Bab. 9
Mencoba abai
Bella akhirnya bisa bernapas dengan lega, pasalnya majalah Style edisi terbaru sudah bisa diterbitkan. Meski harus bekerja lebih keras dibanding biasanya dia tak menyesal karena hasilnya memuaskan. Baik baginya dan juga semua tim.
Dia baru menyadari banyak hal kali ini. Dibutuhkan kerjasama semua pihak dalam membuat satu edisi majalah mode tetap mengesankan. Bagus saja tidak cukup, banyak aspek harus ada didalamnya. Dan dia merasa bangga berada dalam bagian tim majalah Style.
Saat hendak membereskan barangnya dia dikagetkan dengan satu sosok yang ternyata sudah sedari tadi memperhatikannya. Sosok yang beberapa waktu ini menghilang hingga membuat kerja Bella terasa kian berat. Ya, Ducan Fox. Berdiri di depannya dengan tatapan tidak bersalahnya. Sungguh menyebalkan, meninggalkan pekerjaan begitu saja tanpa pemberitahuan. Hingga timnya kelabakan karena harus mencari potograper baru.
Bella menatap pria itu dengan tatapan tajam. Tetapi mata sekalam malam itu tak merasa terintimidasi olehnya. Hingga membuat Bella jengah sendiri.
“Mau apa?” tanya Bella datar sembari meneruskan pekerjaannya membereskan mejanya, hingga dia bisa secepatnya pulang ke apartemen dan berisitirahat.
“Kau tidak merindukanku?” tanya Ducan dengan nada merayu. Bella hanya mendengus menanggapinya.
“Ya, aku merindukanmu karena ingin memukulmu hingga puas,” gerutu Bella disela kesibukannya.
“Wah, aku merasa tertantang mendengarnya. Aku menantikan kamu memukul bahkan mencambukku saat kita bercinta. Terdengar menarik, bukan?” sahut Ducan dengan seringai mesumnya.
Sepertinya aku salah memilih kata, batin Bella menyesal. Dia berusaha mengabaikan segala ucapan vulgar Ducan yang sedikit mengerikan di telinganya.
Ya, abaikan saja, batin Bella lagi.
“Kamu diam berarti setuju, bukan?” tambah Ducan kala Bella tak menjawab ucapannya.
Bella kian terusik, dia menatap Ducan dengan pandangan marah.
“Kurasa kita tak sedekat itu Tuan Ducan yang terhormat,” ejek Bella sarkas. Akan tetapi bukannya tersinggung, Ducan malah menyeringai membuat bulu kuduk Bella meremang.
“Benarkah? Kurasa kau merasa kesepian karena kutinggal beberapa minggu ini. Bukannya kamu sering mencari informasi tentangku?” sahut Ducan percaya diri membuat Bella begidik ngeri.
“Aku? Mencari informasimu? Buat apa?” tanya Bella gusar.
“Yap! Kamu! Bukankah karena merindukanku, apalagi?” sahutnya penuh percaya diri. Membuat Bella berdecak kesal.
“Dengar Tuan Ducan yang terhormat. Pertama. Saya tidak merasa kesepian tanpa adanya Anda. Kedua. Saya memang beberapakali menayakan Anda, karena Anda meninggalkan pekerjaan dengan melimpahkan kepada orang yang kurang kompeten. BUkankah itu saya tidak bertanggung jawab?” cecar Bella naik darah. Ducan hanya menyeringai mendengarnya. Dia suka melihat Bella marah, baginya itu terlihat menggemaskan.
“Kurasa aku tidak harus minta ijin padamu untuk cuti. Dan. Bukan aku yang merekomendasikan penggantiku. Itu hak dari perusahaan. Jelas nona sexy?” goda Ducan. Kontan kalimat terakhir Ducan membuat pipi Bella merona merah.
“Kamu makin sexy saja kalau tersipu begitu. Sangat menggemaskan sekaligus menggairahkan,” bisik Ducan tepat di telinga Bella. Membuat bulu kuduk Bella meremang, ada gairah yang ikut tersulut akan perlakuan kecil Ducan ke tubuhnya.
Sungguh, Bella ingin abai akan reaksi tubuhnya. Dia merasa ini semua sangat konyol. Bagaimana tubuhnya bisa bereaksi atas kehadiran lelaki yang sudah menjadi blacklist dalam dunia percintaannya. Demi Tuhan, Ducan tak lebih baik dari mantan suaminya. Bedanya, Ducan dengan jelas memperlihatkan kebrengsekannya. Sedangkan, suami … ralat mantan suaminya menyembunyikan kebrengesekannya dengan sangat rapi hingga dia merasa terpedaya akan topeng berwujud suami yang sempurna di mata Bella. Entah siapa menurut kalian yang lebih baik. Akan tetapi bagi Bella lelaki dengan feromon berlebih seperti Ducan memang pantas diwaspadai kalau tak mau terluka.
“Apa kamu sudah selesai dengan segala omong kosongmu?” tanya Bella kembali membereskan beberapa barang yang belum dia masukkan ke dalam tasnya.
“Omong kosong?” Ducan kian tertarik dengan kepribadian rekan kerjanya yang baru. Mungkin merasa tertantang karena wanita yang ada di depannya ini tak langsung berlari ke pelukannya layaknya beberapa pegawai wanita lainnya yang bahkan mendekatinya lebih dulu dan sebisa mungkin menginginkan menghabiskan satu malam dengannya.
Wanita ini berbeda, pikir Ducan merasa tertantang.
Bella mengangkat sebelah alisnya tanda tidak mengerti akan kesombongan yang tertangkap oleh indra pendengarannya.
“Ya, omong kosong. Kalau Anda sudah selesai, saya akan segera meninggalkan kantor dan kembali ke apartemen saya karena beberapa hari ini tidur saya berkurang karena ada satu pegawai yang tidak kompeten membuat semua divisi kalang kabut,” dengus Bella entah kenapa kembali teringat akan sikap arogan lelaki di depannya ini membuatnya muak dan ingin secepatnya pergi.
“Emm … aku pandai melakukan hal menarik selain tidur, butuh bantuan?” goda Ducan, tidak tersinggung dengan sindiran Bella.
“Dasar muka badak,” gumam Bella lirih akan tetapi masih bisa didengar oleh Ducan. Lelaki itu hanya terkekeh mendengar gumaman Bella yang lebih terdengar seperti gerutuan. Sudah lama taka da satu wanitapun yang berani menggerutu akan sikapnya, sebrengsek apapun dirinya.
“Bukankah di negaramu badak merupakan satwa yang dilindungi. So, kamu harus menjagaku agar tidak punah,” seringai Ducan membuat Bella kian jengah.
Lelaki ini semakin ditanggapi semakin menjadi, baiknya kuabaikan saja, pikir Bella memilih segera berlalu dari hadapan Ducan tanpa membalas ucapan bersayap Ducan.
Ducan mengikuti langkah Bella tepat di belakang wanita itu. Dia memperhatikan setiap langkah menggoda wanita di depannya itu. Goyangan p****t sekalnya seakan mengajak jemari Ducan untuk meremas gumpalan kenyal itu.
“Kamu menggodaku ya?” cecar Ducan dengan suara seraknya sembari menyergap tubuh sexy Bella dalam sekali raupan wanita itu sudah berada dalam dekapannya. Membalik tubuh Bella hingga menghadapnya. Satu tangannya memeluk pinggang ramping Bella dan sebelahnya lagi meremas p****t sekal Bella yang sedari tadi menggodanya untuk diremas.
Ducan menggeram tanda gairah sudah menguasainya. Sedikit lagi dia sudah meledak akan gairah yang sudah lama dia tahan. Ya, sudah lama dia menginginkan bisa mendekap tubuh Bella—karyawan baru yang sudah membuat hari-harinya porak poranda.
Sesaat Bella terhanyut akan uforia yang sama dengan Ducan. Dia melenguh saat tangan Ducan meremas p****t sekalnya. Sungguh dia berusaha untuk waras, akan tetapi gairahnya membuatnya gelap mata. Dia kian terhanyut hingga dia merasakan jemari Ducan mendekati daerah intimnya. Bak terkena sambaran petir di siang bolong Bella tersadar akan gairah yang sempat mengaliri aliran darahnya. Sekuat tenaga dia mendorong tubuh Ducan. Akan tetapi apalah daya, tenaganya taka da setengah dari tenaga Ducan.
“Le-lepas!” ucapnya dengan napas tersengal karena kehabisan tenaga.
“Aku tidak mau,” gumam Ducan sembari mencari bibir Bella yang sudah mencuri perhatiannya di hari pertama mereka bertemu.
“Jangan … tolong,” tahan Bella sekuat tenaga mendorong d**a Ducan yang kian merapat dengan tubuhnya. Dapat dia rasakan otot kekar beradu dengan kulit lembutnya. Tubuhnya bergetar akan gairah yang sedari tadi dia coba enyahkan.
Bella sadar, sekali dia terpedaya akan sosok Ducan maka dia tak bisa kembali ke awal. Tidak!
“Kumohon … lepas,” desis Bella kian tak bertenaga untuk berontak. Antara tenaganya memang sudah habis juga karena dia mulai terhanyut akan gairah yang Ducan kirimkan pada tubuhnya.
“Apa yang kalian lakukan?” Pekikan suara perempuan membuat aktifitas menggairahkan itu harus terhenti. Ducan merutuki siapapun pelakunya.
“Kau tak bisa melihat? Pengganggu!” geram Ducan menjauhkan tubuhnya dari tubuh Bella dengan perasaaan enggan yang kentara.
Melihat hal itu tak menunggu lama Bella langsung pergi melesat meninggalkan dua sosok itu yang saling beradu pandang.
>>Bersambung>>