Pagi buta Bara sudah berada di depan kontrakan Karina, pria itu nampak rapi berdiri di samping mobilnya. Karina? Jangan ditanya ia saat ini sedang pontang panting bersiap karena ajakan dadakan bosnya ini untuk meninjau cabang di medan.
"Bisa aja tu bos bikin Gue panik."
Karina berlari kecil sambil menggerutu. Tak habis pikir tiba - tiba jam empat subuh sang bos mengabari akan ke medan dan tiketnya sudah di beli untuk penerbangan pagi ini jam, gila sekali bukan. Mana itu tiket dari HRD cabang sana bukannya dikirim ke Karina yang sekretaris malah dikirim ke Bara.
"Pak coba deh kalau mau ada agenda ninjau cabang itu ngomong dulu sama Saya. Dijadwalin dulu, jangan kun fayakun begini," omelnya sambil memasang seat belt.
"Loh Saya belum bilang?"
Karina mengeratkan giginya, menatap Bara horor. Sedangkan yang ditatap santai saja menjalankan mobil.
"Belom Pak."
Kenapa akhir - akhir ini penyakit pikun bosnya ini makin menjadi - jadi? Apa karena usianya yang makin tua? Pikir Karina.
Untung saja Karina bisa bersiap super kilat. Bekerja hampir lima tahun dengan Bara membuat seorang Karina yang dulu doyan malas - malasan jadi kelewat produktif.
"Ya udah kan sekarang sudah Saya kasih tahu."
Rasanya Karina ingin berteriak. Dia bahkan belum sempat sarapan
"Tolong ya Pak, lain kali ngasih tahu Sayanya jangan mepet. Biar Saya aja yang atur jadwalnya ya. Kan Saya digaji buat ngurus agenda Bapak."
Karina tersenyum manis mencoba berbicara selemah lembut mungkin, saat Bara menoleh singkat padanya, padahal dalam hatinya terasa sangat dongkol.
Ia mengeluarkan Tab dari tasnya dan siap mencatat. Untung saja dia sudah memyalin file kerjaanya kemari ke flashdisk.
"Apa aja agenda yang mau Bapak lakukan selama di sana?"
Bara bergumam seolah berpikir.
"Ninjau aja," katanya seolah tanpa tujuan.
"Serius ini Pak?"
Bara bergumam lagi membalas pertanyaan Karina.
Memang sih akhir - akhir ini kerjaan mereka agak senggang, apalagi setelah tragedi Karina nyaris di pindahkan. Bara juga jadi lebih santai, paling malam mereka pulang jam sembilan, biasanya sampai tengah malam.
Ada perubahaan, sedikit, sedikit sekali.
"Kamu udah sarapan?"
"Menurut Bapak?" tanya balik Karina. Yang benar saja nyawanya saja belum benar - benar terkumpul saat mandi tadi.
"Saya juga belum."
Gak ada yang nanya! pikir Karina dalam hati.
***
Karina merenggangkan tubuhnya, dapat sedikit tidur di dalam pesawat bukannya membuat dia segar malah jadi terasa lesu dan makin lelah. Mungkin inilah kenapa orang bilang jangan tidur saat pagi.
Saat mereka tiba, Pak Thomas, branch manager cabang medan sudah menunggu mereka.
"Selamat pagi Pak Bara, Bu Karina," sapanya sembari bersalaman.
Mau tidak mau walau terasa lelah, Karina langsung sigap bersikap profesional.
Dan benar saja saat di sampai di cabang, Bara hanya berkeliling dan melihat - lihat proses produksi sambil sesekali ngobrol dengan para operator mesin.
"Jangan - jangan gabut ini orang mentang - mentang kerjaan lagi gak banyak," bisiknya pada diri sendiri.
Karina terlalu lelah mengikuti Bara, bosnya itu sih enak tidak memakai heels lah dia? Berdiri sebentar saja betisnya terasa sakit.
"Hi Mbak Kar."
Karina menoleh, tersenyum ramah saat ada yang menyapanya.
Dia sudah cukup akrab dengan karyawan cabang karena memang setiap beberapa bulan sekali Bara akan berkeliling ke setiap cabang.
"Tunggu dulu. Ini bos lagi gak mau mulai tour keliling cabangkan?"
Karina was - was. Harap maklum bosnya ini kadang labil suka sekali melakukan sesuatu yang berpotensi membuat Karina susah dan kurang istirahat.
Karena tadi Bara bilang mereka akan pulang hari, jadi Karina tidak menyiapkan pakaian ganti. Kebayangkan lelahnya pulang pergi dalam sehari melewati jarak ratusan Kilometer? Untung saja mereka naik pesawat.
"Nana. ."
Yang di panggil tak bergeming masih berdiri di depan pintu.
"Karina."
Bara menyentuh bahunya
Karina sedikit tersentak, tadi ia agak melamun.
"Jangan ngelamun nanti kerasukan."
Mulia sekali bukan bos Karina ini, takut sekretarisnya kerasukan.
Mata Karina memincing, apa mungkin kalau sehari saja bosnya ini tak menyebalkan akan terjadi bencana alam? Kenapa bosnya ini selalu terasa menyebalkan di matanya.
"Hah. Terserah Bapak," jawabnya malas.
"Ayo makan siang."
"Kuy."
Dia sih senang - senang saja hari ini tak banyak pekerjaan. Yang bagusnya lagi ia tidak perlu duduk di belakamg monitor seharian dan tentunya bisa jalan - jalan.
Bisa dibilang Karina senang bisa pergi ke berbagai kota walau yah itu pulang hari. Boro - boro mau jalan - jalan, bisa beli ole - ole di bandara saja sudah syukur.
"Mbak Karina ini enak ya tiap hari bisa bareng Pak Bara. Mana ganteng banget lagi," ucap Tanti HRD cabang medan.
Enak? Yang benar saja?
"Enak banget Tan, apalagi pas pulang tengah malam, beeeh enak banget. Enak kalau ketukang urut," balas Karina ambigu.
Tanti hanya tertawa, mungkin bingung dengan jawaban Karina yang tak jelas.
Setelah makan siang, Mereka berkeliling mengunjungi beberapa toko yang bekerjasama dengan perusahaan mereka. Seperti biasa ada saja keluh kesah dan masalah, dan syukurnya Karina tak perlu repot mencatat karena biasanya masalah begini pihak cabang yang diharuskan mencari solusi.
Bara menarik tangan Karina cukup keras sampai gadis itu tertarik ke belakang bertabrakan dengan tubuhnya. Karina tersentak kaget.
"A, apaan sih Pak?" tanyanya agak terkejut karena dia berdiri terlalu dekat dengan Bara.
"Kamu itu yang fokus kenapa."
Bara memberi instruksi dengan dagunya agar Karina melihat kebagian jalan di depannya, ada lubang selokan dan Karina nyaris menginjaknya dan berpotensi membuatnya akan jatuh ke dalam selokan.
Entah kenapa jantungnya berdebar, dia tak tahu ada apa dengan dirinya. Ia berdebar karena nyaris kecebur got atau karena hal lain, karena mereka terlalu dekat dan aroma parfum Bara yang lembut tercium jelas di hidungnya.
Bukannya apa, walau mereka sudah bersama cukup lama tapi mereka sangat jarang berkontak fisik. Paling - paling hanya jabat tangan atau Karina yang memggandeng lengan Bara karena dia takut menyebrang jalan.
"Syok banget ya sampai gak mau menjauh dari Saya?"
Karina mendongak, wajahnya dan Bara berjarak cukup dekat. Dengan cepat ia bergeser menjauh, mana orang di sekitar memperhatikan mereka. Wajahnya memerah menahan malu.
"Iya," jawabnya spontan, daripada Bara berpikir yang tidak - tidak lebih baik Karina mengiyakannya.
"Habis ini mau ke mana lagi Pak?" Karina mengubah posisinya, mendadak canggung berhadapan dengan bosnya itu.
"Udah sore. Saya mau cari durian."
"Durian?"
Eh tunggu, ini orang gak modus aja kan ke medan buat ninjau cabang? Jangan bilang tujuan utama sang bosnya ini adalah durian a.k.a duren? Soalnya kemarin bosnya itu bilang pengen makan durian.
Karina menyipitkan matanya curiga.
"Bapak ke sini itu sebenarnya nian makan duren doang iya kan? Modus aja ninjau cabang?" bisik Karina.
Dengan santainya Bara hanya melenggang sembari menaikkan bahunya acuh.
Sudah ku duga ada gila - gilanya emang punya bos modelan Bara ini.