"Tante gausah repot-repot. Mendingan tante duduk aja di kursi. Ini udah mau selesai kok." Mil kembali menarik bukunya yang sedang di muat Sarah di dalam kardus.
Sarah mendengus untuk yang kesekian kalinya. Niatnya kesini selain untuk bertemu gadis itu tentu saja untuk membantunya berbenah. Tapi Mil malah menyuruhnya duduk manis sembari menikmati teh dan cemilan yang gadis itu siapkan tadi. Jadi pada saat Mil keluar sebentar, Sarah langsung saja mengambil alih pekerjaan gadis itu yang tadi sedang menyusun bukunya. Namun Mil nampak tidak terima dan kembali menarik pekerjaan Sarah saat gadis itu masuk.
Barang-barang di kosan Mil memang tidak seberapa. Tapi Buku-buku gadis itu luar biasa banyak. Bahkan Sarah melihat 3 kotak mie instan yang isinya hanya buku gadis itu. Itu belum semuanya. Masih banyak lagi buku yang berada di lemari dan di atas meja. Sepertinya Mil adalah gadis penggila buku melihat dari banyaknya buku yang gadis itu miliki. Hal yang semakin membuat Sarah menyukai gadis itu.
"Tante itu kesini mau bantuin kamu. Bukan mau numpang minum teh," protes Sarah.
"Tapi nanti tante capek. Lagian Mil sudah hampir selesai kok," jawab Mil yang dibalas delikan Sarah.
"Yaudah. Tapi nanti tante ikut ke tempat kamu yang baru dan bantuin beres-beres di sana." Sarah beranjak dari tempatnya dan kini duduk di kursi yang tadi ia duduki. Memilih mengalah untuk kali ini karena sejak tadi Mil tidak terlihat nyaman dengan keberadaannya.
"Gausah tante. Mil ga mau tante repot nantinya." Mil semakin tidak enak dengan Sarah. Wanita paruh baya cantik itu masih keukeuh untuk membantu Mil berbenah.
"Gausah banyak protes. Udah kerjain aja yang kamu lagi kerjain." Mil tahu, dari nada bicaranya Sarah merujuk.
Mil tentu saja tidak nyaman. Setelah kejadian beberapa hari yang lalu, tepatnya kejadian dimana Mil mengetahui bahwa atasannya yang paling atas adalah putra dari Sarah yang bahkan Mil sudah merasa akrab dengannya. Hanya saja dia menjadi tidak nyaman saat kebodohannya tidak mengetahui bosnya sendiri dan melupakan bahwa mereka pernah bertemu sebelumnya.
*__*
Mil sebenarnya tidak tega melihat Sarah yang kini ikut membantu menata barang-barangnya di apartemen Naila yang sekarang ia tinggali. Tapi ia juga tidak bisa menolak saat Sarah merajuk karena terus Mil larang melakukan apapun. Sebenarnya lebih pada tidak enak hati. Sarah itu orang tua bosnya.
"Tante gausah angkat barang berat. Biar nanti Mil aja yang angkat," larang Mil saat melihat Sarah akan mengangkat dus berisi Buku-bukunya.
Sarah mengalah, ia tahu Mil mendadak canggung padanya sejak ia tahu kalau Leon yang merupakan putra Sarah adalah atasan dimana tempatnya bekerja. Salahnya memang yang tak memberi tahu. Tapi Sarah pikir Mil sudah tahu tentang hal itu. Apalagi mereka sudah pernah bertemu satu kali. Pantas saja Mil tidak terlihat berbeda saat main kerumahnya.
Sarah benar-benar semakin menyukai gadis itu sekarang. Mil pribadi ceria, sopan, polos dan penyayang dimatanya. Sebenarnya ia ingin memiliki menantu seperti Mil. Tapi sepertinya mustahil mengingat Leon yang sangat antipati dengan Mil. Kasihan bila nanti Sarah memaksanya.
Tapi ada yang membuat Sarah memiliki harapan bahwa Mil akan menjadi menantunya dan Leon dapat jatuh cinta dengan Mil dengan sendirinya. Ia pikir Mil adalah gadis yang mudah dicintai banyak orang. Harapan itu tercipta saat Mil pindah ke apartemen ini. Ya, harapan itu masih ada.
"Mil tante ke supermarket di bawah dulu sebentar ya," pamit Sarah kemudian berlalu dari sana.
*__*
"Ini nanti kamu kasih tetangga kamu. Kenalan sama dia, oke?" Sarah menyerahkan sekotak kue pada Mil yang diterima gadis itu dengan bingung.
"Emm.. Tante, Mil benar-benar merepotkan tante hari ini ya?"
"Ck, kamu gausah merasa repot deh. Tante udah anggap kamu anak tante sendiri. Jangan terlalu sungkan sama tante. Tante jadi ga enak hati karena kamu jadi menghindari tante."
"Mil sebenarnya masih gak enak sama Pak Leon, tante." Mil menunduk dalam. Sarah tersenyum saat gadis itu telah berani mengungkapkan isi hatinya.
"Tante paham. Tapi kamu gak usah pikirin hal itu lagi. Yang kemarin gak ada urusannya sama pekerjaan. Oke?" Mil mangangguk kemudian membahas senyuman Sarah. "Sekarang kamu kasih ini sama tetangga kamu." Mil menerima kotak itu kemudian berjalan keluar.
Mil menekan bel dan berharap cemas dengan tetangga barunya. Selama ini ia tidak begitu dekat dengan tetangganya. Ia berharap tetangganya adalah orang baik dan mereka bisa menjadi teman. Meski sebenarnya hal itu nampak mustahil mengingat bahwa apartemen yang ditinggali adalah apartemen elit yang sepertinya penghuninya memiliki sifat individualis. Tak lama pintu dibuka dan terpampang wajah perempuan cantik yang tersenyum menyambutnya.
"Maaf Mbak, mengganggu. Saya tetangga baru, ini ada sedikit sebagai salam perkenalan." Mil menyerahkan kotak kue itu dan diterima perempuan itu dengan senyuman cantiknya.
"Aduh, terimakasih ya. Jadi repot begini. Kenalin, saya Tiana. Sebenarnya saya gak tinggal disini. Ini apartemen adik saya."
"Saya Emila. Panggil Mil saja. Kalau gitu salam sama adiknya ya, Mbak. Semoga kita bisa menjadi tetangga yang baik. Kalau begitu saya pamit dulu."
Beranjak dari sana, Mil menghembuskan napasnya lega dan sedikit bersyukur bahwa tetangga barunya sepertinya orang yang baik. Wanita itu juga terlihat ramah dari mudahnya ia tersenyum pada orang baru. Mil berharap, adik wanita itu tidak kalah ramahnya dari wanita tadi.
*__*
Sarah berjalan terburu-buru saat keluar dari apartemen Mil. Ini sudah hampir malam dan ia takut Leon menemukannya di sini. Ya, Leon juga tinggal di apartemen ini. Hal yang membuat Sarah yakin bahwa harapan Mil menjadi bagian dari keluarganya dapat terwujud.
"Aduh Tiana, kamu itu kenapa ga bilang sih, kalau di Jakarta," omel Sarah saat memasuki mobil Tiana -anak perempuannya.
"Tadinya aku mau kasih bunda kejutan. Eh, aku yang malah terkejut liat bunda di apartemen tetangga. Btw, bunda, itu siapa?" Tiana bertanya sembari melajukan mobilnya.
"Namanya Mil. Waktu itu dia nolongin bunda abis kecopetan. Eh bunda suka sama dia. Anaknya baik loh, kak."
Tiana memicingkan matanya saat lampu merah. Ia yakin, bundanya merencanakan sesuatu untuk itu. Sarah terlalu mudah ditebak dengan semua niat dan akal bulusnya. Jika Sarah sudah menyukai sesuatu, itu adalah pertanda bahwa Sarah akan memiliki keinginan lain nantinya.
"Pasti tadi bunda sengaja suruh dia anterin makanan ke apartemen Leon terus ninggalin cincin di dalamnya. Iya kan?" tebakan Tiana membuat Sarah tertawa. Tiana memang cepat sekali membaca gerak-geriknya.
Tiana menatap Bundanya dengan menggelengkan kepala. Tidak menyangka bahwa sang Bunda benar-benar akan melancarkan niatnya yang bahkan Tiana sudah mengetahuinya tanpa Sarah memberi tahunya terlebih dahulu.
*__*
Leon masih berdiri di depan pintu apartemen tetangganya. Tadi kakanya berpesan untuk mengembalikan cincin yang tertinggal di dalam kotak kue kepada tetangganya. Heran, kenapa pula bisa ada cincin di dalam kotak kue? Seceroboh apa tetangga barunya hingga benda sepenting itu dapat tertinggal di dalam kotak kue? Tapi ngomong-ngomong, cincin yang ada di tangannya kini sangat familiar. Leon seperti pernah melihatnya sebelumnya.
"Loh, bapak?" Mil terkejut saat membuka pintu dan wajah datar Leon terpampang di sana. Bukan hanya Mil, Leonpun terkejut akan hal itu.
"Pak Leon, ada apa?" tanya Mil dalam keadaan masih terkejut.
"Ini cincin kamu?" tanya Leon setelah menguasai dirinya lagi. Ia menyodorkan cincin dan Mil melihatnya bingung. Perasaan ia tidak mempunyai cincin seperti ini.
"Maaf, Pak. Tapi itu bukan cincin saya," jawabnya.
"Tapi tadi kakak saya bilang ini cincin kamu yang tertinggal di kotak kue. Kamu pindah kesini?" tanya Leon lagi. Mil paham dengan situasinya sekarang.
"Sepertinya itu cincin ibunya bapak. Tadi tante Sarah kesini membantu saya berbenah. Maaf Pak, bukan maksud saya merepotkan tante Sarah."
Leon terdiam membawa raut wajahnya yang semakin datar. Kini ia mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Dan Leon sudah mengingat dimana ia pernah melihat cincin ini sebelumnya. Tentu saja di jari manis Bundanya.
"Kamu simpen aja cincinya." Kemudian laki-laki itu segera pergi saat menyerahkan cincin yang ia yakin akal-akalan bundanya saja.
*__*
"Bunda, Leon ingin bilang, tolong jangan lakukan hal ini lagi. Leon tahu itu perbuatan bunda kan? Meletakkan cincin supaya Leon mendatangi Emila?" Leon langsung mengutarakan maksudnya saat sang Bunda yang menerima panggilannya.
"Leon tidak ingin bunda mendekatkan Leon dengan Mil lagi," kata Leon lagi.
"Bunda cuman pengen kamu tahu bahwa Mil bukan seperti yang kamu bayangkan. Dia perempuan baik, Leon." Sarah menjawab.
"Ya, Leon mengerti. Tapi Leon gak akan tertarik dengan Mil. Tolong bunda pikirkan hal itu."
Leon langsung mematikan panggilannya itu. Bersikap tidak sopan seperti ini pada sang Bunda sebenarnya tidak ada dalam rencananya. Hanya saja Sarah terus memancing Leon untuk bertindak seperti ini. Dan ini semua hanya karena satu perempuan pembuat onar yang datang tiba-tiba memasuki kehidupannya. Leon akan memastikan bahwa Sarah akan menyadari perempuan yang disukainya itu tidak sebaik yang budanya kira. Leon akan membawa bukti itu secepatnya.
Pindahnya Emila menjadi tetangganya semakin membuat Leon yakin bahwa gadis itu tidak sepolos wajahnya. Takdir konyol macam apa yang membuat perempuan biasa saja seperti Emila bisa menjadi tetangganya. Bahkan Leon tidak lupa bagaimana perekonomian gadis itu sebelunya yang hanya mampu menyewa kost-kostan di pinggir kota yang lumayan kumuh. Meskipun gaji mengajar di sekolahnya lumayan besar, Emila dapat Leon pastikan tidak akan mampu menyewa apartemen ini dengan menggunakan gajinya itu.
Senyum sinis laki-laki itu tercetak begitu jelas. Ini sudah pasti permainan gadis itu. Leon akan mengawasi gadis itu agar dia tidak menjadi pemenang di permainannya sendiri.