Bab 13. Berhenti Jadi Teman

1102 Words
Berlian dan Agam baru turun dari mobil Agam. Tentu saja Agam mengantarkan Berlian pulang. Berlian masih memakai jas Agam ketika mereka sudah berada di luar mobil. "Terima kasih sudah mengantarku," ujar Berlian pada Agam. "Apa kamu yakin tidak apa-apa?" "Tentu saja. Memang apa yang akan terjadi padaku?" jawab Berlian sembari menundukkan pandangannya. Melihat Berlian yang sok kuat seperti itu, justru membuat Agam semakin mencemaskannya. "Apa kamu mau aku di sini menemanimu sebentar?" tanya Agam. Berlian mengangkat kepalanya dan melihat Agam. "Tidak perlu. Aku lelah. Ingin beristirahat. Pulanglah," pinta Berlian lembut. Berlian lalu berjalan menjauhi Agam. Agam masih berdiri dan memperhatikan Berlian. Melihat jalan Belian yang nampak lemas dan terus menundukkan kepala itu, membuat Agam semakin tidak ingin pergi. Ia segera berjalan menyusul Berlian dan menghadangnya masuk ke dalam rumah. Membuat Berlian tercekat dibuatnya. "Aku tidak akan pergi! Meski kamu mengusirku, aku akan tetap di sini! Sampai kamu merasa lebih baik!" tegas Agam yang berdiri di hadapan Berlian. Berlian melihat pancaran mata Agam yang nampak mengkhawatirkannya. Membuat Berlian luluh juga. Sekian detik kemudian, ia pun menganggukkan kepala beberapa kali pelan. "Mau duduk di sini berdua dulu?" ajak Berlian menunjuk bangku panjang di depan rumahnya. Agam pun menautkan kedua alis sembari menatap Berlian nanar. "Tentu saja," jawab Agam. Berlian dan Agam lalu berjalan ke arah bangku panjang itu. Mereka duduk berdua berdampingan. Di depan mereka nampak jalanan sepi area perumahan mewah tempat tinggal Berlian. Keduanya masih saling terdiam dan melihat pemandangan ke arah depan. "Apa kamu ingat? Dulu, saat ibuku meninggal? Aku terus terdiam bersedih di depan kosku. Kamu juga duduk di sampingku untuk menghiburku seperti ini semalaman," kata Berlian memulai percakapan. Agam menoleh ke arahnya. "Mana mungkin aku lupa? Karena kamu menangis terus menerus. Aku jadi bingung dan hanya berdiam di sampingmu. Aku bahkan tidak tahu harus berbuat apa? Melihatmu yang terus menangis seperti itu, membuatku jadi ingin menangis juga," ujar Agam. Berlian masih menundukkan pandangannya. Mendengar Agam, ia jadi terharu. Entah kenapa rasanya ia juga jadi ingin menangis sekarang. Berlian menarik nafas panjang dan masih menahannya. "Bahkan aku pikir, waktu itu aku tidak bisa membantu apa-apa?" kata Agam kembali. "Apa yang kamu katakan? Semalaman kamu menemaniku, tentu saja itu sangat membantu. Karena kamu terus duduk di sampingku yang kesepian, jadi aku merasa lebih kuat karena aku tidak sendiri. Masih ada teman yang mau menemaniku," jawab Berlian lagi. Agam hanya terdiam dan tersenyum mendengarnya. "Waktu itu, aku masih ingat kalimat terakhir ibu untukku. Ibu bilang, suatu saat nanti aku pasti akan menikah dengan orang yang sangat mencintaiku. Orang yang mau berkorban hidup dan mati untukku. Karena itu ...." Berlian terhenti berbicara. Suaranya terdengar bergetar. Agam menoleh ke arahnya dan melihat Berlian sudah berkaca-kaca. Membuat Agam semakin tidak tega melihatnya. Berlian menyeka air matanya dan kembali mengangkat kepalanya. "Aku pikir mas Satya adalah pilihan tepat untukku. Ternyata aku memilih orang yang salah. Karena itu, aku sendiri kadang merasa bersalah pada almarhum ibu. Yang diinginkan ibu hanyalah aku bahagia setelah menikah. Tapi Satya justru merenggut kebahagiaan itu sejak lima tahun menikah. Bahkan, setelah bercerai pun dia dan istri barunya masih terus menggangguku," lanjut Berlian bercampur isak. Agam terus memperhatikannya. Melihat Berlian yang menangis itu, membuat hati Agam ikut terasa sakit. Berlian tidak bisa menghentikan tetes air matanya. "Tidak masalah," kata Agam lembut. "Semua orang memiliki masa lalu. Bersyukurlah karena kamu telah diberi kesempatan kedua. Aku yakin, setelah bercerai dengan Satya, kamu pasti akan menemukan kebahagiaan yang lebih besar," tutur Agam. Ia lalu melihat Berlian sembari tersenyum. Berlian akhirnya menyeka air matanya sekali lagi. Ia menoleh ke arah Agam yang dari tadi terus memperhatikannya. Berlian pun tersenyum mendengar kalimat Agam. "Terima kasih. Entah apa lagi yang harus aku katakan padamu? Dari dulu kamu selalu ada untukku," ujar Berlian. "Ngomong-ngomong, kamu tadi cukup hebat juga. Bisa melempar istri baru mantan suamimu ke dalam kolam," kata Agam lagi. Berlian pun tertawa kecil. "Aku sendiri tidak menyangka bisa melakukan hal itu." "Tapi aku sangat mendukungnya. Aku yakin, besok pasti beritanya akan menyebar. CEO cantik dari Glory Garment, bukan hanya seorang pebisnis wanita handal. Tapi dia juga bisa karate," kata Agam bermaksud bercanda. Berlian pun semakin tertawa. Sekian detik kemudian ia menarik nafas panjang. "Aku rasa aku sudah lebih baik. Kamu benar-benar temanku yang paling baik, Gam," kata Berlian lagi. Agam hanya memberikan ekspresi datar mendengar ungkapan Berlian itu. Berlian kemudian berdiri. Agam pun juga ikut berdiri. Setelah itu, mereka berdua saling berhadapan satu sama lain. "Sekali lagi, terima kasih karena sudah menemani dan menghiburku. Sekarang aku mau masuk dan beristirahat. Terima kasih, teman baikku," ujar Berlian sekali lagi. Berlian lalu berjalan menjauh meninggalkan Agam. Agam hanya menundukkan kepala saat Berlian akan masuk ke dalam rumahnya. Ada sesuatu yang sangat mengganjal hati dan mengganggunya. Tidak lama setelah itu, Berlian nampak kelupaan sesuatu. Ia terhenti sejenak lalu berbalik lagi mendekati Agam. Agam melihat berlian yang kembali ke arahnya. Berlian kini berdiri di depan Agam lagi. "Aku hampir lupa! Terima kasih untuk jasnya," ujar Berlian yang akan melepaskan jas milik Agam. Namun, tiba-tiba Agam menarik jas tersebut dan melarang Berlian melepaskannya. Kedua tangan Agam merapatkan kembali kerah jas yang dipakai Berlian, sehingga Berlian tidak bisa melepaskan jas milik Agam dari tubuhnya. Agam lalu menarik kerah jas itu dan mendekatkan tubuh Berlian padanya. Membuat Berlian terhenyak kaget. "Agam?" "Ber! Sampai kapan kamu begini? Kamu benar-benar polos atau hanya berpura-pura sebenarnya?" tanya Agam dengan ekspresi wajah serius. "A ... apa yang sedang kamu bicarakan?" "Dengarkan baik-baik! Aku sudah lelah menjadi temanmu! Mulai sekarang, aku tidak ingin menjadi temanmu lagi!" Setelah berkata begitu, Agam langsung menempelkan bibirnya pada bibir Berlian. Ia menutup mata mencium Berlian dengan menarik jasnya. Membuat Berlian terkejut bukan main. Karena ciuman dadakan dari Agam, jantung Berlian seolah langsung terasa berlompatan ke sana kemari tidak karuan. Berlian melihat Agam yang menciumnya itu masih memejamkan mata dan terus menagutkan bibir padanya. Membuat Berlian mengerjapkan mata cepat dan harus beradaptasi hati. Berlian mencengkeram tangannya sendiri. Tapi, kenapa Berlian sendiri merasakan kalau ciuman ini nikmat? Meski sangat terburu-buru. Sekian detik kemudian, akhirnya Berlian ikut memejamkan mata dan merasakan sensasi ciuman dari Agam. Bibir lembut Agam lama-lama terasa manis. Ia pun mengikuti hatinya untuk diam saja dan membiarkan Agam menciumnya. Sekian detik, Agam mengalihkan tangannya. Ia merapatkan tubuh Berlian padanya. Membuat Berlian langsung tersadar dan justru segera membuka kedua mata dan langsung menjauh. Agam pun perlahan membuka kedua matanya. Ia melihat wajah Berlian yang nampak terkejut itu. "A ... apa yang baru saja kamu lakukan, Gam?" tanya Berlian nampak ragu-ragu. "Kamu harus tahu, Ber. Aku sudah menyukaimu sejak lama. Mulai sekarang, aku ingin hubungan kita lebih dari teman!" jawab Agam tegas. Mendengar pengakuan Agam, Berlian semakin tercekat. Ia hanya terdiam sembari mengerjapkan kedua matanya berkali-kali bingung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD