Tampan, gagah, pintar, dan yang paling utama yakni sangat baik juga dermawan. Yups, itulah penjabaran dari seorang Yoga Harnanda, pria berusia 27 tahun yang memang benar-benar perfect di mata orang-orang.
Berprofesi sebagai seorang Aktor papan atas, musisi terkenal, dan model dunia itulah yang membuat Yoga berhasil menggaet jutaan fans loyal maupun royal dari seluruh penjuru dunia.
Yoga itu definisi bias sejuta umat pokoknya. Atau bisa di katakan fans dari Yoga sangat-sangat bejibun tak terhitung. Bahkan untuk sekali Yoga merilis musik video saja, dia bisa mendapatkan lebih dari seratus juta tontonan hanya dalam kurun waktu 24 jam. Belum lagi di platform musik lainnya, juga di dengarkan puluhan juta, dan album fisik yang terjual tidak pernah zonk. Bisa di bilang semua yang di lakukan Yoga, fans tidak pernah gagal dalam mendukung, semua rata dan selalu tinggi di masing-masing tempat.
Itu masih dalam dunia seni musik saja loh, belum ketika Yoga menjadi model majalah atau bermain film baik dalam negeri maupun kancah international. Hm, Yoga benar-benar definisi sukses menembus langit. Tidak hanya sibuk dalam pekerjaan, sepertinya Yoga juga sibuk menghitung pundi-pundi uang yang telah dia hasilkan.
Meski sudah seterkenal dan se kaya itu, Yoga tidak pernah lupa daratan, dia adalah sosok yang humble terhadap fans dan juga selalu mementingkan orang lain ketimbang dirinya sendiri, bahkan dia sering menyumbangkan sebagian hartanya kepada yang membutuhkan. Walaupun Yoga tak pernah mengungkapkan atau pamer sana sini _seperti selebriti kenanya_, akan tetapi dengan kekuatan media yang rajin mengikuti Yoga, hal itu sudah cukup untuk mengetahui fakta semuanya.
Hm, begitulah Yoga di mata publik, sangat sempurna dunia akhirat bukan, tapi jelas hal itu tidak sejalan jika di bandingkan pada mata Dena. Wanita itu sama sekali tak berfikir demikian, apalagi setelah melihat kejadian tadi. Hm, jangan harap.
Dena kembali mendesis, melihat baliho besar yang menampakan foto tampan Yoga dengan balutan jas hitam rapi di pinggir jalan depan sana. Jangan lupakan tambahan kata-kata yang sangat hiperbola menurut Dena, yang mana begitu memuji-muji Yoga, setalah baru saja membawa pulang thropy dari salah satu acara musik bergengsi di luar negeri.
Huh ... Belum tau saja bagaimana kelakuan si selebriti tipu-tipu itu, ingin rasanya Dena berteriak keras tentang fakta yang dia lihat. Tapi ya mau bagaimana lagi, kenyataanya Yoga berbakat dan tampan, minus kelakuannya saja yang seperti manusia buruk tak beradap. Hm, menyebalkan juga tenyata mengetahui sifat buruk orang, tetapi di mata dunia malah dipuji-pusi macam perfect tanpa celah.
Sudahlah ... Dena memang harusnya tidak berfikir seperti ini, terserah Yoga mau berbuat apa toh, dirinya tidak akan rugi, yang malah akan untung hehe ...
Heh, jangan lupa, Dena masih memiliki bukti rekaman dan video yang tersimpan rapi pada kamera yang menggantung di lehernya itu loh. Dan dengan video beberapa detik ini, nasib hidup Dena benar-benar akan berubah seratus delapan puluh derajat, yang mulanya melarat sangat menjadi kaya raya mendadak.
Hoho jangan salah, Dena memang berniat meminta hasil yang lumayan nantinya. Jika uang kompensasi di berikan sedikit, Dena juga tidak akan bisa menerimanya, belum lagi Dena juga sudah membayangkan sambutan naik pangkatnya, yang setidaknya akan setara dengan pangkat Mommy nenek sihir, agar dirinya tidak di tindas terus menerus macam tadi.
Dengan senyum cerah, secerah hati Dena yang seperti penuh bunga-bungan dan kupu-kupu ataupun kepala Dena ang penuh dengan pemikiran uang, Wanita itu berjalan pelan memasuki area rusunawa atau tempat tinggalnya beberapa tahun ini. Dena bahkan melupakan rasa sakit nyut-nyutan di kakinya yang makin bengkak itu. Haha, sakit kaki mah nggak ada apa-apanya, jika dibandingkan rejeki nomplok yang akan Dena dapat.
By the way, Dena memang memutuskan untuk pulang saja ke rumah, dia memilih tidak menuruti Mommy yang memintanya untuk pergi ke stadion acara Award. Bukan apa-apa, masalahnya dia terlanjur telat, dan kalaupun datang dia akan mendapat semprotan keras bukan main dari bibir dower mommy, jadi Dena pikir pulang adalah solusi tebaik.
Ah ya, belum lagi, jikalau Dena tetap datang, dia malah takut akan bertemu dengan Yoga di sana, Dena takut di apa-apakan, pasti pria itu juga sadar begitu cepat, karena Dena datang dengan pakaian dan penampilannya yang tidak berubah ketika menangkap basah Yoga tadi.
Ah sudahlah ...
Dena sampai di ujung tangga paling bawah, kepalanya mendongak ragu menatap satu persatu anak tangga yang harus dia lewati. Tanpa sadar dia mendesis pelan, dan berlanjut melirik ke arah kakinya yang saat ini membiru dan bengkak. Hell, berjalan dari jalan raya menuju kemari saja kaki Dena rasanya sudah hampir copot, itu pun sambil ia seret, bagaimana mungkin ia bisa menaiki anak tangga hingga ke lantai sepuluh?
Hiks, rasa-rasanya Dena ingin menangis keras saja kalau begini caranya.
"Kelakuan buruk apa ya yang pernah gue lakuin dulu, kok sial mulu hidup gue," gumam Dena dengan bibir mencebik pelan.
"Den!"
Mendengar suara yang tiba-tiba terdengar dari arah belakang, wanita itu _Dena_ langsung saja membalik badan untuk melihat siapa gerangan orang yang telah memanggil namanya.
Dan tepat seperti dugaan Dena, rupanya yang memanggil adalah pria itu, Ares, tetangga sekaligus teman baiknya yang berada tiga lantai di bawah tempat tinggal Dena. Ares adalah pria baik yang memiliki usia sepantaran dengan Dena. Dulu mereka saling kenal karena Dena telah membantu ibu Ares membawakan belanjaan berat ke rumah beliau, dan karena itu sampai sekarang Dena dan Ares menjadi teman cukup dekat, yang kadang dapat Dena andalkan. Dena juga kenal baik dengan kedua orang tua Ares.
"Oi, Res. Dari mana?" tanya Dena langsung tanpa berbasa-basi, seiring Ares yang berjalan mendekat ke arahnya.
"Ini, habis beliin bapak bakso, lagi sariawan males makan, tapi malah minta bakso," jelas Ares seraya menunjukan buntelan kresek warna hitam yang pria itu tenteng.
"Haha, lo mah Res, jadi anak yang ikhlas ngerawat bapak napa," Dena sedikit tertawa gemas, karena menyadari raut Ares yang sedikit masam itu. Mungkin Ares sedang malas keluar apalagi harus naik turun anak tangga, di saat seharian sudah lelah bekerja di salah satu kantor swasta di dekat sana.
"Hm, iya-iya." Ares mengacak kasar rambut Dena, membuat tatanan Dena yang sudah acak-acakan makin lebih acak-acakan. "By the way, lo dari mana?"
"Biasa ada kerjaan di luar," jawab Dena dengan nada riang dan menunjukan gigi putih nan rapinya itu.
"Repot banget ya kerjaan lo, malem-malem gini aja harus kerja." Ares tau jika bekerja sebagai paparazi cukup merepotkan, melihat Dena yang kadang tidur di rumah saja sama sekali tidak tenang, memikirkan jadwal artis dan lainnya untuk di ikuti.
"Hm, kayak nggak tau aja lo, ini masih mending dari pada gue nginep di emperan toko kayak tahun lalu."
Ares mengangguk dengan di selingi tawa, mengingat satu tahun lalu Dena pernah mengikuti salah satu aktor dalam negeri yang memiliki skandal besar, dan karena itu, Dena rela bermalam di emperan toko hampir dua hari lamanya. "Bener juga sih. Ya udah yok naik, dingin di luar, mana baju lo kalo gitu," lanjut Ares sambil meletakkan tangannya di bahu Dena _merangkulnya_.
"Iya, ayok. Eh ..."
Baru saja hendak melangkah, Dena malah mengurungkan niatnya itu, karena merasakan sakit di kaki yang di angkat. Dia lupa, bagaimana caranya naik tangga kalau kakinya sakit seperti ini?
"Kenapa?" tanya Ares dengan raut kebingungan.
"Eem ..." Dena menunduk, melihat kakinya sendiri, "Gue nggak bisa naik Res, kaki gue sakit, k*****t banget kan gue tadi keseleo."
Mendengar hal itu, Ares sontak membulatkan matanya terkejut nan panik, buru-buru Ares berjongkok di depan Dena untuk melihat secara jelas kaki yang katanya sakit itu. "Astaga, kok lo nggak bilang. Ih, sampe bengkak gitu Den,"
Ares meringis melihat kaki putih bersih Dena harus membiru seperti itu, ia tak dapat membayangkan bagaimana sakitnya sekarang.
"Iya Res huhu."
"Sakit nggak Den," Ares ingin menyentuh kaki bengkak Dena, tapi dia mengurungkan niat malah takut makin menyakiti.
"Sakit lah b**o, gue aja bingung naik tangganya gimana." Mengabaikan Ares yang masih berjongkok, Dena mulai kembali melihat anak tangga yang harus ia lewati itu.
"Em, ya udah ayo gue gendong,"
Eh ...,
Dena terkejut bukan main, dia langsung menunduk lagi melihat untuk wajah Ares.
"Gimana?" Dena mengerjap-erjapkan matanya beberapa kali, takut dia salah mendengar barusan.
"Ayo gue gendong!" ulang Ares, agar Dena mendengar lebih jelas dengan ajakannya.
Huh, Dena menggeleng cepat sebagai tanggapan. "Enggak ah, nggak mau. Ya kali lo gendong gue sampe lantai sepuluh, bisa encok lo nanti. No no no." Jelas Dena tidak ingin merepotkan temannya itu. Hey, naik tangga tanpa beban saja sudah gempor, apalagi kalau harus tambah beban tubuh Dena ini. Tidak, Dena tidak mau!
"Lah terus lo mau nginep di sini?" Ares mengangkat alisnya sebelah, masih mendongak ke arah Dena di atasnya.
"Eng ... nggak juga sih. Tapi kan ..."
"Udah deh, ayok gue gendong!" Ucapan Ares sudah seperti tidak bisa di ganggu gugat, apalagi pria itu juga bergerak membalik badan, seperti mempersilahkan punggungnya menjadi tempat tumpuan tubuh Dena.
"Tapi Res, lo nanti ..."
"Gue kuat Den. Gendong badan lidi lo mah nggak kerasa, mau seratus lantai pun gue jabanin." Meski Dena berusaha keras menolak, Ares akan tetap kekeh untuk menggendong Dena.
Plak ...
Dena tanpa sadar memukul bahu Ares pelan.
"Dih lebai, beneren juga pasti gempor dan malah ngeluh."
"Hehe ... iya sih, tapi kalo sepuluh lantai mah bisa Den. Ayok!" Ares kembali berucap, dan menepuk punggung atasnya agar Dena segera beranjak.
Akan tetapi Dena malah diam saja, seperti tengah berfikir.
"Ayoh naik Den!" Ares mulai jengah.
"Enggak deh Res ..."
Benar-benar ya Dena ini. Alhasil karena sudah cukup kesal, Ares buru-buru menoleh dan mengatakan kata-kata yang mungkin dapat membuat Dena berfikir dua kali untuk menolak lagi. "Naik atau gue gendong depan?!
"Eh ..." Dena makin terkejut, tidak bisa begitu. di gendong belakang saja sudah pasti merepotkan, apalagi kalau gendong ala bridal.
"Den,"
"Iya-iya, naik, gendong belakang aja." Dena memanyunkan bibirnya. Tidak ada pilihan lain selain melakukan hal ini, dari pada harus di gendong depan kan.
Karena hal itu, Ares hanya bisa terkikik geli.
"Ati-ati gue berat, jangan jatohin gue loh awas aja." keluh Dena seraya bergerak menaiki tubuh belakang Ares, dan melingkarkan kedua tangannya erat pada leher itu.
"Hilih, berat apanya, masih beratan karung beras mang ojak tuh." Mang ojak adalah pemilik warung toko kelontong yang berada di lantai satu, dan biasanya para penghuni lantai atas harus menggendong karung-karung beras menuju tempat tinggal masing-masing.
"Yah jangan samain gue sama karung beras dong."
"Emang enggk, kalo lo mah kayak angin nggak kerasa." Setelah mengucap itu, Ares bergerak untuk bangkit berdiri dengan tambahan tubuh Dena. Tak lupa Dena juga menambahkan keeratan rangkulannya pada leher Ares, takut-takut malah dia yang terjatuh.
"Masa iya sih, gue padahal suka makan." Dena pikir ia tak kecil-kecil amat, karena memang kenyataannya makannya sangat-sangat makan, laper sama doyan kan memang beda tipis. Tapi ya bersyukur badan Dena ya segini-gini saja.
"Lo kalo bilang gitu di depan Anet bisa ngamuk tuh anak," celutuk Ares. Anet adalah adik Ares yang masih duduk di bangku sma. Bocah itu memiliki badan gempal yang menggemaskan, tapi karena sering insecure Anet juga selalu melakukan usaha diet meski selalu berakhir gagal. Makanya Anet kadang kesal jika melihat Dena selalu makan banyak tapi badan tetep semlohai.
Dena tertawa memikirkan reaksi Anet seperti biasanya, "Iya Res, gue juga nggak niat bilang."
"Ya udah gue mulai naik, lo pegangan yang erat." Ares sengaja memberi tahu, agar Dena tidak kaget dan bersiap-siap dahulu.
"Ay ay captain."
Setelah itu Ares pun mulai menaiki satu persatu anak tangga, dengan tambahan beban di punggungnya tersebut. Tak lupa mereka juga tetap saling mengobrol ringan untuk mengisi waktu perjalanan menuju lantai sepuluh.
Disisi lain, tanpa di sadari Dena dan Ares, sepasang mata yang berada di dalam mobil hitam _samping jalan raya_ rupanya telah mengamati keduanya dari kejauhan, dan mata itu tak bergerak sama sekali hingga Dena sudah berada di punggung Ares dan berlanjut menghilang di telan jarak.