Bab 15. Cinta Sejati

1335 Words
Berlian hanya mengerjapkan kedua mata cepat melihat Agam yang mendadak muncul di depannya itu. Ia sama sekali tidak menyangka jika Agam akan masuk ke kantornya dan bisa menemukan dirinya. Membuat jantung Berlian berdetak kencang dan lidahnya justru kaku sejenak. Agam menjauhkan ponsel dari telinga lalu mematikannya. Ia berjalan mendekat ke arah Berlian. Agam yang semakin mendekat itu, membuat jantung Berlian semakin berdebar-debar tidak aman. "Kenapa kamu menghindariku?" tanya Agam dengan raut wajah serius. Berlian nampak kesusahan menelan ludahnya. Perasaan malu, salah tingkah dan masih dengan debaran jantung yang sama itu, bercampur jadi satu. Sekian detik, ia tertawa canggung. "Siapa yang sedang menghindarimu? Aku tidak menghindarimu, kok," jawab Berlian masih dengan salah tingkah. Ia mencoba mengalihkan pembicaraan. "Lalu kenapa kamu berbohong? Tadi bukankah kamu bilang kamu sedang perjalanan menemui dewan direksi? Kenapa justru ada di kantor?" "Aaahh ... sebenarnya aku mau berangkat sekarang juga." Berlian kemudian segera menutup laptop begitu saja. Ia memasukkan ponsel ke dalam tasnya dan segera berdiri. Ia nampak tergesa-gesa karena ingin segera menghindar dari Agam lagi. Namun, tiba-tiba ketika Berlian akan melewati Agam, Agam memegangi pergelangan tangan Berlian. Sehingga menghentikan kaki Berlian. Ia terhenyak melihat Agam memegangi tangannya. Sekian detik kemudian, Agam melepaskan pegangan tangannya dari Berlian begitu saja. Membuat Berlian melihat pegangan Agam yang terlepas darinya. "Ber, maaf kalau aku mengejutkanmu. Kita bukan anak kuliah lagi. Sekarang kita sudah dewasa. Kita bisa membicarakannya baik-baik. Kamu tidak perlu menghindar kalau kamu tidak ingin menerimaku. Aku pastikan tidak akan ada yang berubah. Aku akan tetap menjadi teman baikmu. Jadi, berhentilah menjauhiku," ujar Agam dengan nada sabar. Berlian tertegun mendengar kalimat Agam. Ia sampai tercengang. Agam sama sekali tidak memaksanya untuk membicarakan hal yang menurutnya penting tadi malam. Bahkan Agam bisa langsung melepaskan pegangan tangannya begitu saja. Sangat berbeda dengan Satya. "Cepat, katakan! Kenapa kamu diam saja tidak bisa memberi jawaban padaku?!" Mendadak Berlian terlintas kalimat Satya yang pernah Satya lontarkan untuknya. Ketika masih bersama Satya, Berlian setiap hari selalu di manipulasi dan dibentak seakan-akan dialah yang bersalah. Bahkan Satya selalu menggunakan tangannya untuk memaksa Berlian. Benar juga. Agam memang berbeda dengan Satya. "Ber? Maafkan aku soal kalimatku tadi malam. Aku tidak sadar, kalau kalimatku tadi malam, bisa membuatmu tidak nyaman." Kalimat Agam kembali mengembalikan fokus Berlian. "Tidak nyaman apanya? Justru aku merasa gelisah dan tidak bisa berhenti memikirkannya," gumam Berlian dalam hati. "Sekali lagi, maafkan aku kalau kemarin mengejutkanmu. Aku tidak ingin memaksamu untuk menjalin hubungan denganku. Aku hanya ingin ... melindungimu. Anggap saja tadi malam tidak terjadi apa-apa di antara kita," tambah Agam lagi. Membuat Berlian mengangkat kepala dan melihat ke arahnya. Berlian sampai terkesan dengan penjelasan