dr. Zera Dirgantara

1227 Words
Ponsel Kenzi kembali bergetar di atas meja, kali ini bukan dari Bunga, melainkan dari Dita, ibunya. Kenzi menatap layar ponselnya dengan sedikit keraguan. Hatinya berdebar, memikirkan apakah ia siap mendengar apa yang akan dikatakan ibunya. Namun, perasaan takut kalau ini adalah panggilan penting membuatnya tak punya pilihan lain selain mengangkatnya. Setelah beberapa detik, Kenzi akhirnya menggeser layar dan menjawab panggilan itu, "Halo, Bu?" Suara Dita terdengar tegas di seberang sana, "Kenzi, kamu bisa datang ke rumah nanti?" Kenzi sedikit tegang mendengar nada ibunya. Ia tahu, jika ibunya meminta berbicara secara langsung, pasti ada sesuatu yang serius. Dengan cepat ia menjawab, "Iya, Bu. Aku akan langsung ke rumah setelah pulang dari kantor." Tanpa penjelasan lebih lanjut, Dita mengakhiri panggilan dengan singkat, "Baik. Ibu tunggu." Kenzi menatap ponselnya setelah panggilan berakhir, merasa semakin tertekan. Ia mencoba meraba-raba apa yang akan dibahas ibunya nanti. Apakah ibunya tahu tentang kepergian Shakira? Atau ada hal lain yang membuat Dita ingin bicara? Ia menghela napas panjang, merasakan beban semakin berat di pundaknya. "Semakin rumit saja semuanya," pikirnya. Di tempat lain, Shakira terbangun dengan perlahan, matanya masih terasa berat. Saat ia mengerjapkan mata, ia menyadari bahwa kepalanya bersandar di bahu lelaki yang duduk di sampingnya. Kaget, ia langsung terbangun dan menjauh sedikit, wajahnya memerah. "Oh, maaf! Aku tidak sengaja...," ujarnya dengan nada panik, berusaha merapikan posisinya di kursi. Lelaki itu menoleh ke arah Shakira dan tersenyum lembut. "Tidak apa-apa. Tidak perlu merasa canggung," jawabnya dengan suara yang tenang. Shakira merasa semakin canggung, mencoba mengalihkan pandangannya ke luar jendela bus. Ia merasa malu karena sudah bersandar tanpa sadar dan kini harus menghadapi lelaki yang tampak keren di sampingnya. "Eh, terima kasih ya...," Shakira melanjutkan, berusaha mengubah suasana. "Aku agak mengantuk, jadi mungkin aku tidak sadar." Lelaki itu mengangguk sambil tersenyum, "Iya, perjalanan ini memang cukup panjang. Jadi wajar saja kalau kamu merasa lelah." Shakira mengangguk, tetapi di dalam hati, ia merasa bingung dan sedikit salah tingkah. Membayangkan bahwa ia telah bersandar di bahu orang yang baru saja ia temui membuatnya merasa aneh. Ia mencoba untuk kembali fokus pada pemandangan di luar, berusaha mengabaikan rasa canggung yang menyelimuti antara mereka. Setelah momen canggung itu, bis melanjutkan perjalanan dalam keheningan. Shakira mengalihkan perhatian ke luar jendela, melihat pemandangan hijau yang melintasi dengan cepat. Meskipun suasana menjadi hening, pikiran Shakira terus melayang. Ia tak bisa memungkiri bahwa lelaki di sampingnya terlihat baik dan ramah. Dari sudut matanya, ia mencuri pandang sesekali, memperhatikan bagaimana lelaki itu tampak sibuk dengan ponselnya, sesekali tersenyum atau tertawa kecil pada sesuatu yang terlihat menghibur. Shakira merasa aneh, perasaan bersalah dan canggung masih menyelimuti dirinya. Namun, di satu sisi, ia merasa senang karena lelaki itu tidak mempermasalahkan insiden tadi. Dia tidak terlihat menilai atau merasa terganggu oleh kehadirannya. Di dalam hati, Shakira berharap lelaki itu tidak menganggapnya aneh atau bodoh. Dia juga merasa sedikit nyaman, meskipun mereka tidak berbicara. Sebuah kehangatan menyelimuti hatinya ketika dia membayangkan betapa menawannya jika mereka bisa berbincang-bincang dengan lebih akrab. Namun, saat ini, dia memilih untuk menghargai kesunyian, sambil berusaha menenangkan pikirannya yang berlarian ke mana-mana. Tak lama setelah momen hening itu, bis berhenti di tepi jalan. Suara pintu bus yang terbuka membuat Shakira tersentak dari lamunan. Lelaki di sampingnya berdiri dan menoleh ke arahnya. “Sampai jumpa lagi, nona,” katanya dengan senyuman ramah. Shakira hanya bisa mengangguk, merasakan campuran rasa senang dan sedih saat lelaki itu bersiap untuk pergi. Ia menyaksikan lelaki itu melangkah keluar dari bis, tubuhnya terlihat tegap dan percaya diri. Dengan cepat, Shakira menatapnya saat ia berjalan menjauh, dan tidak bisa menahan rasa ingin tahunya ketika lelaki itu memasuki sebuah klinik yang terletak tidak jauh dari terminal. Pintu klinik itu berwarna hijau dan terhias dengan beberapa tanaman hias yang menambah kesan sejuk. Shakira merasa ada sesuatu yang mengganjal dalam pikirannya. Lelaki itu tampak baik dan terlihat profesional, tetapi ia tidak sempat menanyakan namanya atau apa pun tentang dirinya. Dalam hati, ia berharap dapat bertemu lagi di lain waktu, meskipun ia tahu saat ini adalah waktu untuk memulai hidup baru dan menjauh dari segala yang telah berlalu. Ketika bus itu melanjutkan perjalanan, Shakira kembali ke pikirannya, terfokus pada rencana yang harus ia jalani. Namun, bayangan lelaki itu tetap tersimpan di sudut hatinya, mengingatkannya bahwa terkadang, pertemuan tak terduga bisa menjadi awal dari sesuatu yang baru. Di sisi lain lelaki itu masuk klinik dan seorang perawat laki-laki menghampirinya, “selamat sore dokter. Pasien sudah menunggu Anda di ruangan.” Lelaki itu mengangguk. Lalu tak lama kemudian lelaki itu masuk ke sebuah ruangan, dipinti tertera nama, “dr. Zera Dirgantara.” Di bis, setelah lelaki itu pergi, Shakira meraih ponselnya dengan cepat. Ia merasa perlu segera mencari tempat tinggal, terutama karena ia tidak memiliki keluarga di sini. Jari-jarinya bergerak lincah di layar ponsel, mengetik “kost atau kontrakan dekat tempat wisata Puncak” sambil berharap ada banyak pilihan yang tersedia. Setelah beberapa saat menjelajah, ia menemukan beberapa daftar kost-kostan yang menarik. Beberapa di antaranya terletak dekat dengan restoran dan tempat wisata, lengkap dengan foto-foto kamar yang terlihat nyaman dan bersih. Hatinya berdebar-debar saat melihat tempat-tempat tersebut, membayangkan bagaimana rasanya tinggal di tempat baru yang lebih baik. Shakira menghubungi salah satu pemilik kost yang terlihat menjanjikan, menanyakan ketersediaan kamar. Ia berharap mendapatkan jawaban yang positif. "Semoga saja bisa dapat tempat!" gumamnya penuh harap. Setelah mendapatkan jawaban yang menggembirakan, ia melihat bahwa bus yang ditumpanginya masih melaju di jalur yang sesuai dengan petunjuk yang didapatkan. Ketika mendekati lokasi kost, Shakira merasa semakin bersemangat. “Pak, saya berhenti di depan,” Shakira meminta sopir dengan nada antusias. Sopir bus mengangguk dan mulai mengurangi kecepatan. Shakira bisa melihat papan nama kost yang dituju di sebelah jalan. Dengan perasaan campur aduk antara cemas dan bersemangat, ia bersiap untuk turun. Saat bus berhenti, Shakira melangkah keluar dan merasakan angin segar Puncak yang menyejukkan. Ia menghela napas dalam-dalam, bersyukur telah sampai di tempat baru ini. Meskipun perjalanan barunya masih panjang, ia merasa yakin bahwa keputusan untuk mencari kehidupan yang lebih baik adalah langkah yang tepat. Shakira melangkah cepat menuju kost-kostan yang sudah ia lihat di internet. Begitu tiba di lokasi, ia merasa lega melihat bangunan yang bersih dan terawat. Tanpa membuang waktu, ia masuk ke dalam dan disambut oleh pemilik kost yang ramah. Setelah berbincang singkat dan meninjau kamar, Shakira segera memutuskan untuk mengambil salah satu kamar yang ada. Ia membayar uang muka dan merasa bersyukur karena menemukan tempat tinggal yang dekat dengan tempat wisata, memudahkan akses untuk mencari pekerjaan. Begitu berada di dalam kamarnya, Shakira menghempaskan tubuhnya ke kasur yang empuk. Ia menutup mata sejenak, mencoba menenangkan pikirannya yang penuh dengan harapan dan kecemasan. “Aku harus segera mendapatkan pekerjaan,” bisiknya pada diri sendiri. Dengan tekad baru, Shakira mulai merencanakan langkah selanjutnya. Ia berjanji akan mencari lowongan pekerjaan di kafe atau restoran di sekitar, tempat yang ia pikir cocok untuknya. Meski baru saja pindah, ia merasa optimis. Sambil menatap langit-langit kamar, Shakira membayangkan masa depannya yang lebih baik, jauh dari kehidupan lamanya yang penuh masalah. Ia tersenyum, merasakan semangat baru mengalir dalam dirinya. “Ini adalah awal yang baru,” ucapnya pelan, sebelum akhirnya terlelap dalam tidur yang nyenyak. Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Shakira membuka matanya secara perlahan dan membuka pintu. Saat pintu terbuka, Shakira kaget, lelaki yang duduk disamping Shakira di bis berdiri tepat di depan kost Shakira. “Loh, kamu kemari? Dari mana kamu tahu aku tinggal di sini?” Lelaki itu pun tersenyum dan itu membuat Shakira bingung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD