7.

1496 Words
Sia melewati lorong kelas dalam diam. Suasana sekolah sudah kembali seperti semula karena memang masih memasuki jam pelajaran. Sepertinya benar kata Putra dkk bahwa Aska, pria gila yang baru saja mengacau di sekolahnya telah diserahkan kepada pihak berwajib. Sepanjang jalan Sia hanya mengamati langkahnya sambil memikirkan kejadian ini. Benarkah suatu saat nanti pria gila bernama Aska itu bisa mendapatkan alamat rumahnya? Memikirkan itu membuat Sia menjadi merinding seketika. Jika itu terjadi, Sia harus bagaimana? Area sekitar rumahnya terbilang cukup sepi. Tetangganya sangat jarang berinteraksi satu sama lain dan dirinya hanya tinggal sendiri saat ini. Mungkin benar kata Gilang, hanya dia satu-satunya orang yang mungkin bisa dirinya butuhkan. Jadi tidak ada salahnya juga jika dirinya tetap menyimpan nomer pensel Gilang, bukan. Pikiran Sia berkeliaran kemana-mana memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi nanti. Meski sebenarnya gadis itu cukup yakin bahwa semua telah menjadi aman karena pria gila itu sudah berada di tempat yang tepat. Dengan kejadian ekstrim seperti yang terjadi barusan, Sia yakin pihak rumah sakit yang bertugas di sana tidak akan membiarkan pria itu berkeliaran seenaknya lagi. Sekarang yang dipikirkan gadis itu adalah teman-teman sekolahnya. Pasti mereka akan mengolok-oloknya karena berhubungan dengan orang gila seperti Aska. Dan benar saja, setelah gadis itu memasuki kelasnya, Sia langsung disambut dengan banyak siulan dan olokan tidak jelas dari teman-temannya. "Suit-suit! Sang Putri telah datang!" "Ciee yang punya banyak fans sampai orang gila juga ikut kesengsem!" "Eh neng Sia, abang juga mau jadi pens si neng deh!" Sontak seisi kelas ricuh dan penuh dengan gelak tawa teman-teman sekelasnya. Wajah Sia sudah merona merah dibuatnya. Tuh kan benar seperti yang dibayangkan Sia. Seisi kelas akan sibuk mengolok-olok dirinya. Memiliki seorang fans dari orang biasa saja bisa bikin heboh satu kelas apalagi ini, sampai orang gila mendatangi sekolahnya hanya karena ingin bertemu dengannya. Memalukan. Sangat memalukan bagi Sia yang tidak pernah mendalami hal mengenai cinta-cintaan seperti yang sudah biasa dilakukan teman-temannya itu. "Itu berarti kecantikan Sia terbukti bisa memikat seorang pria dari kalangan manapun, guys. Emang kalian gak sadar kalo Sia emang cakep? Gua aja suka kok sama dia." celetuk Gilang yang tiba-tiba sudah berdiri di belakang Sia. Pria itu dengan santai mengedipkan sebelah matanya menggoda Sia yang menoleh ke arahnya. "Iya juga sih, kalo diliat-liat lo cakep juga sih Sia. Manis." sahut salah satu dari mereka yang juga diangguki beberapa dari mereka. "Huu dasar genit lo!" celetuk yang lainnya juga kali ini lebih didominasi oleh cewek-cewek di kelasnya. "Udah deh, jangan norak kalian pada. Sia milik gua." balas Gilang dengan santainya. Sia yang mendengar itu sontak membulatkan matanya hendak protes namun ditahan oleh pria itu lagi. "Jangan banyak protes. Cepat duduk gih, bu Widi udah jalan ke sini tuh." lanjut Gilang sambil mendorong kecil punggung Sia. Akhirnya gadis itu hanya menurutinya saja membuat Gilang semakin terkekeh geli. Disusul kehadiran Bu Widi yang akhirnya benar memasuki kelas mereka. "Siang anak-anak!" sapa Bu Widi yang kini berdiri di depan kelas. "Siang Bu Widi!" jawab mereka serempak. "Baiklah langsung saja buka bab selanjutnya sekarang. Dan kamu Sia," Bu Widi menatap ke arah Sia sebelum melanjutkan ucapannya kembali. "Nanti datang menghadap pak Burhan ya. Jangan lupa!" "Iya Bu." jawab gadis itu dengan lemas. Sia sudah menyangka pasti dirinya akan dipanggil ke kantor setelah ini. Setelah itu pelajaran mulai berlangsung seperti biasa lagi. Kini Sia sudah berada di hadapan pak burhan, Kepala sekolahnya. "Jadi Sia, bisa kamu ceritakan apa yang sebenarnya terjadi di antara kalian?" tanya pak Burhan memulai interogasinya di hadapan Sia. "Maaf pak Burhan, tapi saya benar-benar tidak mengenal orang itu. Saya hanya pernah menyelamatkan orang itu ketika dia tenggelam di sungai. Dan selanjutnya pria itu terus memanggil nama saya dengan panggilan Rasya. Hanya itu pak." jelas Sia menceritakan pertemuan mereka sedetail mungkin. "Lalu bagaimana bisa pria itu menemukan kamu di sini?" "Saya-saya juga tidak tahu itu pak." gadis itu ikut bingung dengan bagaimana cara Aska bisa menemukan dirinya di tempat ini. "Hahh ya sudahlah. Saya harap kejadian ini tidak terulang lagi, karena hal ini bisa berpengaruh besar pada nama sekolah kita jika itu terulang lagi." "Iya pak. Tapi, bagaimana dengan pria itu pak Burhan?" tanya Sia dengan hati-hati hanya untuk memastikan bahwa dirinya sudah aman dari Aska. "Kamu tenang saja. Pria tadi sudah diurus sama pihak berwajib. Lebih baik kamu fokus belajar saja sekarang." jelas pak Burhan. "Iya pak. Terima kasih." jawab Sia. Gadis itu merasa lebih lega mendengarnya sekarang. "Ya sudah, kamu bisa kembali ke kelasmu sekarang." ucap pak Burhan mengakhiri perbincangan di antara mereka. "Baik pak. Saya permisi." pamit gadis itu kemudian. Setelah menutup pintunya kembali Sia langsung di kejutkan oleh sebuah lengan yang dengan seenaknya bertengger di pundaknya. Siapa lagi kalau bukan Gilang. "Ck singkirkan tanganmu Gilang." protes Sia sambil mendorong lengan Gilang dari pundaknya. Gilang hanya tersenyum simpul. "Bagaimana pembicaraan kalian?" tanya pria itu sambil berjalan di sebelah Sia. "Kepo." "Ya gak papa dong. Kepo sama cewek yang ditaksir sendiri." Gilang langsung mendapat pelototan dari Sia. Akhirnya Sia memutuskan untuk menghentikan langkahnya dan menghadapi Gilang. Dirinya perlu menjelaskan hubungan di antara mereka agar tidak ada kesalahpahaman apapun di antara mereka. "Gilang, aku berterima kasih atas pertolonganmu tadi, tapi itu bukan berarti kamu bisa ngeklaim aku sebagai cewek kamu seperti tadi di depan anak-anak. Jadi tolong menjauh dariku dan jangan ganggu aku lagi." "Baiklah, aku tidak akan mengatakannya lagi. Tapi aku tetap tidak bisa menjauh darimu. Bagaimana aku bisa pedekate kepadamu jika aku harus menjauh darimu. Itu akan sulit." balas Gilang. "Gilang, aku... " "Udah iya udah. Sekarang mending kamu nemenin aku makan di kantin. Lapar nih." ucap Gilang sambil menarik tangan gadis itu seenaknya. "Lagi?!" seru gadis itu tidak percaya bahwa Gilang kembali mengajaknya makan setelah semua makanan yang dimakan pria itu di UKS tadi. "Iya lagi. Aku belum makan besar, kau tahu. Sandwich tadi hanya sekadar pemanasan buatku." jawab Gilang. Dan Sia hanya bisa menghela nafasnya heran. Lagi-lagi dirinya terjebak bersama pria itu. Mau menolak seperti apa juga pria itu sepertinya selalu berhasil menemukan cara untuk mendapatkan apa yang dia mau. Akhirnya dengan terpaksa gadis itu menuruti Gilang untuk menemaninya makan. Sebenarnya Sia juga merasa cukup lapar karena itu Sia juga memesan sepotong nasi goreng untuknya sedangkan Gilang sendiri memesan nasi pecel andalan kantin sekolah karena rasanya yang enak, porsi banyak juga sekaligus murah meriah. Terlihat sekali pria itu kelaparan karena memakan dengan begitu lahap. Sedangkan Sia sendiri memilih menikmati makanannya dalam diam. "Pulang sekolah nanti tunggu aku ya." celetuk pria itu. Otomatis Sia menoleh ke arahnya dengan mengangkat kedua alisnya. Memastikan kembali bahwa pendengarannya memang tidak salah. "Apa?" "Pulang sekolah Sia. Aku akan mengantarmu pulang nanti." jelas Gilang di sela-sela makannya. Tidak memerhatikan wajah gadis itu yang berubah menjadi datar. "Tidak perlu." jawab Sia. "Aku tidak peduli. Aku tetap akan mengantarmu." balas Gilang yang masih sibuk dengan makanannya tanpa menoleh ke arah Sia. Hingga dirinya merasa tidak mendapat balasan dari gadis itu barulah Gilang menoleh ke arahnya. Sia tengah menatap Gilang dengan tajam. "Apa?" tanya pria itu kemudian merasa tidak melakukan kesalahan sama sekali. Sia beralih meletakkan sendok dan garpu makannya dan menghadapi Gilang yang sudah mulai seenaknya. "Dengar Gilang. Sebenarnya ada apa dengan kamu? Aku rasa kita gak sedekat itu sampai aku harus menuruti semua kemauan kamu. Kamu gak bisa nyuruh aku seenaknya dan kamu juga gak bisa ganggu aku. Jangan bilang kalo kamu suka aku lagi karena bahkan kita baru saling menyapa untuk pertama kalinya tadi pagi. Apa yang sedang kamu rencanakan sebenarnya ha?" Gilang terdiam sejenak memerhatikan Sia dengan wajah polosnya seakan tidak mengerti apa yang sedang gadis itu bicarakan sebelum dirinya mulai menjawab ucapan gadis itu, "apa menyukai seseorang itu salah?" "Salah." jawab Sia dengan cepat sebelum kembali meralatnya. "Maksudku menyukai seseorang tidak ada salahnya. Tapi dalam kasus kamu, kamu yang tiba-tiba bilang suka ke aku di saat kita bahkan gak pernah saling bicara satu sama lainnya itu sangat aneh, bagiku. Kecuali kamu memang sedang ngerencanain sesuatu. Apa kamu lagi taruhan sama teman-temanmu buat ngerjain aku? Bilang aja sejujurnya, Gilang!" tuduh Sia. Gilang menghembuskan nafasnya jengah sebelum pria itu mengetuk kepala Sia dengan ujung sendoknya. Hal itu sontak membuat Sia mengaduh kesakitan. "Yak apa yang kau lakukan!" protes Sia. "Kau terlalu berlebihan. Aku tidak ada rencana apapun Sia. Aku sudah bilang kan aku tertarik sama kamu. Hanya itu. Sebelumnya aku memang gak pernah ngobrol sama kamu karena emang gak ada waktu yang ngedukung aja. Ayolah, kamu tahu kalo sebelumnya jarak tempat duduk kita itu saling berjauhan bukan dan kamu terlalu pendiam di kelas kita. Dan aku gak pernah merhatiin kamu sedetail yang aku lakukan ini sebelumnya. Sekarang aku pindah tempat duduk di sebelahmu dan aku bisa melihat dengan jelas pesonamu Sia. Karena itu aku tertarik sama kamu. Sekali lagi, hanya itu." jelas panjang lebar dari pria itu. Namun ekspresi yang terlihat di mata Sia masih sama datarnya seperti sebelumnya, membuat Gilang meringis kecil. Biasanya cewek-cewek yang selama ini didekatinya akan memberikan respon yang positif setelah mendengar ucapannya, namun gadis itu malah sebaliknya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD