Selesai berbincang dengan keluarga pemilik rumah sakit Nala kembali ke tendanya dengan membawa paper bag yang diberikan oleh Hani.
Saat Ace mengatakan jika sepatu yang diberikan oleh Hani itu adalah sepatu Cinderella, sontak saja Hani dan Rega tertawa terbahak.
Nala tak habis pikir dengan jalan pikiran Pak Dokter kesayangannya. Kenapa lebih memilih memberikan sepatu untuknya yang bergambar Doraemon?
"Itu apalah, La?"
"Sepatu dikasih sama Ibu Hani."
"Dapat hadiah dari calon Mama mertua kenapa cemberut begitu mukanya?"
Bukannya menjawab Nala malah mencebikkan bibirnya. Dia merebahkan tubuhnya di samping Arumi yang sedang berbaring.
"Apa sepatunya ukurannya terlalu besar atau terlalu kecil? sehingga membuat Nala tidak bahagia."
"Kalau ukuran sepatunya sudah pas tapi gambarnya itu yang bikin aku sebel sama Pak Dokter!"
"Memangnya sepatunya ada gambar apa?"
"Kamu lihat saja sendiri. Awas aja nanti kalau sudah lihat kamu tertawa. Aku gigit pipi kamu!"
Belum membuka paper bag Arumi sudah tersenyum. Dia menduga jika Dokter Ace telah menjahili sahabatnya.
"Doraemon?"
Nala hanya mengangguk lalu tengkurap menenggelamkan wajahnya pada boneka Doraemon yang dibawanya.
Kelakuan lucu Nala membuat Arumi tertawa makin keras. Mungkin karena Nala menyukai karakter kartun Doraemon menjadikan Ace membelikan sepatu bergambar Doraemon.
"Nggak papa, La. Ini juga bagus kok sepatunya. Kamu kalau dikasih sama orang nggak boleh nolak atau cemberut nanti yang ngasih tersinggung dikira kamu tidak tahu terima kasih."
"Kamu bilang aku tidak boleh cemberut tapi apa yang kamu lakukan itu sangat membuatku tersinggung. Sebelum membuka paper bag saja sudah tertawa," protes Nala.
"Haha … haha, maaf Nala cantik. Bukannya aku bermaksud menertawakanmu tapi sungguh sangat menggelikan sekali."
Wajah Nala makin ditekuk kembali menenggelamkan wajah pada bonekanya.
Hingga akhirnya, Ibu San-San datang memberi tahu pada para juru masaknya untuk segera ke dapur umum.
Dengan sangat berat hati Nala memakai sepatu yang diberikan oleh Ace karena sandal yang dipinjamkan oleh Nadhief sangat besar dan berat. Dia takut terjatuh saat memasak.
Saat melewati tenda yang menjadi sekolah darurat anak PAUD. Nala langsung menjadi pusat perhatian ketika ada satu anak yang mengatakan sepatunya sangat lucu.
"Kakak cantik sepatunya bagus sekali."
Nala tersenyum canggung sampai menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dia bingung mau menjawab apa? Karena kini dia sudah dikerumuni anak-anak PAUD.
"Terima kasih, sepatu kamu juga bagus kok."
Anak kecil itu menggeleng. "Sepatu aku jelek! Gambarnya nggak Doraemon kayak punya Kakak," jawabnya dengan menunjuk sepatu Nala.
"Memangnya kalian suka Doraemon?"
Semua anak mengangguk dengan cepat membuat Nala tersenyum melihat wajah lucu dengan mata berbinar.
"Baiklah kalau begitu, hari Minggu Kakak akan kembali lagi membawakan sepatu gambar Doraemon untuk kalian semua!" seru Nala membuat suasana sekolah darurat makin berisik.
Ketika mendengar keributan, guru yang tadi sedang berbincang dengan psikolog anak keluar menemui Nala.
Guru itu, bertanya pada Nala serius dengan janjinya atau tidak? Karena anak-anak akan selalu mengingat ketika dijanjikan sesuatu.
"Iya, Bu. Nala serius, hari Minggu siang saya akan ke sini bersama Mama dan teman-temannya. Kebetulan kemarin Mama mengadakan acara Galang dana. Nala akan ikut dengan membawa sepatu Doraemon untuk anak-anak di sini."
"Terima kasih, Mbak Nala."
"Sama-sama, Bu. Saya boleh minta nomornya? Saya minta data jumlah anak dan ukuran kakinya biar tidak salah beli."
Guru PAUD mengangguk kemudian mengambil ponsel di saku kemejanya.
Setelah mendapatkan nomor guru PAUD dan berpamitan dengan anak-anak. Nala langsung menyusul Arumi dan temannya yang sudah lebih dulu sampai dapur.
"Nala ..." Panggil Arumi.
"Maaf ya tadi aku kena begal."
"Hah, dimana?" Tanya Arumi dengan panik.
"Di depan sekolah darurat anak-anak PAUD. Aku dikeroyok sama anak-anak manis karena melihat sepatu gambar Doraemon."
Arumi terkekeh. "Terus gimana ceritanya kamu bisa lolos dari begalnya?"
"Aku janjikan mereka akan membelikan sepatu dengan gambar Doraemon."
"Apa?" tanya Arumi dengan sedikit keras. "Anak-anak di sini banyak sekali Nala. Bagaimana yakin akan membelikan mereka sepatu?"
Nala tersenyum, sahabatnya memang tidak tahu kalau keluarga Nala itu kaya raya. Hanya membelikan sepatu saja tidak akan menjadi beban untuk keluarganya.
Apalagi Kakaknya yang tampan pasti dengan suka rela memberikan uang untuk Nala.
"Kamu tenang saja ya, Rumi imut."
Setelah itu Nala mengajak Arumi melanjutkan pekerjaan mereka karena kepala dapur sudah memberikan masing-masing jatah pekerjaan untuk tiap kelompok. Juga berpesan agar semua makanan selesai dengan tepat waktu.
Rombongan juru masak dari rumah sakit Al-Fathan Medical Center akan pulang setelah sholat magrib. Bergantian dengan tim yang lainnya, Ace mengatur seperti itu agar semua karyawannya merasakan menjadi seorang relawan di daerah yang sedang terkena bencana alam.
"Nala mandi lagi?" Tanya Bu San-San.
"Iya, Ibu. Abis kena panas-panas gerah dan lengket jadi Nala mandi sebelum melaksanakan shalat magrib," jawab Nala saat selesai mandi bertepatan dengan Bu San-San yang habis mandi juga.
"Sepatu Nala lucu," ucap Bu San-San dengan terkikik geli melihat ke arah kaki Nala.
"Terima kasih, Ibu."
"Yuk, La," ajak Arumi yang baru selesai dari kamar mandi.
"Bu San-San kamu kami pamit ke mushola dulu ya keburu antriannya banyak," pamit Nala.
Bu San-San mengangguk, heran dengan kelakuan juru masaknya yang memakai sepatu motif kartun.
Sesampainya di mushola Nala bertemu dengan Ace dan para dokter spesialis. dia berdiri di belakang Arumi agar tidak terlihat oleh para Dokter.
Nala sangat malu jika mereka semua melihat sepatunya. Apalagi Ace pasti akan membuat Nala menjadi bahan kejahilannya.
"Arumi tutupi Nala. Jangan sampai orang-orang tahu sepatu Nala."
"Sepertinya dokter Ace dan teman-temannya sudah melihat kedatangan kamu, La," ucap Arumi yang ini telah menunduk agar tidak bertatapan mata dengan para staf Dokter.
"Kok bisa sih mereka lihat aku? Padahal sejak tadi aku sudah berjalan di belakang kamu."
"Mungkin karena sepatu Doraemon yang membuat semua orang memandang ke arah kita," jawab Arumi yang kini tangannya sudah bergetar karena dilihat oleh puluhan pasang mata.
"Kamu sedang bercanda ‘kan Arumi imut?"
Nala sudah panik bahkan berencana untuk kabur dan lebih memilih sholat di tenda. Namun langkahnya terhenti saat Nadhief memanggilnya.
"Ah ternyata benar itu kamu Nala. Kenapa dari tadi kamu bersembunyi di belakang temanmu?"
Bukannya menjawab Nala malah justru makin merapatkan badannya pada Arumi. Gadis itu, bahkan merapatkan kedua kakinya di belakang kaki Arumi berharap sepatunya tidak terlihat oleh orang lain.
"Nala kenapa?" tanya Nadhief pada Arumi.
"Nala sedang malu, Kak. Dia berusaha bersembunyi agar tidak terlihat oleh orang-orang di sekitar sini."
"Kenapa malu? Apa dia telah melakukan kesalahan?"
Arumi menggeleng, tanpa berbicara Dia menuju ke arah sepatu Nala yang ada di belakang kakinya.
Nadhief melihat ke bawah, seketika senyumnya terbit saat melihat sepatu Nala. Sementara Nala yang mendengar kekehan dari nadhief dia makin cemberut.
"Sepatunya lucu sekali. Kenapa harus malu Nala? Bukankah Doraemon adalah kartun favoritmu."
"Kakak nggak usah bohong! Aku tahu ya kalau kakak tadi menertawakan sepatu Nala seperti yang lainnya."
"Siapa yang tertawa? Sudah ayo buruan sholat magrib keburu waktunya habis nanti."
"Iya Nala, ayo! kita ambil wudhu lalu sholat magrib. Selain waktunya juga hampir habis nanti kita ditinggal sama rombongan."
Kedua orang itu masih saja berusaha meyakinkan Nala kalau sepatunya sangat bagus dan lucu. Sehingga Nala tidak perlu malu saat memakainya.
Hingga pada akhirnya tersangka utama yang membuat Nala menjadi artis pengungsian dalam waktu beberapa jam saja datang menyuruhnya agar segera melaksanakan sholat magrib.
"Dokter Ace saat menjadi imam suaranya merdu sekali membuat hati para makmumnya sejuk!" seru Arumi saat selesai melaksanakan shalat.
"Iya, aku juga tidak menyangka kalau Pak Dokter bisa menjadi imam sholat dengan suara semerdu itu."
"Pelafalan ayat suci yang dibacakan oleh dokter Ace semuanya benar dan sangat fasih sekali," ungkap Arumi. Dia lulusan pondok pesantren yang ada di daerah pinggir Yogyakarta.
"Memang Nala nggak salah pilih calon suami.”
Sengaja Nala meminta Arumi untuk menyembunyikan sepatunya di bawah sepatu milik Arumi.
Dia malas sekali Jika ada orang yang bertanya kenapa Nala memakai sepatu seperti itu. Namun usahanya lagi-lagi gagal. Jangan tanya siapa dalang utamanya! Pasti kalian sudah bisa menjawabnya.
"Pak Dokter kenapa berdiri di situ terus? menghalangi jalan Nala!"
"Lalu apa yang kamu lakukan? Jalan di sini sangat lebar kenapa kamu harus menempel terus pada sahabatmu?"
Nala mendengkus sebal ke arah Pak Dokternya. Dia sudah curiga jika Ace sengaja menjahili dia lagi. Dengan mencekal jalannya sehingga membuat orang di sekitar memandang ke arah mereka bertiga.
"Pak Dokter mendingan pergi saja sekarang. Nggak usah tanya-tanya sama Nala dulu! Nala nggak mau ya kalau jadi artis pengungsian." Serunya dengan sedikit keras. Dia lupa jika sedang bersembunyi di belakang Arumi.
"Kamu berani mengusir saya?"
Karena sudah tidak tahan untuk tidak berdebat dengan Ace. Nala berpindah posisi berdiri di depan Arumi dengan menaruh kedua tangannya di atas pinggang.
Sejak tadi dia sudah menahan kesal pada Ace. Karena sengaja memberinya sepatu bergambar Doraemon.
"Pak Dokter tahu nggak?"
"Tidak!" Jawab Ace.
"Dengerin Nala dulu jangan dipotong ucapan Nala," protesnya pada Ace.
Ace mengganggu dengan patuh.
"Pak Dokter tuh sengaja 'kan mau bikin Nala malu di depan semua orang? Sengaja kasih sepatu Nala dengan gambar Doraemon. Sejak tadi semua orang ngetawain Nala. Karena sudah besar masih saja pakai sepatu gambar kartun."
"Siapa yang menjahili mu? Saya hanya memberi barang kesukaanmu. Apa itu salah?"
Nala terdiam saat mendengar apa yang dikatakan oleh Pak Dokternya. Dia tidak begitu mengerti dengan yang dimaksud oleh Ace.
Gadis itu, masih diam terpaku di tempat dengan terus melihat Ace berjalan menjauhinya.
Apa perkataannya tadi sudah menyinggung perasaan Ace? Dia bingung dan takut jika telah melakukan kesalahan yang tidak disengaja.
"Sepertinya Dokter Ace marah karena kamu tidak menyukai sepatu pemberiannya,"ucap Arumi yang kini tengah memeluk lengan sahabatnya.
"Aku tadi hanya mau protes saja tanpa bermaksud untuk menyakiti hati Pak Dokter. Memang benar kalau aku suka sekali dengan Doraemon tapi tidak harus memberiku sepatu dengan motif Doraemon di saat bekerja. Aku malu saat semua orang tertawa melihat sepatu yang sedang aku pakai," jelaskan Nala dengan nada sedih.
"Sudah tidak usah dipikirkan. Besok kalau sudah kembali ke rumah sakit sebaiknya kamu meminta maaf sama Pak Dokter."
Nala dan Arumi sudah membereskan barang-barangnya sejak tadi jadi mereka tinggal membawanya ke dalam mobil.
Namun saat sampai di mobil Nala diberitahu oleh temannya jika mobilnya sudah penuh. Karena bingung tidak mendapatkan jatah mobil Nala langsung menemui Bu San-San ditemani oleh Arumi.
"Maaf, ya Nala. Ibu lupa memberitahumu kalau jatah tempat duduk mu tadi pagi akan ditempati oleh anak dari Dokter Umum yang bekerja di rumah sakit kita."
"Lalu Nala bagaimana pulangnya Ibu? Masak harus jalan kaki ‘kan jauh," tanya Nala dengan wajah sedih.
"Kamu nanti akan pulang bersama Dokter Ace. Beliau mengatakan jika rumah kalian searah."
"Apa?!" ucap Nala dan Arumi secara bersamaan.