BAB 6

1219 Words
Emily POV. Aku menatap pria sombong itu penuh dengan pertanyaan. Mengapa bos menyebalkan ini mau membantuku? Ada apa? Apa ada sesuatu yang ia rencanakan? Tapi apa? Aku tak mungkin bisa melihat hatinya. Dan ada apa dengan tatapannya kepadaku ? Oh Tuhan... tunjukkan aku jalan agar aku bisa tau apa yang ada di pikiran pria menyebalkan ini, "Te-terima kasih, Tu-tuan bos, karena Tuan Bos sudah mau membantuku," kataku, aku memang begitu gugup. "Apa kau pikir semua ini gratis?" "Maksud Tuan Bos?" Aku benar-benar gugup. "Ikut aku!" kata pria menyebalkan ini. Dia berjalan di depanku. Aku langsung mengikuti langkah kaki bos angkuh yang ada di hadapanku, ia memasuki pagar rumah Jake. Tunggu. Apa yang Jake maksud adalah bos sombong ini? Sepupunya yang tinggal di atas sana. Benarkah ? Apa? Semua ini benar? Oh Tuhan... kenapa dunia ini begitu sempit? Setiap kemana pun, kenapa selalu saja ada hubungannya dengan pria ini? Tidak di kantor, di mess itu dan terakhir di rumah Jake. Bos sombong ini membawaku ke rumahnya. Apa ini? Kenapa dia mengajakku ke rumahnya? Jangan-jangan-- "Aaaaaa." Aku tak sengaja berteriak, karena tak sadar dengan pikiranku yang berpikir jauh. "Ada apa?" tanya bos sombong ini. "Ka-kau mau membawaku kemari untuk apa?" Bos sombong itu hanya diam saja dan masuk ke dalam sebuah ruangan yang mungkin kamarnya. Aku malu karena berteriak seperti tadi. Itu pun tak mengundang keanehan di wajah bos sombong itu. Aku akui dia tampan. Ya, sangat tampanlah. Para selebriti kalah dengan ketampanannya. Dia berpendidikan, namun sikapnya sungguh dingin dan tak pernah perduli terhadap orang lain. Rumahnya juga begitu rapi. Indah. Tapi, apakah dia tinggal sendirian di rumah sebesar ini? Tunggu, aku tak boleh memikirkan hal lain. Aku harus memikirkan tentang keselamatanku dulu, aku takut jangan sampai bos somhong itu dendam dan ingin membunuhku. Sesaat kemudian bos sombong itu keluar dari sebuah ruangan yang tadi di masukinya. Ia menatapku penuh dengan tatapan intimidasi, langkahnya pun terdengar sangat mengerikan. Matanya terlihat sangat jahat, "Duduk!" Perintahnya. Aku duduk di hadapannnya. "Kau harus menikah denganku." Perkataannya sontak membuatku terkejut. Aku membulatkan mataku penuh mendengar apa yang bos sombong ini katakan. Tunggu ... aku harus mencerna perkataannya. Apa tadi barusan ia mengatakan menikah? Tak mungkin. Aku pasti salah dengar. "Tadi Tuan Boss mengatakan apa?" tanyaku lagi, mencoba meyakinkan diri. "Kau harus menikah denganku." "Apa?" Berarti aku tak salah dengar. Tapi alasannya apa? "Baca isi kontrak ini." Dia memberiku satu lembar kertas. Di sini di katakan aku harus menikah dengan bos sombong ini selama 1 tahun, di katakan juga di sini jika aku memiliki utang sebesar $1.000.000 . Apa? Sebanyak ini? "Kontrak apa ini?" "Pokoknya kau harus menikah denganku." "Kenapa juga aku harus menikah denganmu?" "Jika tidak, aku akan menyuruh seseorang ke rumah orang tuamu." Perkataannya sungguh di luar dugaan, dia menyatakan akan melibatkan keluargaku dalam masalah ini. "Untuk apa?" "Menagih hutang dan menyuruh ibumu keluar dari rumah itu," jawabnya, aku merasa telah di permainkan jika dia bersikap seperti ini. Aku beranjak dari dudukku. "Apa kau tau di mana rumahku?" "Tak ada yang tak ku tahu," katanya sembari menghampiriku. Apa maksudnya? Kenapa dia menghampiriku dengan tatapan seperti itu? "Di dalam kontrak ini kau harus menikah denganku selama satu tahun dan kau sudah menandatanganinya," kata bos sombong ini. Jadi, dia bukan sekedar membantuku? Dia memanfaatkanku? Aku terjebak sofa dan aku sudah tak bisa berjalan mundur.. Ia makin dekat. Desahan napas bos sombong ini begitu ku rasakan, napas yang begitu menakutiku, wangi tubuhnya sungguh memabukkanku. Oh tidak- Aku tak boleh tergoda, "Hanya satu yang ku minta, menikah denganku dan bayar hutangmu dengan cara itu, kalau kau tak mau aku menganggu keluargamu." Dia mengancamku, dan aku sangat tahu dia seperti apa, dia menguasai penjuru Los Angeles dan sekitarnya. Aku melihat pria sombong ini dengan tatapan penuh dengan pertanyaan, jawaban itu belum cukup, aku ingin tau alasannya. Kenapa dia memintaku menikahinya? Dan untuk pertama kalinya juga aku mendengarnya berbicara panjang. "Kau--" "Ada apa? Kau tak mau? Apa kau pikir ancamanku tak ada gunanya? Jadi kau siap ibumu aku teror? Asal kau tau aku lebih jahat di bandingkan preman-preman di luar sana," katanya tepat di samping telingaku. Aroma mulutnya sungguh menenangkan hatiku. Aku tak mungkin menyukai pria sejahat pria sombong ini, membayar semuanya dengan uang termaksud diriku. Ku akui, siapa yang tak ingin menikah dengan pria sekaya dan setampan dia? Aku pun mau jika saja dia lebih lembut. Aku tak menyukai pria yang semena-mena seperti pria sombong ini meskipun dia pria miskin sekalian. "Kenapa tak kau jawab? Ini sudah jelas tanda tanganmu, bukan?" Aku sadar dari lamunanku ketika dia bertanya. "Kenapa kau melakukan ini? Apa tujuanmu?" "Hanya satu kau harus menikah denganku dan melakukan semuanya sesuai isi kontrak yang ada di kertas yang kau pegang itu," jawabnya. "Kenapa kau membawa keluargaku dalam masalah ini, kau jangan berani-- " "Karena yang ku bayarkan itu adalah utang Ibumu, bukan? Bukankah dia lebih bertanggung jawab untuk membayarku?" tanya pria sombong ini dengan menyeringai mengerikan, tatapannya segelap malam dan aku tak sanggup lama-lama harus bertatap muka dengannya. *** Di kamar aku berpikir. Apa yang harus ku lakukan? Bukankah ini semua salah? Apa semua ini harus ku lakukan? Aku bukan wanita yang menyukai semuanya hanya dengan apa yang dimiliki pria sombong itu. "Hei, wanita kampung, kau abis bekerja malam? Di bar atau hotel?" tanya Kelly yang sedikit menyinggung perasaanku. "Aku tak punya urusan denganmu," kataku mencoba menghindarinya. Kelly menarikku dengan sangat keras. Apa sih mau wanita ini? "Apaan sih kamu?" tanyaku. "Kamu jangan main-main denganku, kau bisa kubuat menderita sekarang juga." "Eh, Nona Kelly yang cantik, ini bukan permainan sampai aku harus memainkan anda," kataku agak kesal, wanita ini memang harus di balas dengan kasar juga agar dia tahu bagaimana jika dirinya di kasari. Layangan tamparan Kelly tepat mengenai wajahku. Oh sungguh menyakitkan. "Cukup, ya, ini satu tamparan anggap saja bonus untuk kamu, jadi jangan mengangguku lagi, aku tidak punya urusan denganmu," kataku seraya melangkah ke atas ranjangku. Kelly hanya menatapku. Ya aku tau itu pasti tatapan kebingungan karena sikapku. Andaikan dia wanita baik, aku pun akan lebih baik. Tapi karena sebaliknya ya aku juga harus bersikap sebaliknya. Setelah aku selesai membasuh wajahku. Aku terbaring di atas ranjang dan terbaring membelakangi Kelly yang kini sedang membaca majalah. Aku terbayang perkataan pria menyebalkan dan sombong itu. "Aku tak menyuruhmu menikah denganku karena aku menyukaimu, kau salah besar, anggap saja ini pernikahan kontrak, aku memiliki putra berusia empat tahun, namanya Jean, dia berpikir Ibunya masih hidup dan sedang berpergian ke suatu tempat." Aku membayangkan perkataannya, apalagi dia mengatakannya dengan santun dan terdengar seperti sedang curhat. Apa karena ada sesuatu yang ia inginkan? Sudah pasti, jika tak ada yang ia inginkan, pria menyebalkan ini tidak mungkin sebaik itu. "Jadi maksudmu, kau mau menjadikanku ibu dari putramu? Berbohong ? Bahwa aku ibunya, begitu ? Kau jangan main-main, kau hanya akan melukai hatinya, kenapa kau tak jujur saja jika ibunya sudah tiada?" "Ini bukan masalah kecil seperti yang kau pikirkan, jadi kau tak perlu bertanya, kita menikah bukan karena cinta, ingat itu! Kau hanya menjadi ibu dari putraku, kita akan sekamar, tapi tidak untuk seranjang, jadi kau jangan khawatir." "Lantas kenapa harus aku?" "Karena kau wanita yang sudah ku tolong, seharusnya kau balas budi dengan cara ini," jawabnya. Sebenarnya alasan pria menyebalkan itu sangat mulia, dia melakukannya demi putranya tapi kenapa harus aku? Dia melakukannya demi putranya tapi harus mengorbankanku. Tapi aku tak tega jika harus membohongi anak sebelia itu. BERSAMBUNG
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD