangi Bara yang sedang berada di ruang big boss dan kebetulan di sana juga ada bu Vera dan terjadilah semua hal ini.
Hp Karina berdenting dengan nada khusus menandakan ada pesan masuk dari grup rumpinya.
Budak korporat
Tomi S. : Gengs, ratu drama mengajukan pengunduran diri.
Sesilia A. : Serius Lo. Kok bisa?
Tomi S. : Mari Kita tanyakan kepada orang yang ada di tempat kejadian perkara. Kepada @Marta dan @Karina Adelia di persilahkan.
Karina Adelia : Marta tuh yang ada di dalam.
Marta mengetik......
"Siapa Ratu Drama?"
"Waah." Karina terperanjat, Bara sudah berdiri di belakangnya.
"Pak tahukan gak sopan baca pesan orang."
"Saya gak baca, cuma kelihatan aja." Karina terperangan sesaat.
"Kalau gitu, biarpun kelihatan jangan dibaca."
Bara nampak mengangguk, jelas terlihat wajah panik Karina karena ketahuan sedang mengghibah.
"Ayo ke pabrik," ajak Bara.
"Sekarang Pak?"
"Kenapa mau ngegosip dulu?" Karina melotot kesal, namun bergegas mengambil buku catatan dan pena, mengikuti Bara yang sudah lebih dulu berjalan ke arah lift.
"Kalian kayaknya senang sekali melihat Stevi di marahi." Pintu lift tertutup, untung saja ini lift khusus jadi hanya ada mereka berdua di sini.
"Yah bukannya bermaksud jahat Pak tapi Bapak tahu sendirilah ya dia gimana."
"Memangnya bagaimana?" Karina berpikir sesaat, kenapa tiba - tiba Bara jadi kepoan begini? Biasanya masa bodoh dengan apapun yang terjadi selagi bukan masalah pekerjaan.
"Kebanyakan pada gak suka sama dia karena yah itu dia masuk jalur orang dalam, terus kalau kerja seenaknya. Suka lempar batu sembunyi tangan kalau ada masalah, mana tukang ngadu ke Omnya kalau ada masalah. Terus malah orang lain yang kena imbasnya," jelas Karina.
Karina mah jujur saja dia tidak suka dengan Stevi yang dulu saat gadis itu baru masuk dia mengatai tampilan Karina yang urakan dan tidak pantas jadi sekretaris Bara. Belum tahu saja dia bagaimana rasanya mengimbangi kerja manusia satu ini.
"Setahu Kamu sudah berapa kali dia buat masalah?"
Tumben ini orang mau tahu hal kayak begini, pikir Karina.
"Beberapa kali sih Pak. Yang tahu lebih jauh itu Marta sama Mbak Sintia. Mereka yang sering jadi scapegoat."
Mereka sampai ke pabrik yang lokasinya tidak jauh dari kantor.
"Selamat sore Pak," sambut Pak Tegar selaku PPIC.
"Gimana target terpenuhi?" tanya Bara dan Karina siap menjadi alat perekam dadakan untuk mencatat apa saja yang dapat menjadi informasi. Dia dulu pernah mencoba mereka pakai hp saja tapi berakhir dengan kebingungan apalagi harus di dengarkan ulang rekamannya.
"Terpenuhi Pak. Bahkan akhir - akhir ini performa operator kita semakin baik." Pak Tegar nampak sangat percaya diri.
"Ada kendala?"
"Sejauh ini aman Pak. Cuma sekarang Saya sedang mengajukan untuk membeli spare part mesih press busa Pak." Mereka terus mengobrol sambil berjalan mengelilingi pabrik.
Perusahaan tempat Karina bekerja ini bergerak di bidang manufaktur. Memproduksi berbagai jenis furniture, interior mulai dari bahan kayu, busa sampai plastik.
"Pak. Mau makan malam apa?" tanya Karina saat mereka selesai meninjau produksi. Bel tanda jam kerja berakhir sudah berbunyi lima belas menit yang lalu.
"Kamu mau makan apa?"
"Bapak kayak cewek aja deh suka nanya balik. Gak sekalian bilang terserah?"
"Terserah," ucap Bara menirukan ucapan Karina.
"Bapak ngajak gelud?"
"Ayok," tantang Bara.
"Fix ni Pak Bara kesambet jin penunggu pabrik. Kenapa ni orang jadi random begini?" ucap Karina dalam hati.
"Random amat Pak. Jadi mau makan apa ini? Kalau nanya Saya jelas Saya mau makanan yang enak dan mahal kan Bapak yang traktir."
"Ya terserah."
"Perasaan yang PMS Saya deh. Kenapa malah Bapak yang ngomong terserah?"
"Emang cuma yang PMS yang bisa?" Karina cemberut ya gak gitu juga. Tapi kenapa ini bos jadi aneh begini.
"Jadi gimana biar langsung Saya pesan?" tanyanya daripada makin tidak jelas.
"Ya udah siap - siap sana. Kita jalan."
"Jalan ke mana lagi Pak?" Karina terlalu lelah, tadi dia berjalan berkeliling mengekori Bara.
"Katanya mau makan."
"Makan di luar nih?"
"Iya sekalian pulang." Demi apa bosnya ini mengajak ia pulang cepat hari ini.
"Serius Pak? Kok tumben?" tanya Karina setengah tak percaya.
"Kenapa mau lembur? Lembur aja sendiri Saya mau pulang."
"Ya maulah pulang Pak."
"Tapi ada angin apa nih mendadak ngajak pulang cepat?"
Bara menoleh pada Karina yang berjalan di sampingnya, ia bahkan menyamakan ritmen jalan Karina yang cenderung lamban.
"Ada urusan."
"Karena ada Hosea di rumah ya Pak?" tanya Karina yang tahu kalau Hosea sepertinya sekarang ada di apartemen sang bos.
"Iya. Tahu gara - gara foto ya?" Karina terperanjat menoleh Bara dengan wajah kaget yang tidak dapat di tutupi.
"Foto apa Pak?"
Bara tersenyum melihat tingkah Karina.
"Bukannya Saya lagi jadi bintang gosip terpanas hari ini?"
Lah ini orang kok bisa tahu? Pikir Karina dalam hati.
"Kenapa natap Saya begitu?"
Mata Karina menyipit curiga. "Bapak punya mata - mata ya?"
Bara hanya menghedikkan bahunya acuh.
"Bapak berhutang sama Saya. Berkat Saya yang tahu Hosea itu siapa mangkanya gosipnya jadi adem." Karina menepuk dadanya bangga, seolah merasa baru saja menyelamatkan korban bencana alam.
Bara hanya menatapnya dalam diam dan makin lama membuat Karina salah tingkah.
"Bapak ih. Ngelihatin Saya nya begitu banget sih nanti suka loh." Bara hanya acuh dan ngeloyor meninggalkan Karina yang malu sendiri.
"Berbakat sekali Kamu Karina membuat malu diri sendiri," desisnya kemudian berjalan cepat mengikuti Bara yang sudah berjalan menjauh.
"Pak tapi jadikan pulang cepatnya?"
"Hmmm."
"Yess," teriak Karina senang.
"Besok pakai baju seragam kantor."
"Kita mau ninjau toko Pak?" Tanya Karina heran padahal mereka baru saja meninjau toko minggu lalu.
"Iya."
"Minggu kemarin sudah Pak, kalau Bapak lupa."
"Ingatan Saya masih bagus. Sana siap - siap mau pulang atau mau lanjut lembur?"
Mendengar ucapan Bara, Karina tak lagi banyak bertanya lebih memilih membereskan mejanya, bersiap untuk pulang. Akhirnya ia bisa pulang on time.