Nala merasa ada yang aneh dengan tatapan teman-temannya yang bekerja di dapur. Biasanya mereka akan menjawab sapaan Nala dengan senyum hangat. Namun ada yang berbeda dengan pagi ini. Mereka memasang ekspresi wajah sangat menyeramkan, menurut Nala.
Untung saja Arumi sudah sehat kembali, jadi dia ada teman yang mau bicara dengannya. Sejak tadi Nala banyak sekali melamun, sampai membuatnya kena tegur kepala Chef kelompoknya. Arumi membantu Nala ketika gadis manis itu bingung sudah memasukkan bahan atau belum.
“Nala kenapa?” tanya Arumi saat mereka sedang istirahat makan siang.
“Kamu ngerasa aneh gak dengan sikap teman-teman kita?”
Arumi mengangguk. “Iya, sejak tadi aku lihat teman-teman kita lihatin kita terus.”
“Lebih tepatnya mereka lihatin aku, Rumi”
“Kok bisa?”
“Gak tau,” jawab Nala dengan mengangkat kedua bahunya.
“Apa kemarin saat aku ijin, kamu bikin kesalahan?”
“Aku rasa tidak, tapi memang benar-benar tidak ada kesalahan yang aku lakukan kemarin.”
“Terus kenapa ya mereka melihat ke arahmu dengan tatapan sinis?”
Nala kembali mengingat kejadian beberapa hari yang lalu. Apakah dia telah melakukan kesalahan sehingga membuat dirinya dimusuhi teman-temannya?
Semakin Nala berfikir semakin pusing kepalanya karena memang tidak ada kesalahan yang telah dibuatnya.
“Apa aku harus bertanya pada mereka? Kepalaku semakin sakit kalau harus menebak-nebak. Bisa saja mereka salah paham. Jika, aku tanya langsung ‘kan bisa menjawab apa yang menjadi penyebab mereka tidak menyukaiku. Bagaimana menurutmu?”
“Boleh juga, Yuk sekarang. Mumpung mereka sedang istirahat. Aku bakal temani kamu,” ajak Arumi, dengan membantu Nala berdiri. Mereka tadi sedang duduk di tangga masjid.
“Terima kasih Rumi cantik dan baik hatinya,” ucap Nala dengan memeluk sebentar Arumi.
Dua gadis itu berjalan dengan bergandengan tangan menuju ke dapur. Para juru masak junior biasanya waktu istirahat akan bersantai sambil berbincang di tempat yang telah disediakan pihak rumah sakit. Hal itu akan dimanfaatkan Nala untuk bertanya karena semua orang sedang berkumpul di sana.
“Hai, sudah pada makan siang?” tanya Nala, dengan berusaha ramah. Meskipun tidak ada jawaban dari temannya.
“Kalian kenapa, Nala ‘kan sedang bertanya. Bisanya juga dijawab,” kali ini Arumi ikut bertanya.
“Gak usah sok polos deh! Kalau ternyata sangat expert sekali,” cibir salah satu teman junior Nala.
“Maksud kalian apa?” tanya Nala dengan wajah bingung.
“Masih pura-pura sok polos ternyata, tidak mau mengaku?” kali ini rekan satu tim Nala yang berbicara, dia adalah Anjani.
“Kalian kalau ada masalah denganku bicara saja langsung ke intinya. Jangan berbelit-belit seperti ini!”
Anjani melempar beberapa foto ke wajah Nala dengan sangat kasar. Membuat Nala kaget dan sedikit memundurkan badannya.
Arumi mengambil foto yang ada di kaki Nala, langsung menyerahkan pada Nala saat dia sudah melihatnya.
Ternyata ada 4 foto yang menunjukkan dirinya sedang menemani keponakan Dokter Ace waktu di mall kemarin. Nala bingung siapa yang telah mengambil fotonya? Padahal kemarin dia tidak bertemu seorang pun yang bekerja di dapur rumah sakit. Lagi pula apa motif si pelaku sampai menyebarkan foto ini? Apa ada yang tidak menyukai Nala di rumah sakit ini?
“Kalian marah hanya karena foto ini?” tanya Nala dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
“Hanya kamu bilang? Dasar pelakor kecil tidak tahu diri!” bentak Anjani sangat keras pada Nala.
“Anjani bicara yang sopan!” tegur Arumi dengan memeluk Nala dari samping.
“Kenapa juga aku harus sopan dengan orang yang sudah tega merebut tunangan temannya sendiri?!”
“Kamu kalau bicara jangan banyak clue, bicaralah terus terang agar kesalahpahaman ini cepat terselesaikan,” ucap Nala dengan air mata yang sudah mengalir deras. Dia sangat malu saat Anjani meyebutnya pelakor kecil.
“Dokter Ace itu calon tunangan Elnara, kenapa kamu masih saja menggodanya!” ujar Anjani membuat bola mata Nala hampir keluar.
Nala diam saja, dia tidak tahu harus berkata apa? yang dia tahu Dokter Ace kemarin mengajaknya pulang bareng karena ingin menghindari Elnara.
“Kenapa diam saja, merasa bersalah?”
Nala menggeleng. “Aku tidak tahu soal pertunangan Elnara dengan Dokter Ace,” terang Nala.
“Alah gak usah bohong!” Anjani masih saja tidak mau mengalah. Sejak awal masuk kerja dia sudah sering bersikap kasar pada Nala.
“Siapa yang berbohong? Lagipula apa untungnya aku berbohong padamu?!”
“Sekali pelakor kecil tetap pelakor!” ucap Anjani dengan menjambak rambut Nala.
“Aaaaaa, lepaskan Anjani sakit!” teriak Nala, Anjani terus saja menjambak Nala tanpa ampun.
Arumi mencoba melepaskan Nala, namun dia ditahan oleh teman-teman junior lainnya. Sikap kasar Anjani pada Nala makin menjadi, dia bahkan sesekali menampar pipi mulus Nala. Membuat Nala berteriak dan menangis histeris.
Kejadian pembullyan pada Nala terdengar oleh kepala dapur. Dia langsung berlari tergesa ke arah ruang istirahat para juru masaknya. Yang pertama kepala dapur lihat adalah Nala yang sudah tersungkur ke lantai dengan keadaan lemas.
Entah apa yang sudah mereka pada gadis manis yang sangat baik itu?
“Hentikan!” teriak kepala dapur.
Semua orang kaget dengan kedatangannya. Anjani tadi mendengar sendiri, jika hari ini kepala dapur akan melakukan kunjungan ke rumah sakit yang ada di pelosok jogja. Karena itulah, dia berani melakukan pembullyan pada Nala.
“Kalian semua kenapa melakukan kekerasan di sini?”
Tidak ada yang menjawab, Arumi yang sudah di lepaskan ikatan tangannya langsung memeluk Nala yang sudah pingsan dengan tubuh memar. Dia menangis melihat keadaan sahabat baiknya.
“Ibu tolong bawa Nala ke IGD,” mohon Arumi pada kepala dapur.
Asisten kepala dapur yang melaporkan kejadian ini telah meminta bantuan beberapa perawat untuk membawa Arumi menuju ke IGD.
Sepanjang perjalanan menuju ke IGD, Arumi terus memegang tangan Nala. Dia juga belum berhenti menangis, terus saja memanggil nama Nala.
“Nala pasti kesakitan, kasihan sekali dia Ibu,” ucap Arumi dengan menangis di pelukan kepala ruangan.
Nala dan Arumi adalah juru masak termuda, maka dari itu kepala rumah sakit meminta mereka berdua memanggilnya dengan sebutan Ibu.
“Sudah jangan menangis terus, Nala sudah ditangani oleh Dokter. Dia akan cepat sadar.”
“Tadi hidung Nala berdarah, Rumi takut jika ada luka serius padanya, Ibu.”
Kepala dapur terus saja mengelus punggung Arumi, dia sebenarnya juga khawatir dengan keadaan Nala. Namun, dia tidak mungkin menunjukkannya pada Arumi bisa makin histeris tangisannya.
Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya Dokter jaga yang menangani Nala keluar mengatakan jika Nala akan bangun sebentar lagi.
Gadis itu, akan menjalani beberapa pemeriksaan untuk memastikan tidak ada masalah di tulang ekornya dan kepalanya.
Arumi yang mendengar penjelasan dokter, kembali menangis. Dengan terbata dia menjelaskan kronologi kejadian yang dialami sahabatnya itu.
Dokter jaga dan kepala dapur sangat geram sekali dengan tindakan premanisme yang dilakukan Anjani CS. Mereka akan melaporkan kejadian ini ke Direktur rumah sakit.
***
Mama Nala sejak datang di rumah sakit terus menangis dengan menciumi wajah putri kecilnya.
Hatinya sangat terluka saat melihat anak gadis yang selalu dijaga sepenuh hati mendapatkan perlakuan kasar hingga membuatnya harus mendapat perawatan intensif.
Papa Nala belum juga kembali dari ruang Direktur rumah sakit. Dia meminta penjelasan pada pemilik rumah sakit atas kejadian kekerasan yang menimpa putri kesayangannya.
Kakak Nala masih berada di luar kota, mungkin dia akan sampai jogja malam hari karena pekerjaannya tidak bisa ditinggalkan. Tapi dia sudah meminta pengacara keluarga untuk mengusut kasus yang menimpa adik tercintanya.
“Saya sangat kecewa sekali dengan pihak manajemen rumah sakit ini. Bagaimana anda bisa lalai dengan keselamatan Karyawan?! Meskipun dia hanya Karyawan rendahan tapi dia juga manusia!”
“Bapak bicara apa? tidak ada Karyawan rendahan di rumah sakit ini. Semua karyawan akan mendapat perlakuan yang sama,” jawab Ace dengan tenang meskipun hatinya sangat cemas dengan keadaan Nala.
“Lalu anda bisa menjelaskan, kenapa Nala bisa mendapatkan kekerasan di rumah sakit ini. Sampai dia harus dirawat?”
“Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya, atas tindakan yang dilakukan Karyawan saya, Pak. Saya akan mengusut kasus ini sampai tuntas. Tidak akan ada hal yang pihak rumah sakit tutupi. Bahkan keluarga Nala akan kami ajak mengawal kasus ini sampai tuntas.”
“Apa perkataanmu bisa saya percaya?”
“Anda bisa melaporkan saya ke pihak berwajib jika saya melanggar janji yang saya buat,” jawab Ace dengan sangat tegas.
Setelah mendapat penjelasan dari pihak rumah sakit, Papa Nala kembali ke ruang rawat Putrinya. Dia ingin mengetahui hasil pemeriksaan Nala yang sudah di lakukan tadi siang.
Papa Nala sejak tadi berdoa agar hasil pemeriksaan tidak ada luka serius di tulang belakang dan kepala Nala.
Sementara Ace masih terdiam di ruangannya, penjelasan dari Arumi sangat membuatnya merasa bersalah. Kalau saja kemarin dia tidak mengajak Nala bermain salju bersama keponakannya. Hal naas tidak akan menimpa gadis itu.
“Halo.”
“Apa ada masalah di rumah sakit, Bang?”
“Iya, Yah.”
“Perlu bantuan Ayah?”
“Sementara waktu ini Abang masih bisa menanganinya.”
“Baiklah, Bang. Jika perlu bantuan Ayah langsung katakan saja.”
“Iya, Yah. Maaf karena telah lalai menjaga keamanan di rumah sakit.”
“Tidak masalah, Bang. Semua sudah terjadi, yang pasti kamu sudah tahu apa yang harus kamu lakukan.”
“Abang tidak akan melepaskan karyawan yang tidak memiliki moral seperti mereka, Yah. Dan sistem keamanan rumah sakit akan diperketat lagi.”
“Bagus, lakukan sesuai aturan hukum. Dan satu lagi, Ibuk sejak tadi menangis ingin melihat keadaan Nala. Apa keluarganya memperbolehkan Nala di jenguk?”
“Abang belum tahu, Yah. Nanti aku kabari lagi jika sudah bertanya dengan keluarga Nala.”
Setelah mengakhiri panggilan telepon dengan Ayahnya, Ace langsung bergegas menuju ke ruang VVIP tempat Nala di rawat. Sejak tadi dia sudah sangat gelisah ingin melihat keadaan Nala.
Saat Ace akan membuka pintu ruang rawat Nala, ada suara yang memanggilnya dari arah belakang. “Ace ...”