bc

Secret (Love) Receipe

book_age16+
239
FOLLOW
1.2K
READ
possessive
family
dominant
drama
sweet
bxg
single daddy
office/work place
secrets
teacher
like
intro-logo
Blurb

"Kalau saya minta Bapak untuk herhenti sekarang, bisa? Sebelum semuanya semakin jauh. Saya nggak mau menyakiti Bapak lebih dalam. Meskipun sekarang belum, tapi cepat atau lambat mungkin hal itu akan terjadi. Sebelum terjadi, lebih baik Bapak berhenti. Karena sejujurnya, saya nggak bisa Pak." Jelas Inez.

"Apa yang buat kamu nggak bisa? Masalah status saya yang seorang Duda? Kamu keberatan dengan hal itu?" Tanya Fawaz yang masih mencoba untuk bersikap tenang. "Atau soal umur?"

"Bukan." Jawab Inez.

"Terus apa?" Tanya Fawaz sedikit menuntut.

chap-preview
Free preview
CHAPTER :: 01
Suara deru mesin kendaraan saling sahut menyahut disepanjang lintas jalanan. Semua sisi jalan terlihat sibuk, padahal matahari belum sepenuhnya menunjukkan sinar. Namun, manusia-manusia sibuk ini sudah harus kembali berjuang untuk hidup dan juga mimpi-mimpinya. Salah satu diantara mereka adalah Inez. Gadis berusia 23 tahun itu terlihat gelisah di atas motor yang menjadi tumpangannya hari ini. "Pak, nggak bisa nyalip ya?" Tanya Inez pada pengendara ojek online-nya itu. "Nggak bisa Neng. Padat banget di depan." Jawab pengendara tersebut. Inez menghembuskan nafasnya gusar. Lima menit lagi, waktu akan menunjukkan pukul tujuh. Harusnya sekarang Inez sudah berada di sekolah. Namun, karena keadaan jalan yang padat di hari Senin ini kemungkinan besar akan membuat Inez terlambat. "Pak, ayok jalan!" Seru Inez saat melihat satu persatu kendaraan di depannya melaju pelan. Tanpa ba-bi-bu, ojek online tersebut pun mulai melajukan motornya kembali. Mencari celah untuk menyalip satu persatu kendaraan di depannya. Setelah berjuang menyalip satu persatu kendaraan tersebut, akhirnya mereka berhasil melewati jalanan padat tadi. Kini jalanan terlihat lebih lenggang, membuat Inez bernafas lega. Sesampainya di halaman sekolah, Inez segera turun dari motor tersebut. Menyerahkan helm berwarna hijau kepada si pengemudi. "Makasih ya Pak!" Ucap Inez sebelum berlalu. "Sama-sama Mbak! Jangan lupa bintang lima ya mbak!" Sahut pengemudi ojek online itu. "Siap Pak!" Jawab Inez. Gadis itu pun segera mengeluarkan handphonenya dari dalam tas. Berjalan menuju ruang guru, sambil memainkan handphonenya. Setelah selesai menjalankan pesan dari pengemudi tadi, Inez mematikan handphonenya. Mempercepat langkahnya menuju ruang guru. Setibanya di sana, Inez menunduk malu karena gadis itu datang terlambat. Di depannya, semua guru sudah duduk rapih di tempatnya masing-masing. Mendengarkan briefing pagi ini dari kepala sekolah. "Assalamualaikum, maaf saya terlambat." Ucap Inez. "Waalaikumsalam, nggak papa. Kita juga baru mulai. Duduk Nez." Jawab kepala sekolah, mewakili lima guru lainnya. Inez pun mengangguk dan berjalan menuju meja kerjanya. Menyimpan tasnya di sana, kemudian duduk di kursinya. "Kita nyantai aja ya, karena semua nya udah lengkap. Bu Inez udah datang. Kita langsung ke intinya aja." Retno memberi jeda. "Oke, sehubungan kegiatan belajar mengajar sudah berlangsung selama 3 bulan. Sesuai dengan program yang sudah kita buat sebelumnya, bahwa setiap 3 bulan sekali kita akan mengadakan kegiatan evaluasi bersama orang tua, tentang bagaimana perkembangan anak-anak mereka selama bersekolah di sini. Sebelum itu, saya ingin tahu siapa saja anak-anak terendah di kelas kalian, dan apa kendalanya?" Tanya Bu Retno, kepala sekolah di sekolah Inez kepada semua guru kelas yang ada di depannya. "Oke, di mulai dari kelas Daisy. Ada?" Lanjutnya bertanya pada Aya, lengkapnya Gayatri Mantari wali kelas kelompok Daisy. Kelompok Daisy ini di isi oleh murid yang berumur 4 sampai 5 tahun. Aya ini tipikal guru yang kalem dan lemah lembut. Maka dari itu, Aya selalu ditempatkan di kelompok Daisy setiap tahunnya. Aya tersenyum ramah. "Sejauh ini, Alhamdullilah tidak ada Bu. Anak-anak juga kondusif. Mereka semua bisa mengikuti pembelajaran dengan baik. Ya, sesekali ada yang tertinggal tapi bisa dengan cepat menyusul teman-temannya." Jelas Aya. Retno menganggukkan kepalanya. "Ya, kelas Daisy tahun ini nggak berat. Saya lihat juga anak-anaknya sudah mandiri, dibandingkan tahun lalu. Mereka nggak rewel pas ditinggal orang tuanya. Hebat!" Ucap Bu Retno. "Oke, kelas Aster. Bu Tata gimana? Ada nggak?" Bu Tata, atau lengkapnya Prita Dwi Nugraha ini menjadi wali kelas kelompok Aster. Berbeda dengan Kelompok Daisy, kelompok Aster ini di isi oleh murid berusia 5 sampai 6 tahun. "Kalau terendah banget nggak ada sih Bu. Normal-normal aja. Cuma ada satu murid yang nguji banget Bu. Nggak bisa diam, ganggu temannya terus. Di bilangin kadang suka nggak nurut, sampai bingung saya harus ngapain." Jelas Bu Tata. Bu Tata ini memang sedikit cerewet dibandingkan guru yang lainnya. Pembawaannya pun selalu ceria, sehingga membuat anak-anak dan rekan guru yang lainnya merasa senang ada di sekitar Tata. "Nama anaknya siapa, Bu?" Tanya Retno. "Rayyan Bu. Pokoknya nggak bisa diam.. banget. Dikasih kegiatan, paling beberapa menit anteng, nggak lama gitu lagi. Tapi sekarang-sekarang udah mulai bisa diajak kerja sama sih, kalau dia gitu saya langsung sedikit ngancam. Bawa-bawa nama ibu. Dan dia takut. Nggak papa kan Bu?" Retno menggeleng. "Nggak papa. Asal jangan main fisik. Itu yang haram. Tapi dia bisa ngikutin pembelajaran nggak? Atau malah mental semua pembelajarannya?" "Nah kelebihannya Rayyan itu gitu Bu! Dia suka bercanda tapi otaknya pintar. Saya juga nggak nyangka, diam-diam ini anak ternyata suka ngedengerin juga walaupun banyak..banget tingkahnya. Itu nilai plus Rayyan Bu." "Oh bagus kalau gitu! Berarti kendalanya Rayyan ini cuma kadang suka nggak kondusif aja kan? Sisanya aman-aman aja. Kalau dia mulai bertingkah aneh-aneh lagi bawa aja nama saya. Nggak papa. Guru-guru yang lain juga kalau ada anak yang kaya gitu, bawa nama saya aja. Nggak papa kita sedikit tegasin , asal tadi jangan sampai main fisik. Saya nggak mau sampai ada kasus kaya gitu." Jelas Retno sambil sedikit memberikan wejangan kepada guru-guru yang ada di depannya. "Oke, selanjutnya kelas Acacia. Bu Sera, bagaimana?" Ziesera Amarillys, tepatnya Sera langsung menatap Retno lugu. "Iya kenapa Bu?" Tanya Sera polos. Retno yang sudah hafal akan tingkah laku anak buahnya itu, menggelengkan kepalanya. Begitupun dengan rekannya yang lain. "Aduuhh Bu Sera, lemotnya nggak ilang-ilang juga ini. Gimana kelas, aman Bu?" Tanya Retno gemas. Sera menganggukkan kepalanya. "Aman kok Bu." Jawab Sera. Sera ini memang agak sedikit lemot. Tapi tenang, sikap lemotnya ini tidak berlaku pada saat mengajar. Justru, saat mengajar Sera terlihat lebih aktif dan sifat lugu dan polosnya ini cocok saat berinteraksi dengan anak-anak. "Nggak ada masalah? Anak-anak bisa mengikuti semua pembelajaran dengan baik kan?" Tanya Reni lagi. Sera menganggukkan kepalanya lagi. "Bisa Bu. Aman. Tanya aja Bu Inez. Iya kan Bu?" Jawab dan Tanya Sera pada Inez. Inez yang menjadi sasaran dari pertanyaan Sera, mengangguk. "Aman Bu. Lemot-lemot gini, kalau udah berhadapan sama anak, langsung ilang lemotnya Bu." Jawab Inez diselingi candaannya. "Tuh kan Bu, aman kok." Sahut Sera. "Saya percaya Sera. Oke terakhir kelas Lily. Gimana Bu Inez, aman?" Tanya Retno pada Inez. Inez mengangguk. "Untuk kelas sendiri sejauh ini kondusif Bu. Anak-anak yang aktif masih bisa diatasi. Tapi, ada satu anak yang.. pendiam. Saya amati setiap hari, sepertinya Anak ini maaf, sedikit mengalami keterlambatan dalam perkembangannya. Seperti, berbicaranya yang belum fasih jika dibandingkan dengan teman-temannya yang lain. Selain itu, Ananda pun masih kesulitan untuk memahami informasi atau perintah yang saya berikan. Dan untuk perkembangan fisik motoriknya pun masih perlu pendampingan yang intens. Ananda masih kesulitan untuk memegang pensil dan juga gunting." Jelas Inez. Sama seperti Aya, Inez dan Sera ini mengajar untuk anak-anak usia 5 sampai 6 tahun. "Nama anaknya siapa Bu?" Tanya Retno yang sedari tadi menyimak penjelasan dari Inez. "Zanna Bu." Jawab Inez lugas. Retno tampak berpikir sejenak. "Anaknya Chef itu, bukan?" Tanya Retno. Inez menggelengkan kepalanya. "Kurang tahu Bu. Cuma memang yang suka nganterin Zanna ini Ayahnya. Saya jarang tegur sapa juga sama beliau. Jadi belum terlalu tahu." Jelas Inez. "Iya, itu Ayahnya Zanna. Beliau orang tua tunggal. Saat Ayahnya mendaftarkan Zanna beliau sempat cerita sedikit tentang latar belakang keluarganya. Zanna di tinggal oleh ibunya tepat saat anak itu dilahirkan. Zanna hanya hidup bersama Ayahnya dan juga pengasuhnya." Inez yang mendengarkan penjelasan dari Retno, hatinya sedikit teriris. Membayangkan bagaimana hidup Zanna tanpa seorang ibu di sampingnya. Apalagi diusianya saat ini, yang sangat membutuhkan figure seorang Ibu. "Untuk perkembangan tentang Zanna secara lengkap, nanti Bu Inez bisa tanyakan langsung. Jikapun memang Zanna mengalami keterlambatan dan membutuhkan pendampingan yang khusus, nanti kita diskusikan kembali, baiknya bagaimana. Yang terpenting saat ini, kita lakukan konfirmasi terlebih dahulu pada orang tua Zanna. Khawatir, jika kita mengambil langkah tanpa mengomunikasikan dengan orang tuanya, kita salah dan takut membuat orang tua Zanna malah tersinggung nantinya. Gimana Bu Inez, setuju?" "Baik Bu, saya setuju." "Oke, karena waktu sudah hampir jam 8, sebelum saya tutup kegiatan pagi ini saya ingin kalian mempersiapkan lembar evaluasi untuk setiap anak. Lembar ini akan kalian gunakan sebagai bahan untuk kegiatan evaluasi bersama orang tua nanti dan agar bisa saya teliti lebih lanjut." *** Semua guru kelas sudah berbaris rapih di halaman sekolah. Menyambut kedatangan manusia kecil nan lucu yang sedang berlarian ke arah mereka. Memberikan salam dengan hormat, tidak lupa mencium punggung tangan gurunya satu persatu. "Assalamualaikum Bu Guru.." "Selamat Pagi Bu Guru.." Sapaan-sapaan hangat menyambut pagi mereka. Senyuman manis menambah keceriaan pagi ini. Inez, Aya, Tata dan Sera membalas sambutan-sambutan kecil itu dengan sapaan dan senyuman yang lembut. "Pagi Bu Inez.." sapa seorang anak bernama Dzaky, sambil mencium punggung tangannya. "Pagi juga Dzaky." Jawab Inez. "Selamat pagi Bu Guru semua." Sapa Wanita yang berdiri di samping Dzaky. "Selamat pagi juga Bunda.." balas Inez dan rekannya yang lain dengan hangat. Wanita yang merupakan orang tua dari Dzaky itu terlihat melangkahkan kakinya mendekat ke arah Inez. "Oh iya Bu Inez, nanti saya titip Dzaky dulu ya. Saya agak telat nanti jemputnya, ada rapat di kantor. Di rumah juga Mbaknya lagi pulang kampung, jadi nggak ada yang nemenin. Nanti InsyaAllah saya jemput Dzaky jam 12 siang. Nggak papa kan?" Inez memasang senyumnya. "Tidak apa-apa Bunda." Jawab Inez. "Maaf ya Bu, saya jadi merepotkan ibu. Terimakasih juga Bu atas pengertiannya." "Iya sama-sama Bunda." "Yaudah, kalau begitu saya pamit ya. Saya titip Dzaky." Pamit Bunda Dzaky. "Dzaky, Mama berangkat kerja dulu ya. Dzaky harus jadi anak baik hari ini. Oke?" Lanjutnya sambil menatap anak laki-lakinya itu. Dzaky yang kini sudah berdiri di samping Inez, menganggukkan kepalanya. "Siap Mama!" Jawab Dzaky. "Anak hebat! Kalau begitu Mama berangkatnya, Dah.." "Dah.." Dzaky membalas lambaian tangan Mamanya sampai Mamanya menghilang di balik pintu mobil. "Dzaky, sekarang ke kelas ya. Sepatunya jangan lupa taruh di rak yang rapih, oke?" Perintah Inez lembut. "Siap Bu Guru!" Balas Dzaky kemudian pergi menuju kelasnya yang masih bisa dipantau langsung oleh Inez dari sini. Satu persatu anak-anak mulai berdatangan. Lapangan bermain terlihat semakin ramai. Di sekolah ini, anak-anak sudah tidak di dampingi oleh orang tua. Orang tua hanya bertugas mengantar dan menjemput mereka. Secara tidak langsung, karakter mandiri dalam diri mereka mulai terbentuk. "Assalamualaikum Zanna.." sapa Inez saat melihat anak didiknya datang menghampiri mereka seorang diri. Namun, Inez masih bisa melihat Ayah anak tersebut memantaunya dari dalam mobil. "Waalaikumsalam Bu.." cicit Zanna pelan. "Zanna masuk kelas ya? Teman-teman yang lain sudah datang. Jangan lupa, sepatunya simpan di rak. Zanna bisa, buka sepatu sendiri?" Zanna menatap Inez bingung. Inez yang paham dengan kondisi Zanna hanya bisa tersenyum. "Zanna ikut, Bu Guru yuk! Kita ke kelas." Ajak Inez menggandeng tangan Zanna. "Aku ke kelas dulu ya, antar Zanna sebentar." Pamit Inez yang langsung diangguki oleh ketiga temannya. Inez dan Zanna pun berjalan berdampingan. "Zanna, bisa buka sepatu sendiri?" Tanya Inez. Zanna mengangguk tanpa menjawab sepatah katapun. Gadis kecil itu sedikit membungkuk, berusaha melepaskan sepatunya sendiri. Dari dekat, Inez memperhatikan Zanna. Melihat Zanna yang kesulitan membuka sepatunya sendiri, Inez pun berlutut di depan Zanna. "Susah ya? Bu guru bantu, ya?" Izin Inez yang diangguki langsung oleh Zanna. "Makasih Bu Guru." "Sama-sama. Sekarang, Zanna masuk kelas. Sebentar lagi kita masuk. Oke?"

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
19.2K
bc

Tentang Cinta Kita

read
202.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
219.2K
bc

My Secret Little Wife

read
115.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
4.7K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
16.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook