Tiga. Reevin Keano Adiatma

1298 Words
                                                                        Selamat membaca.                                                                                   ***                             Setelah sekian lama aku mencari, dan berusaha menemukan, untuk kali ini, saat mendapatkanmu lagi, aku tidak ingin kehilangan lagi, jadi bersedia kah kamu menetap, dan tak akan pergi lagi?                                                                                   ***             Seharusnya, setelah upacara bendera dilaksanakan, semua murid hanya diberikan waktu istirahat selama sepuluh menit untuk istirahat sebelum melanjutkan pelajaran tapi Banjar selalu melebihi waktu itu hingga akhirnya kini ia kena batunya.             "Sana masuk," suara Ibu Rossa yang biasa dipanggil Bu Ros itu membuat Banjar dan Kevin terkesiap, mereka berdua langsung tancap gas masuk ke dalam kelas, sebelum membuat Ibu Ros semakin marah.             Senakal-nakalnya, sebandung-bandungnya Kevin dan Banjar mereka juga akan tetap takut kepada Ibu guru kiler macam Bu Ros. Kevin dan Banjar segera masuk ke dalam kelas XI IPA B, mereka menarik napas saat Bu Ros masuk ke dalam kerasnya, bersama seorang murid laki-laki.             "Anjir, lo bawa Bu Ros ke sini ngapain njir?" Tanya Shayna sambil berbisik, saat Banjar sudah duduk di belakangnya.             Banjar tak bisa menjawab saat tatapan Bu Ros mengedar di kelas barunya, tak berapa lama Bu Ros, mengatakan bahwa Ibu Rina tak bisa berhadir karena sakit, tidak hanya itu saja yang dikatakan oleh Bu Ros, Ibu Ros membawa seorang murid baru, yang berdiri di sampingnya.             "Perkenalkan, saya Reevin Keano Adiatma, dari sekolah Bakti Kusuma, salam kenal," kata murid baru yang tadi dibawa Ibu Ros, murid pindahan, yang hari ini resmi masuk ke sekolah ini.             Tatapan Shayna tak lepas dari senyum yang laki-laki itu tampilkan, sedangkan di depan sana, Reevin pun sama, menatap Shayna dengan senyum cerahnya, membuat Banjar menaikan alisnya, saat mengetahui kearah mana tatapan anak baru itu.             "Baik Reevin, kamu silahkan duduk di dekat Shayna ya," kata Bu Ros lagi.             Reevin semakin tak bisa menyembunyikan kebahagiaanya, ia memang menginginkan ini, satu sekolah dengan Shayna, tapi satu kelas dan juga satu bangku dengan Shayna sangat amat bonus yang ia terima hari ini.             "Tapi Bu, Argi duduk di sini," kata Shayna menjawab, ya Shayna benar-benar menjawab, ia benar-benar tidak ingin duduk dengan laki-laki itu. Shayna tak terhipnotis dengan tatapan, gerak tubuh yang Reevin berikan padanya sama sekali, padahal Reevin sudah memancarkan rasa bahagianya saat bertemu dengan Shayna, tapi Shayna seolah menolak pesonanya.             Argi? Siapakah Argi? Sepenting itu kah Argi bagi Shayna?             Bu Ros tidak menjawab pertanyaan -- aduan yang Shayna berikan padanya, setelah melihat Reevin duduk, Bu Ros memilih pergi meninggalkan kelas. Kini, urusan Shayna hanya kepada Reevin, Reevin mesti pergi dari mejanya, dan juga lebih tepatnya laki-laki itu mesti meminta ma’af kepadanya atas kejadian tadi pagi, entah kenapa Shayna yakin sekali bahwa laki-laki itu yang tadi menyebabkan seragamnya kena air comberan.             "Lo, cari bangku kosong yang lain aja deh," kata Shayna memberanikan diri, tanpa mau berkenalan dengan laki-laki itu, Shayna mengusirnya langsung.             Reevin menatap Shayna, ya, dia menampilkan senyum andalannya, lalu mengangkat alis sebelah, kombinasi yang pas bagi Shayna, iya kombinasi pas buat nabok muka murid laki-laki itu bagi Shayna.             "Lo yang tadi makai motor merah bukan sih?" Tanya Shayna tiba-tiba kepada Reevin. Bukan hanya pemarah, dan tergantung kepada Banjar, sifat buruk Shayna lainnya adalah SKSD, sok.kenal.sok.dekat, tapi sungguh, Shayna merasa bawah laki-laki ini yang tadi pagi.             Tanpa pikir panjang Reevin mengangguk, membuat suara hentakan tangan Shayna di meja terdengar nyaring dan mengundang beberapa pasnag mata menatap kearah mejanya. "Lo kan tadi yang bawa motor merah cepat-cepat, terus cipratan air comberannya kena gue?!" Suara Shayna meninggi, tatapan dan senyum laki-laki ini tercetak jelas, tadi pagi, laki-laki yang membawa motor tak senonoh hingga ciprata air comberan itu mengenai Shayna juga menampilkan senyum dan tatapan itu, membuat Shayna yakin, bahwa orang tadi pagi sama dengan orang yang sekarang duduk di sebelahnya.             "Iya, Shay ... na," balas Reevin terbata-bata, ia bukan tak tahu nama perempuan itu, tapi ia merasa gugup, akhirnya, ia bisa menatap perempuan itu lagi, berdekatan dengan perempuan itu, dan menerima amarahnya lagi. Ternyata, Shayna masih pemarah seperti dulu ya?             "Dan lo masih berani-beraninya duduk di sini? Tanpa minta ma'af sama gue?" Pertanyaan Shayna membuat Reevin mengangguk tanpa sadar.             Shayna adalah perempuan yang ia cari kurang lebih tujuh tahun ini, jadi bila Bu Ros atau guru lain memerintahkan Reevin duduk dengan Shayna, apa Reevin bisa menolaknya? Apa Reevin akan mengabaikan kesempatan itu? Tentu tidak, tentu ini dianggap Reevin sebagai anugerah, seorang semesta telah membantunya semakin dekat dengan laki-laki itu.             Shayna yang melihat Reevin mengangguk dan cengengesan itu membuat Shayna malah semakin marah, ia langsung memukul belakang kepala Reevin, berharap Reevin sadar, bahwa Shayna tengah marah padanya.             "Aduh!" Reevin mengaduh, ia menatap Shayna dengan mata yang terbuka lebar, ternyata benar, ini Shayna-nya. "Lo tuh ya, bar-bar banget jadi cewek, kalem kek, iya gue bakal ganti seragam lo, berapa sih?" ucap Reevin akhrinya, sambil mengelus belakang kepalanya yang sudah kena pukul dari perempuan itu.             Seharusnya Reevin tak mengatakan Shayna cewek bar-bar, Shayna adalah perempuan yang baper, pemarah dan cengeng, tiga sifat yang dikombinasikan bisa membuat Shayna terlihat kuat sekaligus lemah, Shayna pemarah, iya, tapi Shayna tak suka dibentak balik, Shayna juga tak suka dikata-katain, istilahnya Shayna hanya berani menggeretak, bila musuhnya menyerang balik, maka Shayna akan kalah, dan menangis.             "Shay, sudah sudah," Banjar akhirnya ikut turun tangan, menurut Banjar wajar saja Reevin mengatai Shayna karena kelakuan Shayna sendiri, tapi di satu sisi lainnya, Reevin harusnya tak boleh mengatai Shayna cewek bar-bar, itu telalu tak pantas untuk ukuran laki-laki.             "Iya sudah! Gue juga nggak mau ngomong sama dia, seenaknya ngatain gue cewek bar-bar, emang dia siapa, kenal juga enggak, mana jahat banget, bawa motor sok-sokan bisa, malah kena orang lagi, dasar laki-laki madesu!" Kata Shayna menahan tangisnya, sebenarnya perkataan Shayna ini menusuk ke jantung hati Reevan, ia juga merasa bersalah - sedikit, karena sudah mengatai perempuan itu.             Tapi maksud Reevan bagus, sudah tujuh tahun berlalu kenapa Shayna masih belum bisa mengubah amarahnya? Harusnya Shayna sadar, marah-marah itu banyak mudorotnya. Tanpa Reevin tahu -- padahal masih duduk bersisian dengan Shayna, Shayna mulai menangis, amarah yang tak bisa ia lampiaskan menjadikan dadanya sesak dan akhirnya menumpahkan air mata, saat Banjar mendekati Shayna, barulah Reevin sadar, sifat cengen sudah sangat melekat dengan Shayna.             Reevin berdiri dengan gagahnya, hidung mancung dan bibir yang tipis memang membuat Reevin kadang menjadi pusat perhatian, terlebih ia sempat adu argumen dengan Shayna, bukan kah itu semakin menjadi daya tarik di kelas?             Shayna tak kalah populer dengan Banjar di sekolah ini, Shayna yang hobi teriak-teriak, dan berbicara dengan intonasi tinggi mampu menarik perhatian orang lain, terlebih Shayna terlalu sering terlibat dengan Banjar, si anak futsal yang sering ikut turnamen.             Lima menit berlalu, dengan berjalan santai- harusnya bersembunyi, dari kantin Reevin menenteng segelas jus tomat yang Reevin harap Shayna masih menyukainya seperti dulu. Setelah sampai di kelas, Reevin masih melihat Shayna bertahan di tempatnya, walau ia sudah memalingkan badan, berbincang dengan dua teman laki-lakinya yang duduk di belakang Reevin dan Shayna.             "Ini," Reevin tiba-tiba menyerahkan jus tomat -- yang setahu Reevin menjadi minuman kesukaan Shayna, kepada perempuan itu.             "Sogokan nih?" Balas Shayna dengan wajah yang sinis. Shayna benci cowok ini pokoknya! Shayna benci Reevin, benci benci, tapi Shayna dengan jelas tidak bisa menolak jus tomat yang laki-laki itu bawa.             "Itu gantiin air mata lo tadi, masalah pakaian lo sini gue yang nyucinya," kata Reevin akhirnya.             Shayna melirik jus tomat yang ada di hadapannya, matanya sedikit berbinar, jus tomat adalah minuman terenak di seluruh dunia, bagi Shayna, dan mana mungkin Shayna tidak mengambil itu, Shayna sama sekali tidak ingin gengsi, ia suka jus tomat. "Oke deh, Reevin, thank you!" Setelahnya Reevin dan Banjar serta Kevin berkenalan, Shayna tak lagi memikrikan apa yang dikatakan Reevin tadi, karena Shayna sendiri menyadari bahwa ia berbuat salah, harusnya ia tidak sekasar itu kepada Reevin tadi.             Mungkin Reevin keterlakuan, tapi tadi Shayna juga yang salah, harusnya Shayna tak memukul kepala Reevin, Reevin juga anak yang manis, buktinya ia membelikan Shayna jus tomat. Tapi, kok Reevin tahu Shayna suka jos tomat? Apa ini hanya kebetulan saja?                                                                                 ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD