Sepatu Cinderella

1544 Words
Menjadi relawan untuk pertama kalinya membuat Nala begitu bersemangat dalam menyiapkan makanan para pengungsi. Sejak selesai makan siang, tim Nala diberi waktu istirahat sebelum memasak kembali. Dasarnya Nala gampang sekali tertidur di manapun tempatnya ditambah perut kenyang langsung tertidur pulas setelah memejamkan kedua matanya. Hingga kedatangan Ayah dan Ibu dari Ace dia tidak tahu. Padahal Arumi sudah membangunkan sahabatnya berulang kali namun tetap saja tidak mau bangun. "Tidak usah dibangunkan, Nak. Biar Nala melanjutkan tidurnya," ucap Hani dengan sangat lembut. Arumi baru pertama kali bertemu dengan istri pemilik rumah sakit tangannya sedikit bergetar karena grogi. Bagian menghadapi orang kaya adalah sahabatnya yang saat ini tengah tidur dengan nyenyak sekali. Pernah dulu mereka masih menjalani training saat mengantarkan makanan ke ruang VVIP Arumi kembali dalam keadaan menangis. Ternyata dia habis dimarahi oleh keluarga pasien karena tidak memberikan makanan yang di mau oleh pasien. Akhirnya, Nala menghampiri keluarga pasien itu menjelaskan jika mereka hanya bertugas sebagai juru masak dan mengantarkan makanan. Entah apa yang dilakukan Nala hingga Mama Pasien yang sangat arogan mau meminta maaf pada Arumi. "Maafkan Nala, Bu Hani. Mungkin dia kecapekan sampai ketiduran gak mau bangun." Bu San-San baru datang karena harus rapat dengan kepala dapur rumah sakit lain. "Tidak masalah, Bu Sandra. Saya hanya suka saja melihat Nala yang tidurnya sangat lucu sekali. Mirip Embun waktu remaja," jawab Hani dengan senyum teduhnya. Bu San-San ikut tersenyum melihat Nala. Memang benar sekali apa yang dikatakan oleh Hani. Nala tidur dengan memeluk ranselnya. Mulutnya sedikit terbuka sampai terdengar dengkuran halus. "Nanti kalau Nala sudah bangun. Minta dia menyusul ke tenda sebelah ya, Nak," ucap Hani pada Arumi. "I-iya, Bu Hani. Nanti saya akan sampaikan pada Nala," jawab Arumi dengan terbata. Hani keluar dari tenda dengan wajah sumringah. Dia jadi teringat masa kecil anak gadisnya yang sangat menggemaskan seperti Nala "Gak jadi ketemu Nala, Buk?" tanya Ace sejak tadi menunggu di depan tenda. "Nala lagi bobok, kasihan kalau di bangunkan. Sepertinya dia kecapekan, Bang." Ace memeluk bahu Ibunya mengajak menuju ke tenda sebelah khusus petinggi rumah sakit yang ikut menjadi relawan. "Nala nggak sedang kecapekan, Ibuk. Tapi dia kebanyakan makan jadinya perutnya begah. Tadi saja sampe di bawa lompat-lompat, katanya biar nasinya cepat turun," terang Ace pada ibunya. Hani terkekeh mendengar cerita anaknya, memang ajaib sekali Nala itu. Setahunya semua perempuan akan bersikap lemah lembut dan elegan di depan anak keduanya. Tapi berbeda dengan Nala, dia justru bersikap apa adanya. Yang Hani rasa Sudah berhasil menarik perhatian anaknya. "Tadi waktu Ayah bilang mau nyusul Abang ke posko pengungsian awalnya Ibu ngak mau ikut. Tapi saat Ayah bilang ada karyawan kamu yang kasih lasagna dan macaroni schotel Ibu langsung setuju buat ikut." "Ibu kangen sama karyawan banyak tingkah itu?" Tanya Ace dengan tersenyum. Dia masih mengingat dengan jelas kejadian tadi siang. Nala kebingungan dan hampir menangis ketika dijahili olehnya. Ace mengatakan jika Nala telah melakukan dosa dan sudah di catat oleh malaikat. "Senyum terus, Bang. Lagi mikirin apa?" Tanya Hani, heran dengan kelakuan anaknya. "Gak mikirin apa-apa. Hanya ingin tersenyum saja soalnya dibawakan makanan sama Ibu cantik," jawabnya dengan mengecup pipi Ibunya. *** "Nala akhirnya kamu bangun juga," ucap Arumi dengan bernafas lega. Nala baru bangun dari tidur cantiknya, menguap dan menggeliat meregangkan otot-ototnya yang kaku. "Kenapa wajah imut kamu kayak panik gitu, Arumi?" Tanya Nala dengan suara serak. "Tadi pas kamu tidur, Bu Hanifa datang. Aku sudah bangunin dari tadi tapi kamunya gak mau bangun," jelas Arumi dengan sangat cepat. Sementara Nala masih mengumpulkan sisa kesadarannya yang baru saja pulang dari piknik. Dia hanya melongo mendengarkan penjelasan dari sahabatnya. "Siapa itu Bu Hanifa?" Tanya Nala tanpa dosa. Arumi mengambilkan air mineral untuk Nala. Meminta sahabatnya untuk minum dulu agar cepat sadar dan kembali fokus. "Sudah sadar 100%?" tanya Arumi saat Nala sudah selesai minum. "Hmmmm ... Karena aku habis minum air yang ada manis-manisnya. Terima kasih Arumi imut." "Bu Hani tadi cari kamu waktu tidur," Arumi mengulangi kalimatnya lagi. "Hah? Terus Bu Hani lihat aku sedang tidur kayak kuda nil? "Kuda nil?" tanya Arumi. "Iya, kata Kak Danesh kalau lagi tidur aku kayak kuda nil. Gak bisa diam," jawab Nala dengan menggigit kuku di jarinya. "Bukan hanya gak bisa diam tapi kamu juga ngorok Nala!" Kali ini Arumi sengaja menjahili sahabatnya. Mata bulat Nala terbelalak mendengar ucapan Arumi. Dia makin kehilangan citra baik di depan calon Ibu mertuanya. "Rumi kok gak bangunin Nala sih?" Protesnya dengan bibir cemberut. "Sudah aku bangunin puluhan kali. Bu San-San saja ikut bangunin kamu. Nala saja yang kayak kebo kalau tidur. Susah sekali di bangunin." "Gimana dong, Rumi. Masak Calon Ibu mertua tahu kalau tidurku kayak begitu. Ngak ada anggun-anggunnya sama sekali." "Gak papa kali, La. Lagian calon suamimu saja sudah tahu kalau kamu makannya porsi banyak dan suka belepotan." Nala menghela nafas kasar. Memang iya sih Ace sudah tau kalau Nala tipe gadis Bar-bar dan berisik. Tapi setidaknya kalau di depan Hani dia mau terlihat manis dan kalem. "Oh iya, La. Kamu tadi di minta Buat ke tenda petinggi rumah sakit." "Siapa yang suruh?" "Bu Hani, tadi titip pesan begitu sama aku." "Mau apa ya?" Arumi menggeleng, dia juga tidak tahu untuk apa? Soalnya tadi dia tidak berani untuk bertanya. "Ya sudah kamu kesana saja dulu. Siapa tahu ada hal penting yang mau dibicarakan sama Bu Hani. Tapi sebelumnya kamu cuci muka dulu terus sisir rambut biar kelihatan rapi." "Baiklah, kalau begitu aku ke kamar mandi dulu." Dengan langkah cepat Nala menuju ke kamar mandi. Setelah itu, dia akan menemui calon ibu mertuanya. Karena sebentar lagi waktunya dia memasak untuk para pengungsi jadi dia tidak boleh telat. Sandal pemberian dari Nadhief mempersulit dirinya untuk melangkah. Selain terlalu besar sandal itu juga sangat berat. Apalagi langkah Nala yang tidak sabaran. Membuat bunyi sandal sedikit keras. "Kamu gak bisa beli sandal yang lebih kecil dari itu?" Tanya Elnara saat Nala baru keluar dari kamar mandi. Sebenarnya Nala malas menanggapi si biang gosip yang ada di depannya saat ini. Tapi karena rasa hormat pada seniornya terpaksa dia menjawab dengan tersenyum. "Sepatu Nala hilang pas sholat dzuhur tadi, Kak. Ini sandal pinjam sama teman." "Teman laki-laki?" Nala mengangguk, dia ini selalu berkata jujur. "Iya, Kak. Namanya Nadhief, dia sahabat sekaligus tetangga Nala." "Kamu ini kecil-kecil tapi udah hebat sekali merayu laki-laki. Bisa bagi tipsnya?" Nala tersenyum miring mendengar pernyataan sekaligus pertanyaan dari Elnara. Katanya orang berpendidikan tapi mulutnya gak tau sopan santun! "Nala ngak tahu yang Kakak maksud! Maaf, Kak. Nala harus segera pergi menemui Bu Hanifa. Beliau sudah menungguku sejak tadi." Nala pergi meninggalkan Elnara dengan senyum mengembang. Puas sekali membungkam mulut jahat seniornya dengan perkataan manis darinya. Meskipun Elnara tidak lagi melakukan pembullyan padanya. Namun dia masih sering berkata kasar pada Nala jika bertemu. Nala cuek saja dia tidak pernah menghiraukan apa yang dikatakan oleh seniornya itu karena merasa tidak pernah melakukan kesalahan. Sikap diam bukannya membuat Elnara berhenti mengganggu justru membuatnya makin menjadi-jadi. Mungkin dia merasa diabaikan dan dipandang sebelah mata oleh gadis kecil yang menjadi saingannya. "Eh, Nala sudah bangun. Sini Nak mendekat ke Tante," panggil Hani dengan melambaikan tangan. Dengan menunduk Nala mendekati tempat dimana Hani sedang duduk bersama Regia. "Bu Hani tadi panggil Nala?" Hani tersenyum menyuruh Nala duduk di depannya. Tepatnya di sebelah Ace yang sedang menatapnya. "Abang, jangan lupa bernafas dan berkedip," seru Reiga pada anaknya. Ace mendengkus saat ketahuan lagi oleh ayahnya. "Ini apa, Pak Dokter?" Tanya Nala bingung saat diberi hadiah. "Buka lalu pakai. Terus buang saja sandal jelek itu!" "Eh, kok dibuang sih? Ini 'kan dipinjami sama Kak Nadhief gak boleh dibuang." "Tadi 'kan temanmu sudah bilang itu sandal buat kamu. Ya, sudah buang saja!" Nala mencebikkan bibir dengan menggembungkan kedua pipi membuat siapa saja yang melihat ingin mencubitnya. "Di coba dulu sepatunya, Nak," ucap Hani menengahi perdebatan antara anak dan karyawannya. "Sepatu?" Tanya Nala dengan membuka paper bag. "Iya, tadi waktu Tante mau ke sini Ace bilang kalau sepatumu hilang. Jadi tante membeli sepatu baru untukmu. Tante tanya sama Ace katanya ukuran 36. Semoga saja pas di kaki kamu." Nala mengambil sepasang sepatu lalu mencobanya. Sesuai yang diperkirakan oleh Ace, sepatu itu memang pas sekali dipakai di kakinya. Namun ada satu hal yang membuat Nala bingung. Kenapa sepatunya ada gambar Doraemon? Dia ini kan sudah besar masa Bu Hani dengan sengaja membelikan sepatu bermotif kartun. "Kenapa mukanya begitu nggak suka sama sepatunya?" Tanya Ace. Nala menggeleng. "Bukannya Nala nggak suka tapi kenapa Bu Hani memilih sepatu yang ada gambarnya Doraemon?" Heni terkekeh mendengar pertanyaan dari Nala. Dia sangat tahu jika Putranya sedang menjahili Nala. "Coba kamu tanya sendiri sama Pak Dokter. Soalnya dia yang meminta dibelikan sepatu dengan motif Doraemon." Nala menatap sebal ke arah Ace, padahal hatinya tadi sudah berbunga-bunga karena diberi hadiah sepatu oleh calon ibu mertuanya. Namun saat melihat gambar yang ada di sepatunya bunga yang sedang bermekaran di hati Nala seketika layu semua. "Itu bukan sepatu Doraemon, jadi muka kamu nggak usah di jelek-jelekin begitu. Udah jelek nanti tambah jelek," ucap Ace, yang semakin membuat Nala cemberut. "Pak Dokter bilang ini bukan sepatu Doraemon? Triple A saja akan tahu kalau ini itu gambar Doraemon.” "Itu bukan sepatu Doraemon Nala!" "Kalau bukan Doraemon lalu ini sepatu apa?" Sebelum menjawab, Ace menatap mata Nala dengan sangat lekat hingga diberi hadiah deheman oleh ayahnya. "Sepatu Cinderella," jawabnya tanpa mengalihkan tatapannya pada Nala. Nala mengulum senyum, kedua pipinya langsung merona.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD