2.

1000 Words
Pagi ini Sia tengah memasukkan buku-buku pelajarannya ke dalam tas dengan mulut yang sibuk menggigit roti bakarnya dan sesekali mengunyahnya dengan santai. Gadis itu menutup tas ranselnya dan memakainya sebelum kembali mematut dirinya di depan cermin. Rapi seperti biasanya. Gadis itu sudah siap pergi ke sekolahnya. Sia beranjak keluar dari kamarnya dan pergi menuju halte bus. Hari itu berjalan seperti biasa. Banyak siswa-siswi yang juga tengah memasuki gerbang sekolah dengan santai, begitu juga dengan Sia yang baru saja sampai di depan gerbang sekolah. Gadis itu dengan santai melangkah memasuki sekolahnya dan berjalan menuju kelasnya. Sesekali teman kelasnya ikut menyapanya ketika mereka tengah berpapasan. Dan Sia hanya balas memberikan senyuman kecil ke arah mereka. Tiba di kelasnya gadis itu menuju tempat duduknya yang berada di barisan ke dua dari jendela. Gadis itu mnegeluarkan buku pelajaran pertamanya untuk sekedar membaca kembali pelajaran dari bab selanjutnya yang akan di bahas nanti. Tidak menyadari bahwa seseorang tengah memerhatikannya dengan lekat dari seberang gedung. "Hihi Rasya ada di sana!" seru Aska sambil menumpukan dagunya dengan kedua tangan yang berada di atas pagar pembatas atap sekolah. Pria itu sudah berdiri di sana sejak pagi-pagi sekali, memerhatikan tiap orang yang berlalu lalang memasuki gedung sekolah hanya untuk mencari sosok gadis yang bernama Rasya dan dia telah menemukannya. Rasya-nya tengah duduk dengan tenang di dalam salah satu kelas yang telah di kunjunginya semalam. Kini Aska telah menandai tempat itu dalam ingatannya. Aska tidak mengalihkan pandangan matanya sama sekali dari gadis itu hingga tiba-tiba kedatangan seorang pria yang mengambil tempat duduk di sebelah Sia menghalangi arah pandang Aska. Bisa dilihatnya seorang siswa duduk di sebelah gadisnya dan meletakkan tas sekolahnya di atas meja sebelum menindih tas itu dengan kepalanya, tidur. Aska sontak mengerucutkan bibirnya sebal dengan kedatangan pria itu. "Ish mengganggu saja!" gerutu pria itu sambil menghentak-hentakkan kakinya gemas. Sia menegakkan kepalanya sejenak setelah membaca beberapa part penting dalam buku bacaannya. Gadis itu mengalihkan pandangan matanya ke arah luar jendela untuk sekedar menyegarkan matanya dari bacaan berat itu lalu pandangan matanya tidak sengaja menangkap suatu sosok asing yang tengah berdiri di atas atap. Gadis itu sontak memicingkan kedua matanya untuk memfokuskan penglihatannya lagi. Dan sebelum dirinya sempat menyimpulkan apa yang tengah dilihatnya barusan, pria di sebelahnya mengajaknya berbicara dan membuat Sia memutuskan arah pandang matanya kemudian. "Apa yang sedang kau lihat? Kenapa terlihat serius sekali?" tanya pria itu sambil memerhatikan Sia dari atas mejanya. Pria itu tidur menghadap Sia jadi dirinya bisa menyadari gadis itu tengah memerhatikan sesuatu ke arahnya ketika membuka mata. "Apa? Ah itu, aku melihat ..." ucapan Sia langsung terhenti ketika melihat objek dari pandangan matanya telah menghilang. Gadis itu mengedarkan pandangan matanya ke sekitar mencari sosok itu lagi namun tetap tidak enemukannya. Sia menjadi bingung. Siswa itu lalu menegakkan tubuhnya dan mengalihkan pandangan matanya ke arah yang dituju gadis itu. Namun tidak ada objek yang sekiranya bisa menarik atensinya seperti reaksi yang diperlihatkan gadis itu. "Apa? Kau melihat apa?" tanya pria itu lagi semakin penasaran dengan objek yang dilihat gadis di sebelahnya. Sia tersadar kemudian dan lalu menggelengkan kepalanya. "Um tidak. Bukan apa-apa, Gilang." jawab Sia kemudian. Pria yang di panggil Gilang tersebut menoleh kembali ke arahnya. "Tidak ada sesuatu yang menarik, kenapa kau terlihat serius sekali? Atau jangan-jangan kau sedang memerhatikanku ketika tidur tadi?" "Apa? Untuk apa aku melakukan hal itu?" "Haha katakan saja sejujurnya padaku. Kau sedang memerhatikanku bukan? Apa kau tertarik kepadaku, Sia?" goda siswa itu dengan percaya dirinya. Senyum jahil kini terpancar di wajah pria itu yang kini memerhatikan gadis di sebelahnya. "Jangan bicara omong kosong Gilang. Kau bisa membuat yang lain salah paham." tegur gadis itu. Sedangkan Gilang semakin tertarik menggodanya karena Sia yang menanggapi ucapannya dengan serius. "Tidak akan menjadi salah paham jika kau mengakuinya Sia." balas pria itu. "Aku tidak akan mengakuinya Gilang." "Jadi kau benar tertarik padaku ternyata hahaha." "Apa? Tidak! Maksudku aku tidak akan mengakuinya karena aku memang tidak tertarik denganmu, Gilang!" "Kenapa? Aku tampan, kaya, juga pintar. Banyak gadis yang menyukaiku. Sangat tidak mungkin jika kau sedikit pun tidak tertarik kepadaku, bukan." jawab Gilang dengan bangganya. Sia yang mendengar itu hanya bisa menggelengkan kepala merasa konyol jika harus mendebatkan hal tidak penting itu. Yang dilakukan Sia hanya kembali fokus membaca bukunya tidak memedulikan teman kelasnya itu. "Hei Sia, kenapa diam saja? Jawab aku. Kau pasti ada rasa tertarik kepadaku bukan." Sia hanya diam. "Sia..." "Hei Si-aduh! Apa yang kau lakukan?!" seru Gilang sambil mengelus kepalanya yang baru saja di timouk gadis itu dengan buku bacaannya. "Diamlah!" "Ck aku tidak menyangka ternyata kau kasar sekali." gerutu pria itu sambil menatap tajam gadis itu. Dan Sia tetap tidak memedulikannya. Akhirnya Gilang menyerah untuk menggodanya lagi. Pria itu lebih memilih menopang dagunya dengan sebelah tangan, memerhatikan wajah Sia yang sedang serius membaca bukunya dari samping. Kulit putih bersih, alis yang terlihat rapi, mata bulat di sertai hidung kecil yang mancung. Ah jangan lupa bibir penuh yang terlihat merekah. Baru kali ini Gilang memerhatikan dengan detail wajah ayu gadis di sebelahnya mengingat hawa keberadaan Sia yang cukup tipis di banding gadis-gadis lainnya membuat pria itu tidak menyadari pesona yang disembunyikan dari seorang Sia. Terlebih mereka jarang berinteraksi satu sama lainnya. Sia yang menyadari pria itu sedang memerhatikannya kini menjadi risih. Akhirnya Sia menoleh ke arahnya untuk menegur pria itu. "Kenapa lagi?" ketus Sia sengaja menunjukkan ketidaksukaannya terhadap pria itu. Dan Gilang hanya menanggapinya dengan santai. "Tidak ada. Aku hanya baru menyadari ternyata kau terlihat cantik, Sia." ucapan Gilang sontak membuat gadis itu merona malu. Sia yang tidak terbiasa mendengar pujian seperti itu dari teman kelasnya akhirnya memilih kembali membaca bukunya. Melihat Sia yang menjadi canggung semakin membuat Gilang menampilkan seringai kecilnya. Tidak disangkanya bahwa gadis itu cukup polos dengan hal seperti ini. "Haha apa kau malu mendengar pujianku? Kau terlihat seperti anjing galak padahal kenyataannya mirip marmut. Menggemaskan." goda pria itu lagi. Sia kembali mendecakkan lidahnya kesal sambil memberikan tatapan tajam ke arahnya. Dan lalu pak Budi, guru di pelajaran pertama mereka akhirnya tiba memutus kontak mata di antara mereka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD