Selamat membaca.
***
Setelah beribu purnama, akhirnya aku menemukanmu, dan kali ini setelah beribu hari aku mendamba bertemu, hanya satu kegelisahan yang tertinggal, masih kah kau ingat aku?
***
Pagi yang cerah menyambut Shayna yang sudah siap untuk bersekolah, sebelum ia benar-benar siap pergi, Ayahnya -- Aldino Prawira sudah siap untuk berangkat ke hotel kepunyaanyan, biasanya Aldino tak berangkat sepagi ini, tapi karena hari ini ada beberapa tamu penting yang datang dari luar negeri untuk menginap di hotelnya, maka Aldino ingin memberikan servis yang terbaik untuk tamu tersebut.
"Papah anter aja nggak, Kak?" Tawar Aldino sekali lagi, kepada putri sematawayangnya itu.
Jujur saja, Aldino kurang suka dengan Banjar, bukan karena kelakuan anak remaja itu, hanya saja masih ada rasa cemburu oleh Aldino kepada Rizki dan Annisa – orang tua Banjar, dua orang itu adalah teman Sandy, dan Sandy adalah orang yang dulu pernah mengisi hati istrinya – Sylena, dan di tahun pertama Aldino dan Sylena, Sandy sempat memberi tahukan isi hatinya kepad Sylena, mengatakan bahwa ia menyukai Sylena, padahal saat itu Sandy sendiri tahu bahwa Sylena sudah menikah dengan dirinya, membuat Aldino merasa was-was, kalau saja istrinya main belakang dengan laki-laki itu.
Padahal kejadian itu sudah cukup lama berlalu, tapi tetap saja, mengingat kejadian saat Sylena menangis di taman, saat Sylena mengetahui bahwa orang yang ia suka tidak menyukai dirinya, memang itu semua sudah lama terjadi, tapi rasa itu benar-benar masih terasa, sakitnya.
"Kakak sama Banjar berangkatnya Pah," mendengar apa yang dikatakan Shayna, akhirnya Aldino hanya mengangguk, setelah lama ia membuat Shayna dan Banjar tidak bisa berteman karena terlalu melarang Shayna, akhirnya di umur Shayna yang menginjak ke lima belas atau saat Shayna kelas tiga sekolah menengah pertama baru lah Shayna dibolehkan berteman dengan anak dari sahabat istrinya itu, yang kebetulan rumahnya bertetangga dengan mereka.
Aldino yang selesai makan, diantar Sylena hingga ke depan rumah mereka, sama dengan Shayna yang melihat jam yang ada di ponselnya, jam enam lewat tiga puluh, Shayna sudah siap untuk sekolah! Untuk ketemu dede gemas di sekolahnya, bertemu dengan murid baru di sekolahnya.
"Mah, Shayna berangkat deh," kata Shayna sambil meraih tangan Ibunya, lalu menerima totobag yang berisikan bekal makanan untuknya nanti siang. Shayna akhirnya memilih untuk menuju rumah Banjar, menunggu laki-laki itu untuk keluar, semangat Shayna untuk kesekolah sangat mengebu-ngebu entah kenapa.
"Ya ampun." Banjar menatap Shayna dengan tatapan kaget, ia tak tahu sejak kapan Shayna melototinya begini, saat Banjar baru saja membuka rumahnya, tatapan dari perempuan itu pertama kali menyambutnya, membuat Banjar sudah terkejut di pagi hari ini.
Shayna mendengus sebal, sudah lima menit ia menunggu Banjar di dekat motor maticnya, tapi saat Banjar keluar dari rumah, Banjar seperti melihat setan! Akhirnya Banjar terkekeh, ia akan menggoda Shayna bila tatapannya sudah mulai memercikan api begini, daripada kenapa-kenapa, Banjar segera bersiap ke sekolah dengan Shayna!
"Dede gamas, kakak cecan otewe!" Seru Shayna yang kembali mendapat kekehan dari Banjar.
Di sepanjang perjalanan menuju sekolah, banyak yang dibahas oleh Shayna, dari ia yang mengingat kilatan tak suka di mata Ayahnya saat ia mengatakan ia akan berangkat dengan Banjar, lalu hilangnya dasi Shayna, juga kecurigaan Shayna tentang laki-laki kemarin yang ada di depan rumah Banjar, ya, perempuan itu masih membahas tentang laki-laki bermotor merah itu.
"Nggak ada tamu sih Shay, lo nggak becanda kan?" Tanya Banjar, memastikan, tapi, Shayna segabut-gabutnya anak itu Shayna tidak akan pernah mengada-ngada.
Shayna jelas reflek memukul helm Banjar, lalu mulai mengomel, Shayna selalu berbicara jujur kok, untuk apa juga Shayna berbohong, Shayna kan anak baik dan rajin menabung.
Banjar mengangguk, tidak lama dari itu ia dan Shayna sampai di dekat sekolah, hanya berjarak dua puluh meter lagi mereka akan sampai, terdapat warung, hari ini Argi datang terlambat, laki-laki yang bermimpi ingin jadi pengabdi negara itu sudah melakukan latihan lari setiap pagi senin juga pagi kamis, sekolah pun sudah mengizinkannya, atas kegiatan laki-laki itu, dalam kata lain, sekolah tahu akan kegiatan pagi senin dan pagi kamis laki-laki itu. Supaya mendapatkan hasil yang maksimal, Argi memang diwajibkan latihan dari sekarang.
"Gue ngambil titipan buat Argi dulu, lo tunggu sini aja ya," Banjar berujar, lalu melangkah masuk ke dalam warung yang menjual nasi itu, meninggalkan Shayna di dekat motornya.
Angin sedikit berhembus, cuaca memang sedang tidak menentu, bahkan tadi malam turun hujan, yang membuat genangan air ada di mana-mana. Sambil menunggu Banjar, Shayna berdiri dan memainkan ponselnya, membuka beberapa aplikasi, hingga genangan air yang berada di depan Shayna berpindah ke rok dan baju Shayna akibat terlindas oleh motor merah, yang berlalu begitu saja di samping Shayna.
Brusshhhhh ....
Dalam hitungan detik, tubuh Shayna yang santai tadi berubah menjadi tegang, matanya membulat tangannya kaku sambil memegang ponsel, bukan hanya Shayna yang menegang, beberapa siswa dan siswi yang kebetulan lewat juga terkejut, Shayna, Shayna mengalami nasib yang buruk di pagi senin ini.
Shayna menatap nyalang motor merah yang melambat itu, laki-laki yang ada di sana, yang duduk di motor merah itu, membuka helmnya lalu tersenyum, setelahnya ia kembali melajukan motornya masuk ke dalam Sekolah Cipta Bakti, tanpa berniat untuk menghampiri Shayna, meminta ma’af atau menanyakan tentang keadaan Shayna.
Darah di dalam tubuh Shayna rasanya mendidih, terlebih rok dan bajunya sudah kotor, baru saja Shayna ingin berlari menyusul laki-laki kurang ajar itu, Banjar baru kembali dari warung, hingga langkahnya terhenti, lagian sia-sia juga Shayna mengejar laki-laki itu, laki-laki dengan motor merahnya itu sudah berlalu menujur sekolah mereka.
"Ya ampun! Lo main comberan?" Banjar kembali mengucap kalimat sakral yang semakin membuat panas darah Shayna.
Shayna menceritakan kejadian na'as itu dengan berapa-api di atas motor Banjar menuju ke sekolah, masalah seragamnya sebenarnya bukan masalah besar bagi Shayna, ia memiliki seragam cadangan di lokernya, jadi tidak terlalu membuat Shayna jantungan, tapi ini, Shayna yakin sekali orang itu adalah orang yang sama dengan orang yang kemarin melihat rumah Banjar, terlebih orang itu sama sekali tidak meminta ma’af kepada Shayna atas kejadian ini.
"Coba nanti gue cari orangnya," kata Banjar saat ia memakirkan motornya, mata Shayna pun memutari parkiran motor, kenapa motor merah itu tak ada di parkiran motor ini, apa dia seorang guru? Tapi rasanya tadi dia memakai seragam sseperti Shayna juga.
Shayna tak mau membuang waktu, ia menyerahkan ranselnya kepada Banjar untuk dibawa Banjar ke kelas mereka, sedangkan Shayna akan ke toilet untuk mengganti pakaiannya. Pikiran Shayna masih terarah kepada laki-laki itu, benar-benar membuat Shayna penasaran siapa orang itu sebenarnya.
Upacara kali ini sedikit berbeda, kepala sekolah sedikit menyinggung tentang murid baru yang hari ini pertama masuk, mendo'akan semoga sekolahnya lancar juga tidak membuat masalah yang tidak-tidak.
"Argi sampai jam berapa sih? Kangen juga gue," kata Shayna, ia, Kevin dan Banjar memilih mencari air minum sebentar setelah upacara tadi lalu menuju kelas.
Shayna jadi penasaran, kelasnya bagaimana, juga ..., ia duduk dengan siapa, sesayang-sayangnya Banjar kepadanya, Banjar tidak akan mau duduk dengan Shayna, dan sial, Shayna malah memberikan tasnya dengan Banjar tadi pagi, dan mereka bertemu di lapangan, Shayna benar-benar lupa ke kelas tadi pagi.
"Banjar! Gue duduk sama siapa?!" Banjar hanya membalas dengan cengengesan pertanyaan yang dilontarkan oleh Shayna tadi, membuat Shayna mau tak mau segera ke kelasnya, demi apa pun Shayna tidak mau duduk selain dengan Banjar.
Pada saat melangkah ke tangga terakhir - karena kelas Shayna berada di lantai dua, tubuh tegap laki-laki dengan tinggi hampir seratus tujuh puluh sampai tujuh puluh lima cm itu menghalangi Shayna, menatap Shayna dengan menaikan alisnya, membuat Shayna balik menatap.
"Misi," akhirnya kata itu membuat laki-laki itu menggeserkan badannya, lalu tersenyum angkuh sambil menatap punggung Shayna yang berjalan menjauhi dirinya.
Akhirnya, ia bisa menemukan Shayna Prawira, perempuan yang sudah tujuh tahun ini ia cari.
Shayna menarik napas saat masuk ke dalam kelas, akhirnya, ia menemukan tasnya berada di satu meja dengan tas Argi berada di sebelahnya. "Banjar!" ucapnya kesal, Shayna sungguh tidak mengerti dengan pikiran Banjar, Banjar mengatakan ia menyayangi Shayna, tapi, Banjar sama sekali tidak mau duduk dengan Shayna, kenapa?
Banjar yang kebetulan mengikuti Shayna ke kelas pun terkekeh bersama dengan Kevin, betapa sayangnya Banjar dengan Shayna pun, tapi kali ini Banjar hanya ingin Shayna lebih berteman, tidak hanya bergantung padanya saja, Banjar ingin Shayna lebih bersosialisasi lagi.
Saat suara Shayna masih terdengar marah-marah di dalam sana, dan membuat Banjar semakin terkekeh geli dengan Kevin, suara yang tak enak masuk ke dalam terlingan Kevin dan Banjar.
"Ini sudah masuk jam pelajaran ke dua, lalu, kenapa kalian masih berada di sini?"
***