Agam yang lembut itu. Bahkan, saat ini Agam terlihat jauh lebih tenang dibanding dirinya. "Kita masih satu rekan bisnis. Aku tidak ingin kamu merasa tidak nyaman hanya karena masalah seperti itu. Karena kita masih akan terus bersama. Jangan khawatirkan apa pun. Aku tidak akan pernah mengatakannya lagi padamu," tambah Agam lagi. "Aku menemuimu hanya ingin mengatakan itu. Sekarang, teruskanlah pekerjaanmu. Aku akan pergi. Aku janji, tidak akan membahas apa pun soal kemarin. Aku hanya akan menjadi teman baikmu," Agam melanjutkan kalimatnya. Sebelum pergi, Agam tersenyum tipis. Setelah itu barulah ia membalikkan badan dan perlahan mulai menjauhi Berlian. Membuat Berlian merasa bersalah. Melihat punggung Agam yang semakin menjauh itu, membuat Berlian ingin mencegahnya. "Tunggu, Gam!" panggil Berlian. Agam terhenti dan kembali melihat ke arah Berlian. "Apa ... kamu bisa mengantarku pulang?" tanya Berlian ragu-ragu. Agam masih terdiam sejenak dan tidak segera menanggapinya. "Tentu saja!" jawab Agam sembari tersenyum lega. *** Agam menghentikan mobilnya di sebuah taman kota. Berlian melihat suasana luar mobil dengan bingung. Sekian detik kemudian, Agam mematikan mesin mobilnya. Berlian melihat ke arah jendela mobil luar dengan heran. "Kenapa kita berhenti di sini? Apa kamu mau mencari sesuatu di sini?" tanya Berlian. "Kita turun sebentar, ya," kata Agam yang langsung membuka pintu mobil dan keluar mobil. Berlian masih heran melihatnya. Namun, setelah itu ia pun ikut keluar mobil. Agam berjalan dan berdiri memandangi pemandangan luar di seberang jembatan yang di depannya terdapat sungai. Berlian pun mendekatinya dan ikut berdiri di samping Agam. Berlian memperhatikan Agam yang melihat ke arah sungai di depan. "Ada apa? Apa kamu merasa kesal padaku?" tanya Berlian. "Tentu saja tidak. Maaf soal tadi malam. Aku tidak ingin membatasi pertemanan antara kita. Aku tetap ingin kita berteman seperti ini," jawab Agam. Berlian tersenyum tipis. "Meskipun begitu, mendengarmu mengungkapkan cinta membuatku terkejut. Aku sama sekali tidak menyangka kalau kamu menyukaiku sejak lama?" kata Berlian. Agam ikut tersenyum tipis dan melihat ke arah depan dengan pandangan menerawang. "Dulu, saat reuni terakhir kita waktu itu, sebenarnya aku ingin menyatakan perasaanku padamu. Tapi ternyata kamu justru memberikan undangan pernikahan padaku. Jadi, saat itu aku pikir aku kehilangan kesempatan untuk selamanya. Saat itu, aku hanya bisa mendoakan kebahagiaanmu. Siapa sangka, rupanya aku masih memiliki kesempatan itu. Begitu mengatakan hal yang terpendam, aku jadi sedikit lega," ungkap Agam lagi. Berlian terus memperhatikan Agam dari samping. Ia merasa hatinya tersentuh. Siapa yang menyangka kalau Agam bisa menahan perasaan selama itu? Membuatnya ikut merasakan kesedihan. "Ah! Maaf, aku tidak akan mengatakan soal perasaanku lagi," kata Agam yang merubah ekspresinya menjadi normal kembali. Ia tersenyum ke arah Berlian. "Ber, apa tidak ingat kalau tahu hari ini adalah hari penting?" tanya Agam lagi. "Hari penting?" ulang Berlian. "Sudah kuduga kamu melupakannya. Karena itulah aku mengajakmu ke sini. Lihat di sana." Agam menunjuk ke sebuah arah yang tidak jauh darinya. Berlian menengok ke arah yang ditunjuk Agam. Tiba-tiba dari arah yang tidak terlalu jauh, ada banyak sekali lampu menyala dengan tiba-tiba. Membuat Berlian terkejut bukan main. Di sana banyak bunga-bunga indah yang sudah dirangkai. Untaian bunga bertuliskan 'Happy Birthday Berlian' dari bunga dikombinasikan dengan lampu terlihat sangat cantik. Berlian tertegun dan hanya bisa mengerjapkan mata melihat keindahan yang ada di depannya. Ia baru ingat kalau hari ini ulang tahunnya. "Aku yakin kamu lupa hari ini ulang tahunmu," ujar Agam lagi yang membuat Berlian menoleh cepat ke arah Agam. "Kamu ... yang menyiapkan ini semua?" tanya Berlian. "Hm!" Agam mengangguk mantap. "Karena itulah aku membawamu ke sini. Awalnya aku takut kalau kamu tidak akan melihatnya. Karena dari pagi kamu tidak bisa dihubungi. Tapi aku tetap membuatnya. Kalau pada akhirnya kamu tidak bisa melihatnya pun, aku tidak akan pernah menyesal. Ini kejutan ulang tahun untukmu." Agam lalu melihat lurus ke arah Berlian. "Selamat ulang tahun, Ber. Semoga kamu bahagia," tambah Agam lagi sembari tersenyum. Berlian sekali lagi tertegun. Kali ini, ia tidak bisa lagi menutupi rasa terharunya. Bahkan ia sampai berkaca-kaca. Seumur hidupnya, tidak ada yang memberinya kejutan ulang tahun seperti ini sebelumnya. Tidak juga dengan mantan suaminya. Berlian menundukkan kepala dan menyeka air matanya. Agam yang melihatnya langsung menautkan kedua alis. "Ber? Kamu tidak apa-apa, kan?" tanya Agam. Berlian lalu mengangkat kepala cepat dan Agam bisa melihat air matanya yang mengalir. Membuat Agam cemas melihatnya. "Kamu membuat ini dari pagi? Kenapa tidak mengatakannya padaku?! Aku tidak mengangkat panggilan darimu, paling tidak kamu mengirimiku pesan ...!" Berlian bercampur isak tangis keharuan yang amat dalam. Agam merasa bingung melihat reaksi Berlian. "Maafkan aku. Kalau aku mengirim pesan memberitahukannya, itu tidak akan menjadi kejutan, bukan?" jawab Agam yang mulai kebingungan melihat Berlian yang menangis itu. Berlian kemudian berjalan mendekat ke arah Agam sampai berdiri tepat di depan Agam. Agam hanya terpaku menatap Berlian yang sudah benar-benar berjarak dekat di hadapannya. "Gam, aku rasa aku juga tidak ingin menjadi temanmu lagi," ungkap Berlian. Berlian lalu melingkarkan kedua tangannya pada leher Agam. Membuat Agam semakin membeku dan tidak bisa bergerak. Berlian menarik leher Agam mendekat pada wajahnya dan hanya dalam hitungan detik, Agam merasa rasa lembut bibir Berlian menempel di bibirnya. Agam tercekat dalam sekian waktu. Namun, ia mulai menyadarkan dirinya bahwa ini semua kenyataan. Berlian benar-benar menciumnya. Terasa sangat manis dan jantungnya berdegup kencang. Agam pun ikut menutup mata dan menarik pinggang Berlian mendekat ke arahnya. Mereka saling berciuman dalam malam indah dengan penerangan lampu taman dan kejutan yang dibuat Agam untuk Berlian. Berlian merasa hatinya yang selama ini membeku, perlahan mulai mencair. Ia merasakan kehangatan yang sangat nyaman dalam ciuman Agam. Seperti inikah cinta sejati itu?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD