Bab 31

943 Words
1 April 2016 Ian Ada sesuatu yang mengusik Ian selama beberapa hari terakhir. Sementara itu ucapan Amy terus terngiang di kepalanya, tentang bagaimana Ian menjalani kehidupannya dan berusaha untuk terlihat senormal mungkin. Mungkin kau hanya berusaha melawan keyakinanmu dan hidup senormal mungkin. Kau pikir itu berhasil, tapi bagian dari dirimu yang paling dalam terus berteriak bahwa semua itu tidak terasa normal. Kau hanya berusaha menjalani kehidupan orang lain - seseorang yang kau segani. Tidak perlu berkecil hati, kita semua melakukannya: berusaha untuk dapat terlihat normal itu menenangkan. Ian hendak membantah pernyataan itu dengan berpikir bahwa ia mencintai kehidupannya dan pilihan untuk melangkah ke dalam pernikahan bersama Nicole merupakan keputusan terbaik yang pernah ia buat dalam hidupnya. Tapi Ian hanya akan membohongi dirinya kalau ia mengatakan semua itu. Ada satu bagian dalam dirinya – bagian yang enggan ia akui keberadaannya - yang mengatakan bahwa apa yang disampaikan Amy benar. Mereka semua – tidak terkecuali Ian – hanya berusaha untuk dapat terlihat normal. Ia telah menyembunyikan jati dirinya serapat mungkin dan tidak pernah mengizinkan siapapun untuk melihat sisi itu. Tapi Ian juga bukannya seorang pengecut, hanya saja Ian menyakini bahwa selama ini ia sudah berhasil memalsukan segalanya. Ia terlalu naif kalau berpikir sesuatu yang dibentuk dengan pondasi berupa ketakutan akan bertahan dalam waktu lama. Buktinya hari itu Ian tidak bisa berhenti memikirkan Amy, dan tiba-tiba muncul pertanyaan-pertanyaan kosong tentang bagaimana cara agar ia dapat keluar dari situasi itu. Ian menyukai Nicole – tapi suka dan cinta adalah dua hal yang berbeda. Ian mencintai sesuatu hanya ketika ia menjalin ikatan emosional dengan hal itu. Sedangkan apa yang dimilikinya dengan Nicole adalah sesuatu yang jauh berbeda. Setiap malam, ranjang terasa dingin dengan kebisuan. Biasanya Nicole pergi tidur lebih awal dan alasannya selalu sama: wanita itu kelelahan setelah seharian penuh mengasuh bayi mereka. Sementara itu paginya, mereka tidak punya banyak waktu untuk mengobrol karena Ian akan mulai sibuk dengan pekerjaan dan meninggalkan rumah lebih awal. Pola yang sama terus berulang selama dua tahun terakhir, dan pernikahan yang ia pikir sempurna telah berubah menjadi sebuah mimpi buruk baginya. Sulit untuk berpikir kalau situasi itu normal. Sampai Amy masuk dalam hidupnya, dan untuk satu alasan yang terdengar tidak masuk akal, Ian mulai melihat kembali jati dirinya. Gadis itu – mengingatkan Ian terhadap kebebasan yang sudah ia impikan sejak lama. Amy juga cantik, menarik, dan memiliki pemikiran yang tajam. Rasanya aneh untuk mengakui kalau Ian merasa b*******h setiap malam ketika memikirkan gadis itu – tapi itu benar-benar terjadi. Pagi itu ia terjaga karena memimpikan Amy dan pertemuan terakhir mereka di ruang konseling. Dua hari berlalu sejak perdebatan mereka di ruangan itu, Ian tidak pernah mendapati Amy mendatanginya lagi. Seharusnya Ian malu, tapi ia tidak bisa menahan diri untuk tidak memikirkan gadis itu. Diusianya yang hampir menginjak angka tiga puluh lima, Ian seperti remaja kasmaran yang terusik oleh seorang gadis. Memang benar bahwa tidak mudah untuk menyingkirkan Amy Roger. Wanita itu seperti jebakan, dimana seseorang yang sudah melibatkan diri dengannya akan terperangkap disana selamanya. Pada sore yang cukup cerah, Ian melihat Amy keluar dari toko tempat dimana gadis itu bekerja paruh waktu. Amy sedang berjalan menuju rumahnya ketika Ian membuntui wanita itu. Jalanan tidak cukup padat hari itu, dan banyak kendaraan yang berlalu lalang. Ketika Amy meninggalkan kerumunan dan berbelok di jalur satu arah menuju rumahnya, Ia mempercepat langkahnya untuk mendekati wanita itu. Di sekelilingnya berdiri barisan pohon tinggi yang menutupi bahu jalan. Rumah penduduk terlihat dalam jarak puluhan meter jauhnya. Rumah-rumah kayu itu berdiri di atas tanah yang berundak dimana terdapat sebuah halaman seluas ratusan meter yang membatasi satu rumah dengan rumah lainnya. Pintu-pintu rumah tertutup rapat, halamannya juga tampak kosong. Angin yang bertiup kencang menggesek dedaunan dari pepohonan rindang. Beberapa helai daunnya yang sudah menguning jatuh di atas permukaan aspal. Amy seharusnya terus berjalan lurus untuk sampai di rumahnya, namun yang mengejutkan wanita itu justru berbelok ke arah jembatan dan berhenti ketika menyadari kalau Ian sedang mengikutinya. “Kenapa kau mengikutiku?” tanya Amy ketika wanita itu berbalik menatapnya. Masih mengenakan setelan kemeja kerjanya, gadis itu tampil lebih dewasa. “Aku hanya ingin minta maaf tentang apa yang kukatakan..” “Jangan!” potong Amy dengan cepat. Wanita itu memandanginya dengan intens. “Jangan katakan sesuatu yang tidak kau maksudkan.” “Aku tidak pernah melakukan itu..” “Pembohong.” “Aku mencintai istriku, kami baik-baik saja..” “Pembohong.” Ian menggertakkan gigi. Darahnya mulai berdesir cepat. “Aku tidak harus membuktikan semuanya padamu..” “Kau memang tidak perlu – karena aku tahu setiap kali kau berbohong..” Kini Ian menelan liurnya dengan susah payah. Matanya berpaling ke arah sungai deras di bawah jembatan itu. Ian melihat ke sekelilingnya dan mendapati tempat itu sekosong kelihatannya. Mereka berada jauh dari rumah dan keramaian, kalau sesuatu terjadi, tidak ada siapapun yang akan melihat atau bahkan mendengarnya. Ia terdorong untuk mendekati Amy, tapi malah berdiri kaku di tempatnya. Kemudian Amy berbalik pergi menyebrangi jembatan. Ketika melihatnya, Ian dihadapi dua pilihan sulit untuk pergi atau mengikuti gadis itu. Insting yang mendesaknya untuk mengikuti Amy-lah yang membuat tubuhnya berkeringat. Sudah dua hari berturut-turut Ian memimpikan gadis itu. Sekarang adalah waktu yang tepat. Ian sudah melangkah menyebrangi danau untuk mengikuti Amy, namun dengan cepat langkahnya berhenti. Tidak. Jangan. Jangan mengambil risiko jika tidak ingin terjebak dalam perangkap. Kau memiliki kehidupan yang sempurna, itu seharusnya sudah cukup. Kembalilah pada kehidupan itu, lupakan gadis itu. Suara itu entah datang darimana namun Ian bisa merasakan suara itu berteriak di dalam dirinya. Sementara Amy sudah berjalan semakin jauh hingga yang terlihat hanyalah siluet gelapnya di balik semak tempat dimana gadis itu menghilang. Pada saat itulah Ian memutuskan untuk berbalik pergi dan - sekali lagi - meredam hasratnya.

Read on the App

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD