Tidak terasa waktu telah berlalu selama satu jam pelajaran. Pak Budi menata buku-bukunya yang berserakan di meja gurunya sebelum kemudian melirik ke arah Gilang. Bisa dilihatnya anak didiknya itu baru saja selesai mencatat penjelasannya di buku tulis ketika pak Budi memanggil namanya.
"Gilang." seru pak Budi. Mendengar namanya dipanggil membuat pria itu menoleh seketika.
"Ya pak?" jawab Gilang.
"Ikut dengan saya, Lang. Sekalian bawakan buku-buku ini. Ah kau bisa ajak satu temanmu untuk membantunya membawa buku-buku di meja kantor saya juga. Bisa kan?" Perintah pak Budi kepada Gilang. Mendengar itu membuat Gilang tersenyum kecil lalu kemudian melirik ke arah Sia yang tengah membereskan buku-bukunya ke dalam tas.
"Bisa pak. Saya bisa mengajak Sia untuk menemani saya." jawab Gilang kemudian. Sia langsung menoleh ke arah pria di sebelahnya itu. kedua matanya membola tidak percaya mendengar ucapan Gilang.
"Bagus. Sia tolong bantu Gilang membawa bukunya ya. Ayo sekarang ikut saya kalian berdua!" balas pak Budi.
"Iya pak." jawab gadis itu pada akhirnya.
Bagaimana dirinya bisa menolak perintah dari seorang guru seperti pak Budi. Sia menoleh ke arah Gilang sejenak yang tengah menampilkan senyuman manis ke arahnya dan lalu gadis itu beranjak dari duduknya tanpa kata. Gilang terkekeh kecil melihat respon malas gadis itu sebelum ikut beranjak mengambil buku-buku di atas meja pak Budi dan menyusul mereka berdua.
Mereka berdua sama-sama melangkah beriringan di belakang pak Budi dengan kedua tangan Gilang yang mendekap beberapa buku milik teman-teman sekelasnya. Derap langkah kaki mereka terdengar menggema di sepanjang lorong kelas yang cukup sepi karena jam pelajaran juga masih tersisa tidak lama sebelum pergantian kelas datang. Lalu tiba-tiba secara samar-samar mereka bertiga mendengar suara yang cukup berisik di ujung lorong yang menghadap ke area lapangan sekolah. Suara itu terdengar bersahut-sahutam diiringi suara teriakan beberapa siswi di sana.
"Loh suara apa itu? Kenapa mereka berisik sekali di jam pelajaran seperti ini?" tanya pak Budi kemudian yang lebih bergumam dan bertanya untuknya sendiri. Sedangkan Sia dan Gilang sontak saling pandang dengan raut wajah penuh tanya sebentar merasa heran juga. Tumben sekali kelas yang terletak di urung lorong itu terdengar berisik di saat jam pelajaran seperti ini.
"Ayo cepat kita lihat ada apa di sana!" ajak guru pria paruh baya itu sambil melangkahkan kakinya sedikit lebih cepat. Mau tidak mau Sia dan Gilang juga ikut mempercepat langkah mereka merasa sedikit pemasaran juga dengan apa yang terjadi. Tiba di belokan lorong kelas yang mengarah ke lapangan sekolah barulah mereka bertiga bisa melihat kerumunan siswa-siswi di sana yang terlihat ramai dan berisik memerhatikan sesuatu di depan sana.
"Bu Widi, ada apa ini Bu? Kenapa ramai sekali?" tanya pak Budi yang melihat teman segurunya di antara kerumunan itu.
"Pak Budi! Pak cepat bantu anak-anak itu pak. Ada orang gila yang masuk dan mengamuk di sekolah kita!" pekik Bu Widi sambil menunjuk ke arah lapangan sekolah.
"Apa? Orang gila Bu Widi? Bagaimana bisa orang gila masuk ke sekolah kita ini?" seru pak Budi sambil membulatkan kedua matanya tidak percaya dengan ucapan guru wanita itu.
"Iihh pak Budi ini. Coba lihat baik-baik kalau tidak percaya. Tuh di sana pak Bondan dibantu sama anak-anak cowok yang lain lagi nahan orang gilanya itu pak. Haduh pak ngeri liatnya, orang gilanya kuat banget loh pak." cerocos bu Widi sambil membenarkan letak kaca matanya.
"Masak sih Bu Widi ini? Coba saya lihat sini. Minggir-minggir kasih saya jalan anak-anak yang budiman yah!" ucap pak Budi sambil ikut berdesak-desakkan di antara siswa dan sisi. Mereka yang menyadari kehadiran pak Budi segera memberikan jalan pada salah satu guru favorite mereka itu. Sia dan Gilang yang juga menjadi semakin penasaran ingin melihat apa yang sebenarnya terjadi ikut bergerak di belakang pak Budi hingga mereka bertiga sampai di depan, menyaksikan bagaimana dua siswa sedang menahan pergerakan brutal dari sosok tinggi seorang pria yang memakai baju acak-acakan disertai rambut yang ikal panjang yang juga berantakan hingga menutupi seluruh matanya, dan di lain sisi pak Bondan tengah menahan pergerakan seorang siswa yang terlihat begitu marah dan memaki-maki pria asing itu dengan kasar.
"Berengsek! b*****t lo! Berani-beraninya ngasih ludah di wajah tampan gua, maju sini lo! Dasar orang gila!" maki siswa yang tengah ditahan pak Bondan itu. Tubuhnya berusaha melepaskan diri dari dekapan satpam penjaga sekolah mereka.
"Aduh udah dong mas. Orang gila kayak gitu jangan diladenin nanti makin gak habis-habis masalahnya." bujuk pak Bondan yang mulai kuwalahan menahan pergerakan salah satu siswa itu.
"Enggak bisa gitu dong pak Bondan. Tuh orang udah berani ngeludahin wajah saya. Dia juga udah mukul wajah teman saya juga, tuh lihat, teman saya makin jelek kan mukanya tuh anak pak!" ucap siswa itu sambil menunjuk salah satu temannya yang tengah menahan pria gila di depannya itu. Memang Aska sempat memukul wajah siswa di sebelahnya itu dengan kuat karena merasa kesal di perlakukan dengan kasar dan terlebih lagi mereka berusaha mengusirnya dari sekolah gadisnya, Rasya.
"Astaga, ini beneran ada orang gila yang masuk ke sekolah kita, Bu? Bagaimana bisa?" pekik pak Budi kemudian melihat keributan itu.
"Eh, kenapa kalian hanya berdiam saja di sini?" tanya pak Budi sambil melihat beberapa siswa yang hanya berdiri diam di sebelahnya, hanya menonton pertengkaran di depan sana.
"Takut pak!" seru siswa-siswi di sekitarnya serentak. Sontak pak Budi langsung menepuk jidatnya dan segera pria paruh baya itu beranjak mendekati mereka yang berada di lapangan.
"Hei hei sudah sudah! Jangan bertengkar lagi! Dia ini kan orang gila. Ngapain kamu ladenin orang gila juga, Putra! Bisa ikut gila kamu nanti!" seru pak Budi berusaha meredakan amarah siswanya itu.
Di sisi lain Sia yang berdiri di sebelah Gilang langsung terpaku di tempat dengan raut wajah menegang. Pria itu, bukankah itu pria gila yang pernah bertemu dengannya di sungai waktu itu? Bagaimana bisa dia berada di sekolah ini? Atau jangan-jangan pria gila itu tengah mencarinya selama ini? Pria gila itu benar-benar menguntitnya? Batin Sia berteriak panik seketika. Kedua matanya tidak lepas memerhatikan wajah kaku pria itu meski hanya terlihat setengahnya saja karena kedua mata pria itu yang tertutup rambut.
"Hahaha ada-ada saja. Bisa-bisanya orang gila masuk ke sekolah kita. Bukankah itu terasa lucu, benar kan Sia? Sia?" celetuk Gilang sambil tertawa memerhatikan mereka semua yang tengah berhadapan dengan orang gila tersebut. Hingga dirinya menoleh ke arah gadis di sebelahnya karena tidak mendapat respon dan lalu menyadari reaksi gadis itu yang terlihat begitu tegang.
"Hei Sia? Kenapa kau terlihat tegang sekali?" tanya Gilang sambil menyentuh pundak gadis itu untuk menyadarkannya kembali Sia. Hal itu berhasil membuat Sia berjengit kaget dan menoleh ke arahnya.
"Ha?"
"Aku tanya kau tidak apa-apa Sia? Kenapa tiba-tiba kau terlihat pucat seperti ini?" tanya pria itu sambil meneliti raut wajah gadis di sebelahnya itu.
"A-aku... " ucapan gadis itu langsung terpotong oleh seruan seseorang yang sangat dihindari gadis itu saat ini.
"RASYA!"
Seruan itu terdengar begitu keras di gendang telinga Sia. Dan bagai slow-motion Sia dan juga Gilang sama-sama menoleh ke arah asal seruan itu dan mereka bisa melihat dengan jelas bagaimana pria gila itu mendorong dengan kuat kedua pria yang tengah menahan pergerakannya itu hingga Aska berhasil melepaskan dirinya. Pria itu langsung berlari ke arah Sia dengan senyuman lebarnya lalu tanpa segan menerjang tubuh gadis itu dan mendekap tubuhnya dengan begitu erat. Hal itu membuat semua siswa dan siswi yang berdiri di dekat Sia sontak memekik kencang dan menjauhinya. Terkecuali Gilang yang masih setia di samping gadis itu dengan raut wajah yang terperangah tidak percaya.
"Rasya, Rasya akhirnya Aska bisa ketemu Rasya hahahaha!" seru pria itu sambil menggoyang kecil tubuh Sia dengan gemas. Sia yang awalnya menegang kini langsung merasa panik seketika. Niatnya untuk pergi menjauhi pria itu secara diam-diam telah gagal total dan sekarang pria itu telah menemukannya. Dalam pelukan pria gila itu Sia berusaha bergerak meronta melepaskan dirinya.
"Hentikan! Lepaskan aku, kubilang!" teriak Sia dalam dekapan pria gila itu.
"Tidak mau! Aska mau Rasya. Aska kangen Rasya. Mereka jahat sekali mau mengusir Aska dari tempatnya Rasya." adu Aska kepada Sia dengan menyelundupkan wajahnya di lekukan leher gadis itu.
"Sudah kubilang aku bukan Rasya. Kenapa kau tidak mengerti juga sih! Menjauhlah dariku dan jangan menggangguku lagi. Sadarlah, aku bukan Rasya!" jerit Sia dengan kesal. Tidak henti-hentinya gadis itu meronta melepaskan diri bahkan sampai memukul-mukul tubuh pria di depannya itu dengan brutal. Semua orang yang melihat adegan tersebut benar-benar terperangah tidak percaya. Dan Aska menjadi merasa tidak terima dengan penolakan yang ditunjukkan gadis dalam dekapannya itu. Dicengkramnya dengan kuat kedua lengan Sia dan memberikan tatapan tajam ke arah gadis itu tepat di hadapannya.
"KAMU RASYA! AKU BILANG KAMU RASYA YA RASYA! RASYA NGERTI GAK SIH!" bentak pria itu dengan keras membuat Sia dan siswa di sekitar mereka juga ikut ketakutan. Dengan mulus air mata di kedua pelupuk Sia meluncur jatuh membasahi pipinya mendengar teriakan pria itu. Gadis itu menangis sesenggukan di depan Aska yang marah. Suasana di sekitar mereka menjadi semakin tegang.
"Cup cup kok Rasya nangis. Siapa yang nakal hm? Biar Aska pukul orangnya buat Rasya, ya?" bujuk pria itu kemudian dengan wajah polosnya seakan tidak terjadi apa-apa di antara mereka. Sebelah tangannya melingkari pinggang ramping Sia dengan erat dan sebelah tangannya lagi bergerak menghapus lelehan air mata gadis itu.