8 April 2016
Niel
Sheriff Neil O’Riley sudah bekerja di kantor kepolisian setempat selama hampir dua puluh tahun, kemudian menjabat sebagai sheriff dalam tujuh tahun terakhir, namun belum pernah menemukan kasus kematian seganjil itu. Distrik tempat dimana ia tinggal dulunya merupakan perkampungan kecil yang aman dimana kasus kejahatan besar yang tercatat hanyalah pembobolan rumah dan pengedaran narkoba. Sampai detik itu, kasus kematian akibat serangan tercatat pernah terjadi sekali dalam dua tahun terakhir, namun tidak ada yang semengerikan kasus pembunuhan terhadap Amy Rogers.
Untuk alasan yang sama, penduduk yang berpikir bahwa mereka menempati kawasan terpencil yang cukup aman akhirnya menjadi geger setelah mendengar kabar itu. Ditambah lagi media massa yang membumbui penyelidikan dengan spekulasi tidak bertanggungjawab membuat kabar itu kian menyebar dengan cepat.
Pada suatu sore yang dingin di bulan desember, Neil ingat bibinya duduk di atas kursi kayu sembari mengayun-anyunkan tubuh kurusnya. Wajahnya tirus akibat liver, kedua matanya yang kurang tidur tampak gelap, sementara bibir tipisnya terus bergerak untuk mengusir hawa dingin yang hinggap disana. Dalam semua kata yang diucapkannya, Neil mengingat satu kalimat yang terdengar saru: burung berkicau tiga kali saat mencium aroma bangkai.
Sampai sekarang Neil masih mempertanyakan kebenaran itu. Meskipun tahu bahwa orang lanjut usia yang sudah berada di tepi ajalnya, bisa mengatakan apa saja bahkan ketika hal itu tidak terdengar masuk akal. Setidaknya sampai Neil mendekati danau yang menghayutkan jasad Amy ke atas lumpur dan mendengar seekor burung camar berkicau tiga kali di atas dahan pohon besar seolah berusaha memberi pertanda.
Rumor tentang penyihir hitam yang menjaga seisi kota itu bukan hal yang baru. Terkadang orang-orang menanggapi rumor itu secara dangkal sehingga sejumlah kejadian aneh-pun akan disimpulkan sebagai sebab akibat dari campur tangan mahluk fana itu. Saat Neil masih kanak-kanak seseorang juga pernah memberitahunya kalau bibinya berada dalam garis keturunan penyihir yang mana itu berarti Neil secara tidak langsung merupakan bagian dari rantai keluarga penyihir hitam. Ketika mendengar hal itu tentu saja Neil tidak serta merta memercayainya. Namun tidak hanya sekali ia bermimpi aneh. Dalam mimpinya sosok penyihir itu akan selalu muncul. Kemudian Niel akan terbangun dengan keringat bercucuran.
“Kau baik-baik saja, sheriff?”
Suara itu datangnya dari seorang ahli forensik bernama Malcolm, atau yang biasa dipanggilnya Mal. Neil sudah mengenalnya cukup baik untuk tahu kalau Mal sudah bekerja di lab selama hampir tiga puluh tahun untuk membantu kepolisian. Hari itu Neil menemuinya untuk mengawasi pemeriksaan atas jasad Amy Rogers. Seorang petugas lab meminta Neil untuk menunggu di lorong sampai Mal muncul lima belas menit berikutnya dan langsung memecahkan lamunan Neil.
“Ya,” sahut Neil.
“Dengar! Ini mungkin bukan pemandangan yang ingin kau lihat..”
“Oh.. ayolah! Aku sudah melakukannya sepanjang karierku. Tunjukkan saja jasadnya!” potong Niel dengan cepat.
Mal menggindikkan kedua bahunya dan dengan tidak acuh berkata, “baiklah. Aku hanya berusaha memeringatimu, itu saja. Dan kau beruntung karena jasadnya sudah dibersihkan. Saat pertama kali petugas membawanya kesini, itu kacau sekali, Neil.. Aku tidak habis pikir seseorang dapat menyakiti gadis itu begitu parahnya.”
Mal menyampaikan semua itu sembari membawa Neil menuju sebuah ruangan tempat dimana mereka meletakkan jasad Amy. Begitu pintu ruangan di tutup, perhatian Neil langsung tertuju pada sekujur tubuh telanjang Amy Rogers yang diletakkan di sebuah matras hitam dengan aroma pengawet yang menguar tajam dari kulitnya.
Niel bergidik saat mendekati jasad itu. Amy Rogers tampak sangat pucat – jauh dari yang diingat Neil. Wajahnya yang dipenuhi oleh bekas luka pukulan menunjukkan bercak-bercak hitam yang tampak ganji seolah-olah pernah terjadi pembusukan di dalam darahnya. Gadis itu dihabisi sebelum ditenggelamkan ke dalam danau. Selama hampir empat hari, air danau yang surut telah mengangkat tubuh Amy ke permukaan. Tubuh Amy tergeletak di atas lumpur dalam cuaca ekstrem yang tidak menentu. Beberapa bagian kulitnya mengelupas dan bagian tubuhnya yang terkoyak mengindikasikan bahwa gadis itu telah menjadi santapan binatang liar di sana selama empat hari. Sebagian rambut pirangnya sudah rontok sehingga memperlihatkan tengkoraknya yang hancur. Sementara sepasang mata itu menunjukkan garis-garis putih samar yang nyaris menutupi seluruh pupilnya yang gelap. Gadis itu juga kehilangan beberapa gigi depan dan kuku-kuku jarinya patah, seolah seseorang dengan sengaja mengulitinya untuk menghapus jejak.
Mal benar tentang satu hal; pemandangan itu mengerikan. Seolah-olah ia sedang menyaksikan sebuah mahakarya iblis. Tidak ada manusia yang dapat menciptakan hal keji seperti itu – terutama pada gadis remaja yang tidak bersalah. Amy Rogers mungkin bukan manusia yang baik, bukan berarti gadis itu pantas menerimanya. Kematiannya seperti sebuah pertanda bahwa iblis mungkin benar-benar mengelilingi kota itu dan memangsa siapapun yang berani mendekatinya.
“Hantaman di kepala,” ucap Mal. “Penyebab kematiannya karena hantaman benda padat yang cukup keras di tengkoraknya. Mungkin batu, kayu, atau benda berat apa saja. Kesimpulan terbaik yang kupunya, seseorang memukulnya sekali di belakang sampai korban pingsan. Kemudian dia melakukannya lagi, berkali-kali sampai tengkoraknya hancur. Mungkin dia menjadi panik dan hendak memastikan korban sudah tidak bernyawa.”
Mal berjalan ke sisi samping matras kemudian menunjuk pada luka baret di seputar lengan Amy.
“Aku menemukan banyak luka baret yang tidak baru. Sepertinya luka itu sudah ada disana sebelum pembunuhan terjadi. Korban kemungkinan disiksa sebelum dibunuh.”
Neil mencondongkan tubuhnya untuk mengamati luka baret itu dengan lebih jelas sementara Mal melanjutkan.
“Paru-parunya penuh dengan air. Tubuhnya menyerap air danau selama berhari-hari. Ada pembusukan juga di seputar sumsum tulang belakang. Sejauh ini darahnya bersih. Korban tidak mengonsumsi alkohol maupun obat-obatan. Aku memeriksa catatan medisnya. Dia juga tidak punya riwayat penyakit dalam. Kematiannya murni disebabkan oleh tindakan yang disengaja.”
“Bagaimana dengan alat vitalnya? Apa kau menemukan tanda-tanda kekerasan seksual?”
“Tidak. Tidak ada tanda-tanda kekerasan seksual. Tidak ada jejak s****a di tubuh korban atau jejak DNA milik siapapun. Siapapun yang menyakitinya, berhasil menutupi jejaknya dengan baik. Kau lihat kuku-kuku jarinya..”
“Ya,” sahutn Neil. “Semuanya terkelupas.”
“Tepat sekali. Ada beberapa kemungkinan, tapi yang paling jelas, seseorang mungkin telah mencabutnya secara paksa untuk menghilangkan jejak DNA yang mungkin tertinggal disana. Aku pernah menemukan kasus yang sama, dimana korban berusaha membela diri dengan mencakar penyerangnya dan si penyerang menguliti korban untuk menghilangkan jejak DNA nya.”
“Itu agak memakan waktu, bukan? Jika ingin menghilangkan jejak dia hanya perlu membakar korban sampai tidak ada yang tersisa.”
“Ya, tapi tidakkah menurutmu itu akan terlalu menarik perhatian? Tertama di tempat-tempat tertutup yang berada di bawah pengawasan.”
Neil mengangkat sebelah alisnya selagi mengamati bagian samping tengkorak Amy dengan lebih jelas.
“Kau benar,” ucapnya kemudian menunjuk ke arah lubang di bawah telinga korban. “Apa itu?”
“Itu reaksi yang akan terjadi saat jaringan syaraf terbuka. Ketika aku menyedotnya, ada banyak lumpur yang masuk ke dalam sana. Lumpur itu sampai memenuhi tengkoraknya.”
“Ya Tuhan!”
“Berapa lama waktu kematiannya?”
“Sekitar empat hari.”
Neil mengangguk pelan. “Persis saat dia dinyatakan menghilang.”
“Kelihatannya begitu. Jadi inilah penyebabnya.”
“Apa ada hal lain?”
“Ya, lihat ini!” Malcolm menunjuk pada salah satu bekas luka bakar di telapak kaki jasad itu. “Ini adalah luka bakar yang mudah untuk dikenali. Seperti sundutan rokok atau benda tajam yang dipanaskan. Lukanya sudah ada disana cukup lama karena jaringan kulitnya sudah tertutup. Tapi bukan itu saja. Ada beberapa luka serupa pada sekujur tubuhnya yang mengindikasikan kalau seseorang – atau mungkin korban sendiri – melakukan hal yang sama berkali-kali untuk menyakiti dirinya.”
“Mustahil dia melakukan hal itu pada dirinya sendiri.”
Malcolm mengangguk. “Jadi seseorang pasti melakukannya. Dia disiksa. Puncaknya terjadi pada empat hari yang lalu, di rawa itu.”
Neil tertegun untuk waktu yang lama sebelum akhirnya bergerak menjauhi jasad dan menatap Malcolm sembari bertanya, “kapan jasadnya bisa dikembalikan?”
“Lusa. Masih ada beberapa tes yang harus diselesaikan. Hasil autopsi baru akan keluar satu bulan atau paling cepat dua minggu setelahnya.”
Neil mengangguk, untuk terakhir kali menatap jasad itu sebelum memutuskan untuk meninggalkan ruangan. Satu-satunya hal yang diinginkannya kala itu hanyalah menenggelamkan diri ke dalam bak berisi air hangat dan membiarkan seluruh pikiran dan ingatan akan bayangan jasad Amy Rogers menguap. Tapi pertama-tama, Neil mau muntah.