When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Your cookies settings
Strictly cookie settingsAlways Active
ic_arrow_left
Story By diary.shalcyon
diary.shalcyon
102Followers
3.4KREAD
ABOUTquote
diaryshalcyon, diary yang tenang dan damai. Dibalik nama ini pun aku selipkan sedikit namaku, yaitu Risy. Kalian bisa panggil aku, Risy. Jangan canggung. Kita bisa berteman akrab, kok. Hehehe..
.
IG : diary.shalcyon (jangan lupa di follow ya! ❤️)
"Kalau saya minta Bapak untuk herhenti sekarang, bisa? Sebelum semuanya semakin jauh. Saya nggak mau menyakiti Bapak lebih dalam. Meskipun sekarang belum, tapi cepat atau lambat mungkin hal itu akan terjadi. Sebelum terjadi, lebih baik Bapak berhenti. Karena sejujurnya, saya nggak bisa Pak." Jelas Inez.
"Apa yang buat kamu nggak bisa? Masalah status saya yang seorang Duda? Kamu keberatan dengan hal itu?" Tanya Fawaz yang masih mencoba untuk bersikap tenang. "Atau soal umur?"
"Bukan." Jawab Inez.
"Terus apa?" Tanya Fawaz sedikit menuntut.
"Apa?" tanya laki-laki itu dengan wajah yang super duper menyebalkan untuk dilihat oleh Vanya.
"Lo nggak ada perasaan bersalah gitu sama gue setelah lo buat gue jatuh?" ucap Vanya kesal.
"Hah? Nggak ada. Lo jatuh kan karena lo nya aja yang nggak lihat jalan. Udah tahu badan lo kecil, pendek lagi. Tapi sok-sok an bawa buku bertumpuk gitu." Ucap Ardan dengan nada yang meremehkan.
***
"Jadi gini, awal bulan depan nanti akan ada perlombaan Taekwondo Nasional yang akan diadakan di Kota Bogor. Untuk teknisnya, selama satu bulan sebelum lomba para atlet akan di karantina terlebih dahulu untuk masa pelatihan dan persiapan di hari H nanti. Kalian Bapak panggil untuk mewakili sekolah kita. Bagaimana kalian siap?”
"Baik Pak, kalau begitu InsyaAllah kami siap. Iya kan Ar? "
***
Perlombaan yang akhirnya membawa mereka berdua menuju sebuah perasaan asing yang seharusnya tidak mereka miliki. Membuat mereka berada pada dua pilihan. Akankah mereka memaksakan untuk tetap bersama atau berpisah demi menjaga hati seseorang yang harus mereka jaga?
Azka Nampak ragu-ragu. Namun, setelah dipikir-pikir lagi. Mungkin ini kesempatan untuknya agar bisa melanjutkan study nya sesuai impiannya. "Yaudah Pak. Saya terima. Saya akan berusaha untuk membuat Azkia menjadi seorang yang baik." Ucap Azka.
***
"Maksud Pak Reno apa sih? Sampai ngancam gue kaya gini? Dikira dia, gue bakal takut? Kalau gue nggak naik kelas. Gampang! Gue tinggal pindah aja."
"Percuma! Pak Reno itu nggak pernah main-main. Kamu nggak mungkin bisa pindah gitu aja. Pak Reno udah nyiapin semuanya. Pak Reno udah lapor kepala sekolah. Kalau kamu tidak akan bisa pindah sekolah sebelum kamu berubah." Jelas Azka.
Azkia mengacak-ngacak rambutnya frustasi. "Yaudah! Gue terima. Jadi apa yang harus gue lakuin?" Tanya Azkia pasrah.