Dia Lagi?

1485 Words
Setiap weekend, Ace dan Aksa akan mendapat jatah menjaga ketiga keponakannya. Karena Embun dan Suaminya akan melakukan quality time. Karena hari ini Aksa masih di luar kota melakukan kunjungan cabang perusahaan yang ada di Bandung. Jadilah, Ace yang akan menjaga para kurcaci sendirian. Ibunya tidak bisa membantu karena Ayahnya akan mengajak pergi berlibur. Keponakannya meminta jalan-jalan ke mall, mereka mengatakan ingin bermain salju. Ace harus menuruti permintaan mereka kalau tidak bisa menangis berbarengan. Membuat gendang telinganya rusak. “Jangan lepaskan Tangan Om Ace, Sayang,” ucap Ace saat sudah sampai di mall. Sebenarnya ketiga anak Embun memiliki babysitter masing-masing. Namun, Ace tidak nyaman jika harus membawa mereka sekaligus. Kali ini dia hanya membawa satu untuk menjaga anak terakhir Embun yang sangat aktif. “Okay, Om. Kita mau kemana dulu?” tanya si sulung yang wajahnya duplikat Embun. “Kakak maunya kemana dulu? Om terserah kalian saja.” Mereka bertiga menunjuk ke arah timezone dengan kompak. Ace langsung mengajak mereka masuk ke sana. Ace meminta babysitter yang ikut untuk menjaga ketiga keponakannya. Sementara dia pergi untuk top up kartu timezone. Setelah mengisi saldo, permainan yang pertama dipilih adalah balapan mobil. Meskipun mereka baru berumur 6, 4 dan 2 tahun anak-anak kakaknya sangat pandai dalam berbagai macam permainan timezone. Karena apa? waktu Embun hamil ketiga anaknya setiap hari selalu datang ke mall karena ngidam. “Aarav, Adelio, Ansel sudah siap untuk balapan?” seru Ace pada ketiga kurcaci yang sudah bersiap di kursi masing-masing. “Siap!” jawab ketiganya kompak. Ace bertugas menjadi wasit, dia menghitung mundur dari lima ke satu. Saat hitungan ke satu semuanya langsung melajukan mobil mereka. Meskipun Ansel masih umur 2 tahun lebih beberapa bulan, dia sudah sangat mahir bermain balap mobil. Di rumah mereka, Evans (suami kakaknya) sering mengajak anak-anaknya main PS jika sedang berlibur. Keseruan Om dan keponakan berlanjut hingga sore hari. Ace bergantian untuk melaksanakan sholat dengan babysitter keponakannya. Sekarang mereka berada di salah satu restoran jepang yang ada di dalam mall. Anak kedua Embun, Adelio yang sangat pendiam dan kalem mirip dengan Papanya minta makan makanan jepang, di iyakan oleh kakak dan adiknya. “Ante Nala!” Seru Aarav, saat tidak sengaja melihat keberadaan Nala di meja sebelah mereka. Nala yang merasa ada yang memanggilnya menoleh ke arah samping. Matanya langsung berbinar melihat ketiga anak Embun sedang melihat ke arahnya. “Anak-anak ganteng,” seru Nala tak kalah heboh. “Ante Nala, cini!” kali ini Adelio yang memanggil, melambaikan tangannya. Dengan senang hati Nala mendatangi meja di sebelahnya meninggalkan sahabatnya sedari orok, Malika. Memang seperti itu, kalau sudah mendapatkan hal menarik Malika kesayangannya akan di lupakan begitu saja. “Kalian kesini sama Mama?” tanya Nala saat sudah duduk di meja yang sudah di pesan Ace. “No, Ante. Kami ke sini sama Om Ace,” jawab Aarav. Nala melihat ke sekeliling restoran, namun tidak mendapati keberadaan Dokter Ace. “Gak ada Pak Dok dokter di sini?” tanya Nala pada Aarav. “Om Ace, pergi ke kamar mandi Ante. Makanya gak ada di sini.” “Oh ...” jawab Nala dengan mengangguk. Setelah sedikit berbincang dengan ketiga anak ganteng Embun, Nala pamit kembali ke mejanya karena makanan yang dipesan sudah datang. Malika pun sudah memanggilnya beberapa kali. Mengingatkan agar Nala makan dulu sebelum makannya dingin. “Ante habis makan mau kemana?” tanya Aarav saat Nala sudah berdiri. “Tante mau keliling mall, Sayang. kenapa?” “Apa Ante Nala mau menemani kami bermain salju?” Nala bingung mau menjawab apa? ketiga anak ini melihat ke arahnya dengan wajah penuh permohonan. Hati lembut yang dimilikinya tidak tega menolak permintaan mereka. “Baiklah, Tante akan menemani kalian. Tapi tidak bisa lama karena Tante kesini bersama Tante Malika,” jawab Nala, dengan menunjuk Malika. “Okay, tidak masalah Ante. Yang penting Ante mau menemani kami bermain meskipun hanya sebentar.” Karena Malika sudah sangat berisik sekali, Nala bergegas kembali ke mejanya. Memulai makan pesanannya dengan mendengarkan sesi curhat Malika. Sudah menjadi rutinitas wajib jika diantara mereka memiliki masalah. Keduanya akan datang ke restoran makan sebanyak-banyaknya. Kemudian mencurahkan semua uneg-uneg yang ada di pikiran mereka. Sementara di meja Ace, Adelio memberitahu Omnya jika mereka bertemu dengan Nala. Ace tidak percaya awalnya, namun saat Adelio menunjuk ke arah meja Nala dia sedikit kaget. Kenapa bisa kebetulan sekali bertemu gadis pecicilan itu? “Ante Nala bilang kalau dia mau temani kami bermain salju,” ucap Aarav pada Ace. “Kenapa harus ajak Tante Nala, Sayang. bukankah sudah ada Om yang menemani kalian?” “Beda kalau ada Ante Nala,” jawab Adelio. “Bedanya apa?” “Kalau ada Ante Nala, dia akan menjadi putri salju.” “Udah ada Mbak kalian, kenapa gak di jadikan putri salju.” Mendengar ucapan Ace, babysitter yang ada di samping Ansel tersedak jus jeruk yang sedang dia minum. Wajahnya merah sekali, sejak tadi menahan agar tidak terpesona dengan ketampanan adik majikannya. Malah sekarang Ace, dengan santainya menyarankan Agar dia dijadikan putri salju. “Mbak, Ina udah tua Om,” seru Adelio. Anak ini meskipun pendiam tetap saja mewarisi gen dari Mama. Sekali bicara sangat julid sekali. “Delio, gak boleh ngomong gitu,” Tegur Aarav. Sementara yang ditegur hanya terkikik geli. Melihat wajah merah babysitter nya. Masih kecil sudah sangat jahil. Sudah bisa dipastikan, terkontaminasi sifat buruk Aksa. “Memangnya kalian sudah tanya sama Tante Nala?” tanya Ace. Ketiganya mengangguk sangat kompak, karena mulut mereka sudah penuh dengan makanan. Mereka diajarkan oleh Embun jika makan tidak boleh sambil berbicara. Setelah menghabiskan makanan dan camilan yang di pesan oleh Omnya. Adelio turun dari kursi menghampiri Nala yang masih asik mengobrol dengan Malika. Anak kecil itu, menarik perhatian pengunjung restoran. “Ante Nala,” panggil Adelio terhalang meja yang lumayan tinggi. Nala sedikit menunduk melihat ke samping kanannya, kaget melihat sudah ada Adelio yang bergelayut di sebelah kakinya. Dia tersenyum, langsung membawa Adelio kedalam pangkuannya. Tidak lupa mencium gemas pipi chubby milik Adelio. “Kenapa kesini, Sayang. Sudah selesai makan apa belum?” “Delio, Kakak dan Adek sudah selesai makan, Ante.” “Pintar sekali sih,” puji Nala. “Ante sudah selesai makan?” tanya balik Adelio. “Sudah sejak tadi, sekarang Tante sedang ngobrol sama Tante Malika.” “Ante malika?” “Hmm, yang ada di depan kamu. Namanya Tante Malika. Mau kenalan?” Adelio mengangguk, tangan kecilnya diulurkan pada Malika namun tidak sampai. Akhirnya Malika berdiri menghampiri anak kecil yang sangat menggemaskan. “Nama Tante Malika, nama kamu siapa?” “Aku Adelio, di sana ada kakakku namanya Aarav. Sebelahnya itu adikku namanya Ansel. Kalau yang ganteng tapi gak bisa senyum itu, Om Ace. Di Sana tadi juga ada Mbak Ina tapi dia sedang pipis,” terang Adelio dengan sangat jelas. “Kamu lucu sekali,” seru Malika, suka sekali dengan keponakan Pak Dokter kesayangan Nala. *** “Maaf sudah merepotkanmu hari ini?” ucap Ace saat berjalan menuju ke parkiran. “Tidak masalah, Pak Dokter. Nala suka kok bermain dengan trio A.” “Kamu tadi mau apa ke mall?” “Nala cuman mau keliling saja dari pada bosan di rumah.” “Benarkah?” tanya Ace memastikan jika keponakannya tidak mengganggu waktu libur karyawannya. “Seribu benar, Pak Dokter. Kenapa juga Nala harus bohong?” “Bisa jadi karena kesempatan untuk mendekati saya,” ucap Ace dengan sangat percaya diri. “Hahaha, sebenarnya tidak kepikiran soal itu meskipun Nala suka sama Pak Dokter. Berhubung Pak Dokter sudah menganggap begitu, jadi anggap saja iya. Dari pada kecewa ‘kan?” jawab dengan cekikikan. Ace mendengkus mendengar yang dikatakan Nala. Bisa sekali gadis di sebelahnya mengejeknya secara tidak langsung. Lagi pula kenapa juga dia sampai mengatakan hal memalukan seperti itu pada Nala? Dasar bodoh! Nala membantu menidurkan Adelio di carseat karena sejak tadi sangat manja sekali dengannya. Adelio bahkan sempat berdebat dengan Aarav karena selalu memonopoli Nala untuk dirinya sendiri. “Kamu bareng saja sekalian,” ajak Ace setelah keponakannya sudah di dalam mobil. “Terima kasih, Nala pulang sendiri saja.” “Ini sudah malam.” “Iya, Pak Dokter. Saya juga sudah tahu kalau ini malam.” “Saya serius Nala!” Nala terkekeh melihat wajah serius Ace. “Nala pulang sendiri saja, lagian deket juga rumah dari sini,” tolaknya lagi dengan sopan. “Kalau dekat kenapa gak sekalian bareng?” “Trauma, diturunin di pinggir jalan. Lebih baik langsung naik taksi di antar sampai tempat tujuan.” Setelah mengatakan hal itu, Nala langsung kabur menuju ke taxi online yang sudah dipesan. Dia bahkan tidak menunggu jawaban dari Ace, sangat menyebalkan sekali bukan? Itu sih bagi Ace. Kalau untuk para pembaca pasti suka, Nala mengingatkan kelakuan Ace yang sangat tidak berprikemanusiaan pada Nala. Benar ‘kan? “Bye, Pak Dokter. Hati-hati di jalan, jangan ngebut. Soalnya lagi bawa trio A yang sangat menggemaskan,” teriaknya dengan melambaikan tangan saat mobil yang ditumpanginya melewati Ace. “Dasar gadis aneh! Kenapa bisa bertemu dia lagi?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD