“Tata! Kamu ngapain di sini?” Hamdi langsung keluar dari mobilnya.
“A-aku—”
“Kamu mau ikutan pesta ke rumah Arga juga?” tanya Hamdi.
“B-bukan-bukan!” Tata lekas membantah.
“Terus ngapain kamu di sini?” Selidik Hamdi.
Tata agak kesulitan menemukan alasan. Mulutnya bergerak-gerak namun tidak ada kata yang terucap. Tata berusaha keras memutar otak untuk menemukan alasan yang masuk Akal. Dia tersenyum canggung lalu menggaruk kepalanya pelan.
“Aku mau minta file tugas kelompok waktu itu sama Arga. Tapi ternyata di rumahnya lagi ada pesta, jadi aku mau balik pulang aja,” jawab Tata.
“Terus kenapa kamu nggak samperin dia aja? Kamu kan udah jauh-jauh dateng ke sini,” kata Hamdi.
Tata tertawa pelan.
“Sepertinya aku nggak cocok gabung di sana dan lagian Arga juga nggak ngundang aku,” alasan Tata.
“Kamu bisa datang sebagai partner aku?” tawar Hamdi.
Tata terkejut mendengar tawaran yang mendadak itu. Dia kembali harus memikirkan alasan untuk mengelak. Tata tertawa lemah. Sementara Hamdi terus tersenyum menanti jawabannya.
“Nggak usah, sepertinya aku juga nggak cocok gabung di sana,” elak Tata.
“Loh, kenapa kamu ngerasa gitu?”
“Kamu kan, bisa lihat sendiri,” Tata menatap pakaian yang dikenakannya.
“Hmm, jadi alasannya karena penampilan?” tanya Hamdi.
“Pokoknya makasih udah ngajakin aku, tapi aku harus pulang sekarang,” jawab Tata.
“No no no ...! Kamu tau, aku nggak pernah menerima penolakan dari cewek sebelumnya, dan ini terasa seperti sebuah penghinaan buat aku. Pokoknya kamu harus ikut gabung di pesta itu,” ucap Hamdi.
“Ta-tapi ...” Tata kebingungan untuk menjawab.
“Kalau untuk masalah pakaian aku punya solusinya,” tutup Hamdi.
***
“Selamat datang Brother, kok kamu telat banget sih.” Arga langsung menyambut kedatangan Hamdi dengan sebuah pelukan hangat.
“Maaf ... tadi aku ngejemput partnerku dulu untuk diajak ke sini,” jawab Hamdi.
“Partner ...? siapa? kamu serius?” tanya Arga.
Arga menatap ke arah pintu. Seketika itu juga Tata masuk dengan langkah canggung. Arga memiringkan wajahnya menatap Tata. Dia masih belum percaya dengan apa yang dia lihat. Arga terus memandang Tata lekat-lekat. Saat itu juga Tata langsung tersenyum padanya.
“Ayuk sini Ta,”panggil Hamdi.
“K-kamu ...?” Arga masih syok melihat kedatangan Tata.
Dia menatap Tata dari ujung kaki hingga kepala. Tata terlihat seperti orang yang berbeda malam ini. Dia begitu anggun dalam balutan mini dress berwarna merah dengan tatanan rambut di ikat tinggi. Riasan make up minimalis di wajahnya juga membuat Tata terlihat lebih fresh. Bahkan beberapa teman-teman Arga yang lain juga terpaku menatap Tata. Seperti kisah Cinderella, Hamdi sudah berhasil mengubah Tata menjadi sosok putri di malam ini.
“B-bagaimana bisa?” Arga masih belum mengerti.
“Bisa kita bicara berdua sebentar,” potong Tata.
Tata langsung menarik kemeja Arga. Sementara Hamdi menatap keduanya dengan sedikit heran. Tata akhirnya menyadari tatapan Hamdi dan segera melepaskan kemeja Arga. Tata tertawa pelan lalu berdehem beberapa kali sebelum kembali berbicara.
“Aku mau minta file tugas yang aku ceritain itu sama Arga,” jelas Tata.
“Oh itu ... oke oke. Santai aja.” Raut wajah Hamdi kembali berubah ceria.
Tata dan Arga pun segera menuju dapur yang sepi. Sesampai di sana Arga langsung menarik Tata dengan kasar dan mendorongnya ke arah dinding.
“Kamu itu apa-apaan sih, Ta?” Arga terlihat begitu geram.
“Hamdi itu nggak sengaja ngeliat aku di gerbang,” jawab Tata.
“Bukannya kamu pergi ke rumah Helena?”
“Iya, tapi Helena nggak ada,” jawab Tata.
“Aku peringatin ya, Ta! sama kamu! Hamdi itu sahabat aku. Aku harap kamu nggak usah deket-deket dan mengambil perhatian dia!” ancam Arga.
Tata menatap Arga lekat-lekat. Dia tidak lagi menunduk takut, dia tidak lagi menangis. Tata tiba-tiba menepis tangan Arga yang memegang pundaknya. Setelah itu dia tersenyum sinis sambil membetulkan gaunnya yang kusut.
“Memangnya kenapa kalau dia sahabat kamu? Toh, kita akan segera berpisah setelah enam bulan. Jadi wajar aja kalau sekarang aku mulai bersiap untuk kehidupan aku setelah drama ini berakhir.” Tata menekankan ujung kalimatnya.
“Udahlah, Ga! Aku udah capek. Toh kita cuma perlu menjaga rahasia busuk ini sampai tenggat waktunya habis.” Tata berkata ketus lalu kembali melangkah ke ruang pesta.
Arga termenung setelah kepergian Tata. Lama dia terdiam sebelum akhirnya kesadarannya kembali. Begitu kembali ke ruang pesta, Arga mendapati Tata tengah mengobrol hangat dengan Hamdi. Dia melihat senyum Tata begitu lepas, begitu juga dengan Hamdi. Binar mata keduanya melukiskan kehangatan. Arga kini merasakan ada yang ganjil di hatinya. Untuk pertama kalinya, tumbuh sebuah rasa tidak nyaman kepada Hamdi yang selama ini selalu disukainya.
***
Malam semakin larut. Semua teman-teman Arga sudah berangsur-angsur pulang. Sampai akhirnya hanya tersisa Tata dan Hamdi saja. Sepertinya Hamdi masih ingin mengobrol dengan Arga. Sementara Tata sudah merasa gelisah. Tata memikirkan bagaimana caranya dia bisa segera pergi dan bersembunyi hingga Hamdi pergi dari sana.
“Kok kamu banyak diam sih, Ga?” tanya Hamdi.
“Ah, nggak kok,” jawab Arga.
“Apa kamu udah capek?” tanya Hamdi lagi.
“Yah, kayaknya aku emang butuh istirahat,” ucap Arga.
“Ya udah kalau gitu aku pamit dulu ya,” ucap Hamdi.
“A-aku juga langsung pulang,” timpal Tata.
“Kamu bareng aku aja, Ta! Aku bakalan nganterin kamu pulang,” tawar Hamdi.
“Nggak! nggak usah ... aku pulang sendiri aja,” tolak Tata.
“Kata kamu tadi rumah kamu jauh?” tanya Hamdi.
“Iya jauh! Eh, deket kok!” jawab Tata.
Hamdi tertawa kecil. Dia merasa lucu dengan tingkah Tata. Hamdi memasang kembali jaket denimnya lalu meneguk sisa minuman di gelasnya. Setelah itu dia tersenyum menatap Arga.
“Aku sama Tata pulang dulu ya, Ga,” tutupnya.
Tata berjalan mengikuti Hamdi dengan wajah pucat. Sesekali dia berbalik menatap Arga dengan wajah meringis. Sampai saat Hamdi menutup pintu mobil pun, Tata masih menatap kepada Arga yang berdiri di depan gerbang rumahnya. Mobil pun mulai melaju dan saat itu juga Tata mulai kesulitan untuk bernapas.
***
Mobil sudah berjalan semakin jauh dari rumah Arga. Tata bingung mencari lokasi yang pas untuk tempatnya turun. Sampai akhirnya, Tata melihat sebuah gerbang sebuah komplek perumahan. Tata pun segera menunjuk gerbang itu.
“Rumah aku di sana!” tunjuk Tata.
“Oh, kamu tinggal di sini, Ta?” tanya Hamdi.
“I-iya,” jawab Tata.
Mobil pun segera menepi. Tata segera turun lalu berterima kasih pada Hamdi. Namun bukannya langsung pergi, Hamdi tetap diam di tempatnya. Tata pun menjadi salah tingkah. Sementara Satpam penjaga komplek kini menatap heran ke arahnya.
“Masuklah!” ucap Hamdi dari dalam mobil.
Tata memaksakan bibirnya tersenyum lalu melambaikan tangannya pelan. Kemudian Tata melangkah gamang menuju gerbang komplek. Dia menangkupkan kedua tangannya begitu Pak Satpam akan bersuara. Tata pun berdiam sebentar di balik pos satpam sambil kembali mengatur napasnya.
Suara deru mobil terdengar semakin menjauh. Tata pun segera keluar dari tempat persembunyiannya dengan lutut yang lemas. Dia tersenyum canggung kepada satpam yang masih menatapnya heran. Tata segera berlari-lari kecil keluar dari gerbang komplek itu menuju ke arah jalan raya.
“Gimana caranya aku bisa pulang sekarang?” rengek Tata.
***
Tata terus melangkah diheningnya malam dengan menjinjing sepatu tumitnya. Seperti Cinderella yang sudah kehabisan mantra sihirnya, Tata sudah kehilangan kereta kencana untuk mengantarkannya pulang. Entah butuh waktu berapa lama lagi baginya untuk sampai ke rumah Arga dengan berjalan kaki.
Ditengah rasa putus asanya, tiba-tiba Tata melihat sebuah mobil yang dia kenal melaju dengan kencang. Mobil itu melesat cepat dan melewatinya begitu saja. Tata segera berbalik melihat mobil itu. Tangannya terangkat ke udara hendak memanggil sosok pemilik mobil itu.
“Itu bukannya mobil Arga?” ucap Tata.
Tetapi mobil itu terus melaju dan menghilang di ujung jalan. Tata kembali melangkah gontai. Dia pasti sudah salah lihat. Mana mungkin itu Arga. Mungkin itu hanya sebuah mobil yang mirip dengan mobilnya Arga.
Setelah cukup lama berjalan, Tata mendengar suara deru mobil di belakangnya. Namun Tata tidak menghiraukannya lagi. Dia terus melangkah dengan tatapan kosong. Namun lama kelamaan Tata merasa ada yang aneh. Dia merasa bahwa mobil itu melaju pelan seiring langkah kakinya.
Tata berhenti melangkah. Dia menoleh pelan ke arah belakangnya. Seketika itu juga dia terkejut. Ternyata itu benar-benar Arga. Dia segera memajukan mobilnya sedikit lagi lalu membuka kaca jendela mobilnya. Sementara Tata masih mematung dan masih merasa bahwa ini semua tidak nyata.
“Ayo buruan masuk!” hardikan Arga langsung kembali menyadarkan Tata.
***