Parmi tidak bisa memejamkan mata, padahal sudah pukul sebelas malam. Hanya berbolak-balik di ranjang single ditemani deru suara kipas angin yang mengarah ke dinding. Hatinya masih diliputi resah dan sedikit berdebar. Mimpi apa ia kemarin?sehingga majikan ingin menjadikan ia menantu di rumah keluarga ini. Sebenarnya ada rasa senang di sudut hatinya, namun ada rasa tak percaya diri juga. Parmi menggigit bibir bawahnya, ia harus memberikan jawaban dua hari dari sekarang. Apa yang harus ia lakukan? Ia sendiri bingung.
Sambil menunggu masker wajahnya kering, Parmi terus saja memikirkan lamaran Bu Rasti tadi untuk dirinya.
"Masa sih, tuan Anton mau sama saya!"
"Ck. Emang sih. Mana ada cewe normal mau nikah sama duda budeg gitu?"
"Ck, masa harus duda budeg sih, saya yang ngga normal dong kalau gitu!" Parmi menggaruk rambutnya kesal. Dia tahu dia lemot, tapi masa harus punya suami budeg. Gimana nanti kalau dari telinga Anton cairan?uuueekk... Parmi bergidik memikirkan hal tersebut.
****
Di kamarnya, Anton juga memikirkan hal yang sama, tidak bisa tidur karena ucapan mamanya saat sehabis sholat magrib tadi.
Sebenarnya berat untuknya memperistri, Parmi. Selain ia belum adarasa cinta, Parmi juga, menurutnya sangat jauh di bawah standar kriteria dirinya. Kulit coklat, mata belok, ngasal, lemot , budeg pula. Kelebihannya hanya satu, bentuk tubuhnya sintal persis Bulan, apalagi jika dilihat dari belakang. Anton sangat yakin, Parmi wanita subur. Eh ya ada lagi, masakannya enak, meskipun belum bisa menandingi masakan Bulan. Serta kemampuan beberes rumahnya patut diacungi jempol.
Anton duduk bersandar di kepala ranjangnya. Sebaiknya aku terima saja rencana mama ini, saat Parmi hamil kemudian melahirkan, maka aku akan menceraikannya. Karena mama hanya butuh cucukan, bukan menantu. Anton bermonolog. Gimana caranya nanti itu bikin anak? Anton menepuk keningnya cukup keras, serasa otak S2 nya tidak sanggup berpikir, bagaimana menjalani pernikahan kelak dengan Parmi? Bukannya ia membenci Parmi hanya saja ia tidak cinta dan Parmi bukanlah seleranya dia.
Tapi, Anton sudah memutuskan, ia akan menikahi Parmi dan memberikan cucu untuk mamanya.
Suasana rumah sudah sangat sepi, lampu juga semua padam. Tersisa lampu kamar mandi belakang yang masih menyala tidak terlalu terang. Parmi keluar dari kamarnya, bermaksud mau minum di dapur dan membersihkan masker di wajahnya, di kamar mandi belakang. Karena dirasa sudah sepi dan pada tidur, Parmi keluar hanya memakai daster tanpa lengan serta berukuran pendek. Rambutnya ia biarkan tergerai. Walaupun gelap-gelapan, Ia mengambil gelas di rak dengan mudah, lalu memencet air di dalam dispenser, mengarahkan pada gelasnya. Setelah dirasa cukup penuh, Parmi memegang gelas, lalu berbalik badan.
"SE...SE...SETAAAN...!!" teriak Anton dengan kencangnya, saat melihat sosok berambut panjang dengan wajah putih, melotot ke arahnya.
"A'udzubillahi minassyaithonirrojim, Allahu laa...ilaa ha illa huwal hayyul qoyyum..." Anton komat kamit membaca ayat kursi, sambil mundur gemetar, tangannya meraba dinding untuk mencari saklar lampu.
Ckliik...
Lampu besar dapur menyala. Parmi masih berdiri mematung di depan Anton yang masih gemetar. Parmi tidak mengeluarkan sepatah katapun.
"Kamu...Parmi!"
"Saya kirain setan!"
"Hhhhemmmmm... Hhmmeemm..." Parmi mengoceh dengan gumaman. Ia tidak ingin hasil maskernya keriput, jadi ia menahan kekesalannya dengan melotot ke arah Anton, lalu berbalik badan menuju kamar mandi. Anton terdiam melihat Parmi berjalan ke arah kamar mandi.
Ya Allah dari belakang mirip banget Bulan. Anton bergumam, dengan mata masih terkesima. Saat Anton akan berbalik badan masuk ke kamarnya, Parmi keluar dari kamar mandi. Dengan wajah sudah bersih, tampak basah di bagian leher dan bajunya. Anton yang berbalik badan melihat Parmi, seketika menelan salivanya.
"Saya bukan setan, saya Parmi!" ucap Parmi sambil mengerucutkan bibirnya.
"Iya, maaf. Habis kamu gelap-gelapan pake masker gitu, jadi saya kaget!" sahut Anton sambil membuang pandangan. Takut khilaf, belum resmi jangan sampe dicolek dulu.
"Kamu ga boleh keluar kamar dengan pakaian begitu, tidak sopan!" ucap Anton tanpa melihat Parmi, mata Anton menatap kulkas di depannya.
"Aneh, kebangetan pinter, malah ngomong sama kulkas." celetuk Parmi sambil mencibir.
"Saya bukan ngomong sama kulkas, saya ngomong sama kamu!" kali ini mata Anton beralih ke meja makan.
"Hahaha...sekarang malah ngomong sama meja!" celetuk Parmi lagi sambil terbahak.
Anton meremas rambutnya kasar. "Saya bicara sama kamu, Parmi!" Anton sedikit menekan pada suaranya. Matanya kini lurus menatap Parmi.
"Gitu dong, kalau bicara sama saya, ya saya diliat, mumpung saya lagi seksi!" Parmi mengangkat tangannya dengan pose ketiaknya terpampang di depan Anton. Ketiak itu terbulu semak belukar. Anton sampai susah menelan salivanya, duh bukannya nafsu malah ngeri.
"Udah,udah. Turunin tangannya!"
Parmi menurunkan tangannya, lalu mengambil gelas di atas meja, yang berdekatan dengan Anton.
"Permisi, tuan! Saya mau kembali ke kamar."
"Eh, kamu belum jawab tadi, saya bilang kamu jangan pake pakaian begitu keluar kamar, di rumah ini lelaki dewasa semua. Lagian itu aurat, saya jengah liatnya."
"Siapa yang bilang di rumah ini ada anak kecil? tuan aneh!"
"Duh, kamu mah jawab terus kalau aku bilangin."
"Intinya, jangan pake pakaian terbuka saat kamu keluar kamar."
"Iya, lagian nanti juga tuan liat saya telajang, anggap aja ini bonus." sahut Parmi asal, sambil berjalan ke kamarnya.
"Parmi!" panggil Anton lagi. Parmi tak menyahut, apalagi menoleh.
"Ya Allah, budeg banget sih!"
"Parmi!" kali ini dengan suara kencang. Parmi masih tak mendengar, tangannya sudah berada pada engsel pintu.
"Parmi sayang!" suara Anton lembut dibuat-buat.
"Ck, apa lagi sih tuan?" tanya Parmi sambil berbalik menatap Anton. Namun Parmi tak mendengar kata sayang yang diucapkan Anton.
"Maksudnya, kamu... bersedia... jadi istri saya?" tanya Anton sambil tergagap.
"Iya, saya mau. Tapi ada syaratnya."
"Kok pake syarat, emang apa syaratnya?"
"Obatin dulu kuping tuan!"
****