Chapter 9

2533 Words
Keluarga Constantine sudah kembali ke Manhattan. Kaki Ruby sudah membaik, dan dia tidak lupa meminum vitamin yang diberikan dokter padanya. Saat ini, dia sedang berdiri menunggu Fred dan Anna yang memintanya mengawal bersama keempat pengawal lain. “I’m home! Anybody home?” Suara nyaring itu menggema di seisi ruangan—menyebabkan semua pengawal yang menunggu terpaksa melihat pintu utama mansion. Perempuan berwajah cantik dan anggun yang memiliki kulit putih pucat, iris berwarna biru, dan tubuh langsing itu adalah Lizzy Aubrelia Constantine—satu-satunya putri Fred. “Di mana orangtuaku? Apa mereka pergi?” Lizzy bertanya pada Nick yang sudah dia kenal sejak lama. Nick menunduk hormat sebelum akhirnya menjawab, “Tuan dan Nyonya akan turun sebentar lagi, Nona Lizzy.” “Oke, aku akan menunggu di sini saja,” ucap Lizzy. Saat berdiri tenang, pandangannya beralih melirik Ruby. “Hai, perempuan cantik. Kau pengawal baru keluargaku? Siapa namamu?” Ruby menunduk lalu menjawab, “Nama saya Ruby King, Nona Lizzy.” Pandangan Lizzy tertuju pada benda yang melingkar di leher Ruby. “E? Namamu Ruby kenapa memakai kalung berinisial E?” Ruby baru menyadari dirinya belum melepas kalung yang dipakaian Edward beberapa waktu lalu. Bibirnya bergerak hendak memberi jawaban namun, ada suara lain yang terdengar. “E berarti Edward. Dia kekasihku,” sela Edward sambil merangkul pundak Ruby seenaknya. Lizzy tertawa keras seolah meledek. “Dia tidak akan tertarik dengan manusia membingungkan sepertimu. Kau yang memaksa dia memakai kalung itu bukan?” Ruby mencoba menyingkirkan tangan Edward dari pundaknya namun, rangkulan itu semakin erat. “Sial! Padahal aku belum menceritakan padamu soal hal ini. Bagaimana kau tahu?” tanya Edward heran. Lizzy menjawab, “Ada dua alasan kenapa aku tahu. Satu, dia bukan tipemu. Dua, Roger sudah menceritakan drama ciptaanmu untuk menggagalkan pertunangan itu.” “Adik sialan yang satu itu selalu menceritakan apa-apa padamu. Belum pernah aku pukul dia,” ujar Edward kesal. Dia melepas rangkulannya dari Ruby lalu berjalan mendekati sang adik. “Anyway, welcome home, Liz.” Dia memeluk adiknya cukup erat. Lizzy mengembangkan senyum lebarnya lalu membalas, “Thank you, Ed. Terima kasih sudah membujukku pulang.” “Lizzy! Oh, My Godness! Akhirnya kau pulang, Sayang!” Anna langsung berhambur memeluk Lizzy. Edward memberi ruang kepada orangtuanya untuk memeluk Lizzy bergantian. Ada raut bahagia yang begitu jelas terpancar di wajah mereka. “Ya ampun… kau kurus sekali. Apa Caleb tidak merawatmu dengan baik? Bagaimana bisa putriku kehilangan berat badan sebanyak ini?” tanya Anna sambil menangkup kedua sisi wajah putrinya dengan tatapan khawatir. Lizzy terkekeh pelan. “Mom, Caleb merawat, menjaga, dan mengurusku dengan baik. Aku sedang diet demi pakaian yang aku buat. Jangan khawatir, Caleb tidak mungkin menyiksaku. He loves me more than anything in this world.” Anna percaya. Dia mungkin terlalu berlebihan mengkhawatirkan putrinya yang sudah memiliki jalan hidup sendiri. Putrinya tidak menikahi lelaki kaya raya, melainkan lelaki biasa yang bekerja mati-matian untuk menafkahinya. Namun, itu yang membuat Lizzy menikmati hidupnya. Meninggalkan semua kemewahan demi hidup bersama lelaki yang sangat mencintainya. “Mom, Caleb sudah mendapat pekerjaan yang lebih baik. Mom tidak perlu khawatir. Dia sudah bisa membeli mobilnya sendiri,” cerita Lizzy demi meyakinkan ucapannya kepada sang ibu. “Syukurlah kalau begitu. Kalau dia tidak membuatmu bahagia setelah kami bersusah payah merelakanmu, aku akan memenggal kepalanya,” sambung Fred “Dad, jangan berlebihan. Lizzy lebih menikmati hidupnya sekarang. Katanya hidup di sini seperti hidup di kerajaan, terlalu terkekang. Benar bukan adikku?” Edward menyela sambil menaik-turunkan alisnya memandangi sang adik yang terkekeh kemudian mengangguk setuju akan ucapannya. “Sudahlah, intinya aku sangat senang kau datang. Ayo, kita pergi ke tempat Grandpa. Dia mengajak kita makan siang bersama di mansion-nya. Kau harus ikut karena dia merindukanmu, Liz,” ajak Anna sembari membelai wajah putrinya sambil tersenyum lebar. “Sekarang? Semua kakakku ikut?” tanya Lizzy. “Iya, kami semua ikut. Kau pasti rindu makan siang bersama kami. Benar bukan?” jawab Landon yang baru saja berdiri di depan sang adik. Lizzy terkekeh lalu memeluk Landon yang memeluknya lebih dulu. Tidak lama kemudian matanya menyadari kedatangan Mark dan Roger. Dia bergantian memeluk kedua kakaknya yang lain sambil menunjukkan senyum bahagia. “Oh ya, kenapa akhirnya Dad mempekerjakan pengawal perempuan? Terakhir kali aku mengusulkan, Dad menolak.” Lizzy penasaran setelah melihat Ruby. “Waktu itu tidak ada pengawal setangguh Ruby jadi Dad menolak. Berhubung sekarang sudah ada Ruby, Dad percaya dia bisa mengawal semuanya dengan baik. Dia menguasai beberapa ilmu beladiri,” jawab Fred menjelaskan. “Syukurlah, setidaknya ada yang bisa mengontrol kalian berempat. Jadi aku tidak perlu dipusingkan oleh drama kalian lagi,” ujar Lizzy setengah meledek saat melihat keempat kakaknya. “Sial! Drama apanya! Kau yang hidup bagai drama!” protes Roger. “Kau yakin Roger Gregory Constantine? Aku rasa kaulah si raja drama,” kekeh Lizzy semakin meledek yang membuat ketiga kakaknya yang lain tertawa keras. Roger mulai kesal. Sudah lama tidak bertemu ternyata Lizzy berubah jahil. Seharusnya dia yang begitu kepada adiknya. Tak disangka Lizzy telah banyak berubah. “Jangan berdebat, lebih baik kita pergi sekarang.” Fred memotong sambil melangkah lebih dulu. Anna mengikuti sang suami sambil menuntun putrinya bermaksud berbincang karena Lizzy jarang menghubungi mereka. Sementara itu, keempat lelaki bertubuh tinggi mengikuti orangtuanya dari belakang. Ruby baru melihat kekompakan mereka sebagai keluarga. Lizzy bagaikan tuan putri yang memiliki banyak penjaga untuknya. “Bagaimana kakimu, Rubborn? Sudah sembuh?” tanya Roger yang tiba-tiba menghentikan langkahnya lalu berbalik badan menghadap Ruby. Ruby tersentak kaget lalu menahan kakinya akibat ulah Mark yang berhenti seenaknya. “Sudah, Tuan Mark.” Tanpa mengatakan apa-apa, Mark kembali menyusul keluarganya. * * * * * Ada empat orang koki elite yang sengaja diterbangkan langsung dari empat negara berbeda oleh ayahnya Fred. Belasan pelayan berjejeran siap menunggu perintah majikannya jika membutuhkan sesuatu selama menyantap hidangan makan siang. Tidak lupa semua daging yang dipanggang berasal dari kualitas terbaik bahkan ada yang harganya di luar akal sehat. Seperti ini acara makan siang bersama Michael Constantine, ayahnya Fred yang kaya raya. Apa saja dapat dilakukan karena uangnya tidak berseri. Mereka duduk santai di taman belakang mansion sambil menyantap hidangan kelas dunia yang begitu enak menyapa lidah. Para pengawal dipersilahkan duduk sambil menikmati hidangan di meja yang tidak terlalu jauh dari sang pemilik mansion.    “Bagaimana Paris, Liz? Kau masih nyaman menetap di sana?” tanya Michael sambil memotong daging steak miliknya. “Paris indah dan akan selalu begitu, Grandpa. Tentu saja. Aku senang tinggal di sana,” jawab Lizzy ikut menyantap makanannya.  “Caleb hebat bisa merebut hati cucuku yang satu ini. Kau konsisten dengan semua hal yang kau pilih. Tapi kenapa memilih Caleb? Sampai saat ini Grandpa masih tidak menemukan jawabannya,” tanya Michael lagi. Hal ini menyebabkan Fred memelototinya karena pertanyaan itu terdengar sensitif. Lizzy tersenyum hangat kemudian menjawab sambil menatap kakeknya. “Grandpa, aku tahu Caleb memiliki banyak kekurangan. Dia tidak kaya seperti lelaki lain yang mendekatiku. Tapi ada hal yang tidak bisa kau beli dengan uang. Cinta. Caleb menunjukkan betapa dia menginginkan dan mencintaiku sampai akhir hidup nanti. Kebaikan dan kesederhanaannya yang membuatku sadar kalau hidup bukan sebatas tentang uang.” Kalimat itu berhasil menciptakan senyum di wajah Michael. Seperti biasa, dia tahu Lizzy akan berkata demikian dengan pemikiran seluas samuderanya. “Wow! Pidatomu sangat bagus, Liz,” ledek Roger sebelum meneguk air putihnya. “Apa sebagus rayuan kekasihmu yang sering membohongimu itu, Roger?” balas Lizzy. Kalimatnya membuat Roger tersedak. Skakmat! Semua yang di sana langsung tertawa. Lizzy tetaplah Lizzy. Perempuan yang pandai membalas setiap ledekan yang ditujukan padanya. “Sial kau, Liz!” umpat Roger. Adiknya itu menjulurkan lidah meledek sebagai tanda kemenangan. “Grandpa menyukai alasanmu, Liz. Oh ya, apakah Caleb sudah membeli mobil? Jika belum, bawalah satu mobil yang ada di garasi. Aku baru membeli dua puluh unit mobil keluaran terbaru,” ucap Michael santai. “Dad kenapa beli mobil lagi? Bukannya baru membeli mobil kemarin?” tanya Fred bingung. “Yang menawarkannya sangat ramah, aku tidak tega makanya aku membeli dua puluh unit mobilnya,” jawab Michael tetap santai. “Kalau begitu aku akan mengambil satu, Grandpa,” kata Roger. “Tapi bolehkah dua? Aku ingin memberikannya pada Delilah.” “Ambil sesukamu, Roger. Aku tidak akan menggunakan mobilnya karena aku sudah punya mobil kesayanganku sendiri. Sekalian saja berikan untuk teman-temanmu,” balas Michael masih tetap mempertahankan senyumnya. “Aku akan mengambil dua, Grandpa. Mark juga akan mengambil dua,” sambung Landon. “Bagaimana denganmu Edward? Kau tidak tertarik mengambil mobilku?” tanya Michael. Tanpa bertanya dia sudah mengerti kenapa Edward tidak tertarik. Wajah cucunya yang satu itu tidak antusias seperti para saudaranya. “Tidak, Grandpa. Bisakah kau memberiku hal lain? Maksudku donasikan lagi uangmu untuk rumah sakit yang ada di London itu,” jawab Edward. “Tentu saja. Sebutkan saja berapa yang kau inginkan,” kata Michael. Kemudian dia memanggil salah satu kepercayaannya lalu menyebutkan nominal yang Edward inginkan untuk donasi. “Kau tidak perlu khawatir. Besok kepercayaanku akan mengurus donasi itu, Ed.” Edward tersenyum senang. “Terima kasih, Grandpa.” “Bagaimana denganmu, Liz? Tidak tertarik mengambilnya?” tanya Michael saat mengalihkan pandangannya pada Lizzy. “Aku tidak menginginkan mobil, Grandpa. Caleb sudah membeli mobil sendiri. Aku hanya ingin Grandpa datang ke Paris setelah aku pulang. Lihatlah rumah sederhana yang Caleb belikan untukku,” jawab Lizzy. “Oke, aku akan mengunjungi rumahmu setelah kau kembali ke Paris. Itu bukanlah hal yang sulit,” balas Michael setuju. Michael dikenal sebagai pengabul permintaan setiap cucunya. Apa saja yang mereka minta atau inginkan pasti akan langsung dikabulkan semudah menjentikkan jari. Ya, semudah itu. “Fred, apa gadis cantik itu mampu menjaga semua putramu? Siapa namanya?” tanya Michael sesaat melirik Ruby yang duduk sendirian di antara semua pengawal lelaki yang ada. “Namanya Ruby, Dad. Dia sangat kompeten dalam bidangnya jadi tidak perlu khawatir,” jawab Fred. “Baguslah kalau begitu. Tapi, wajahnya tidak asing. Seperti wajah pengawalnya keluarga Wellington. Apa hanya perasaanku saja?” “Benar, Dad. Ruby pernah menjadi pengawal keluarga Wellington.” “Panggil dia ke sini. Aku ingin berkenalan dengan pengawal perempuanmu itu.” Mendengar permintaan ayahnya, Fred segera menunjuk Ruby saat pengawal lain menyadari tatapan Fred tertuju ke arah mereka. Segera Ruby berjalan mendekat dan berdiri di samping Michael yang memintanya. “Siapa namamu? Wajahmu terlalu cantik untuk sekelas pengawal pribadi,” tanya Michael sambil tersenyum ramah. Ruby menundukkan kepalanya lebih dulu sebelum akhirnya menjawab, “Nama saya Ruby King, Tuan Michael.” “Apa mengurus kenakalan semua cucuku merepotkan?” “Tidak, Tuan Michael. Mereka semua tidak ada yang merepotkan.” Ruby berbohong. Dalam hati dia mengatakan kalau cucunya yang bernama Roger sangat merepotkan, dan menyusahkan. “Kau yakin, Ruby?” sambung Lizzy yang kebetulan duduk di dekat kakeknya. Anggukan kepala Ruby ditunjukkan sebagai jawaban bersama kalimat ‘yakin’ yang terucap. “Mustahil mengurus mereka semua tidak merepotkan. Mereka semua dapat memanipulasi dirimu, Ruby,” ucap Lizzy sambil menahan tawa dan fokus melahap daging miliknya yang belum habis. Ruby tidak mengerti maksud ‘manipulasi’ yang Lizzy katakan namun, kalimat Lizzy selanjutnya menambah kebingungan Ruby. “Kalau begitu kau belum melihat yang terburuk, Ruby. Mereka tidak seperti yang terlihat.” Ruby hanya bisa bertanya-tanya dalam hati. Terutama senyum lebar Lizzy yang menyimpan banyak arti. Tapi, soal mereka tidak seperti yang terlihat, benar adanya. Lalu apa yang terburuk? “Aku yakin kau dapat mengatasi mereka dengan baik,” ujar Michael. Ruby menyunggingkan senyum sebagai rasa percaya Michael padanya. Saat matanya melihat kumpulan empat lelaki yang saling berhadapan, dia kembali memikirkan kalimat Lizzy sebelumnya. “Kenapa dia belum datang ya?” Michael bertanya-tanya saat melihat arloji mahalnya. “Siapa, Dad?” tanya Anna ingin tahu. “Itu… oh, itu dia datang!” Michael menunjuk seorang lelaki bersetelan jas bergaris abu-abu dan putih yang baru datang. Ruby sedang mengingat-ingat wajah semua sepupu Edward dan adik-adiknya. Kemarin dirinya sudah mempelajari namun, dia sudah lupa sekarang. Sebab sepupu dari keluarga pihak ibunya mereka tidaklah sedikit. “Ruby, perkenalkan, namanya Desmond Taylor Constantine. Dia putraku.” Fred memperkenalkan sambil menepuk pundak lelaki itu yang menampilkan senyumnya. Ruby spontan bertanya, “Putra kandung?” Lizzy tertawa. Dia menyahuti, “Iya. Aku punya lima orang kakak lelaki. Kau pikir hanya empat manusia itu? Tidak, Ruby. Kakakku Desmond berumur dua puluh lima tahun, di atasnya Roger, di bawahnya Landon. Kau tidak baru mengetahui hal ini bukan?” Detik itu juga Ruby tercengang. Dia tak berhenti memandangi wajah tampan Desmond yang memiliki bulu-bulu halus di sekitar dagunya, dagu terbelah, dan bibir sensual yang menggoda. Iris birunya tidak menunjukkan tatapan dalam, tapi kehangatan yang tidak bisa dijelaskan. Kepalanya terus berputar memikirkan Desmond yang tidak pernah terlihat dalam foto keluarga. Atau mungkin... dia melewatkannya? Anna segera bangun dari duduknya memeluk Desmond, begitu juga semua saudaranya. Ada senyum bahagia saat menyambut kedatangan Desmond yang tidak terduga. “Kalau Lizzy menetap di Paris, maka Desmond sering pergi ke luar negeri. Dia seorang pilot makanya jarang menetap di rumah, Ruby” Anna menjelaskan sambil memeluk lengan Desmond. Ruby kembali tercengang. Selain putra Fred memiliki kepribadian yang sulit ditebak, ternyata kehidupan keluarga Fred sama sulitnya untuk dia jelajahi. Dia baru tahu persoalan Desmond. Sepertinya setelah tiba di mansion, dia harus membuka kembali silsilah keluarga Fred. Kenapa dia bisa melewatkan informasi penting seperti ini? Anna tak henti-hentinya membelai wajah Desmond yang dia rindukan. Selain Lizzy, dia jarang melihat putranya yang satu ini karena memilih profesi yang berbeda. “Kapan kau akan berhenti dari pekerjaanmu itu? Mom memiliki dua anak yang sudah menghilang dari rumah. Kenapa kau tidak mengatakan sudah kembali? Tiba-tiba muncul di sini.” Anna bertanya dengan wajah cemberutnya. “Grandpa mengatakan jangan bilang apa-apa kepada Mom atau Dad. Grandpa bilang supaya menjadi kejutan. Oleh sebab itu, aku mengundurkan diri dari pekerjaanku untukmu. Aku akan mencari pekerjaan baru yang tidak terlalu sering meninggalkan rumah.” “Seriously? Kau meninggalkan pekerjaan impianmu demi Mom?” sahut Landon tidak percaya. “Kurasa sudah cukup terbang bersama yang lain. Saatnya aku menetap di rumahku sendiri,” balas Desmond. “Waktumu sebentar sekali menjelajahi dunia terbang itu. Padahal Mom baik-baik saja bersama kita,” tambah Roger. Lizzy menyela, “Hell! Baik-baik saja? Mom hampir kena serangan jantung karena ulahmu waktu itu, Roger." “Oh ya? Tapi beruntung kau pergi dari rumah, jika tidak kepalaku bisa sakit karenamu,” ledek Roger. Fred menghela napas mendengar kalimat demi kalimat yang keluar dari mulut semua anaknya. Dia memilih mengabaikan keempat putranya dan Lizzy yang sedang berdebat kecil. Dia melihat Desmond yang tampak tenang. “Kalau begitu mulai besok Ruby akan menemanimu seandainya kau ada acara,” kata Fred. Dia kemudian melihat Ruby yang masih tidak percaya atas kehadiran putranya. “Kau setuju bukan Ruby? Maksudku, kau siap bergantian menemani kelima putraku?” Ruby mengangguk cepat. Pikirannya sudah tidak pada tempatnya. Terserah Fred ingin mengatakan apa karena dia masih tidak percaya! Desmond melihat Ruby di seberang sana lalu menarik senyum. “Jadi… siapkah kau terbang bersamaku, Ruby?” Semua kakak dan adiknya tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaan itu keluar dari mulut Desmond. Ruby yang tersentak mendengarnya tidak bisa menjawab apa-apa selain diam mematung dengan wajah merah padam. Kalimat Desmond, anak yang tidak dia sadari kehadirannya sukses memompa detak jantungnya lebih cepat dari biasanya. Apakah ada rahasia lainnya yang keluarga Fred miliki selain kehadiran Desmond? * * * * *  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD