S E B E L A S

1237 Words
Hari pernikahan yang tak pernah Brianna bayangkan sebelumnya itu akhirnya datang juga. Dengan gaun pengantin yang indah dan juga riasan wajah yang mempercantik dirinya, Brianna hanya bisa terdiam sambil menatap sedih pada pantulan dirinya dicermin. Ia lantas menghela nafas panjang, menatap pada bucket bunga yang berada digenggamannya itu dengan pandangan kosong. Rasanya ia masih tidak percaya jika sebentar lagi ia akan menikah dengan seseorang yang sama sekali tidak pernah ia bayangkan. Padahal dulu ia pernah membayangkan akan menikah dengan seseorang yang ia cintai. Tak apa meskipun pernikahan itu digelar dengan sederhana, asal Brianna bisa merasakan kebahagian di hari pernikahannya. Tapi sepertinya harapan-harapan itu harus Brianna lupakan mulai sekarang karena hal itu tidak akan pernah terjadi. "Brianna?" Panggilan pelan dan juga sentuhan lembut pada bahunya itu menyadarkan Brianna dari lamunannya. Ia pun mengangkat pandangannya sebelum menunjukan senyuman pada Ella yang juga tersenyum padanya. Binar kebahagian benar-benar terlihat kedua mata Ella. "Kita keluar sekarang ya? Acara sudah mau dimulai," Ajak Ella. Ia menggenggam tangan kanan Brianna, membantunya untuk berjalan keluar. Sambil berjalan menuju ballroom hotel, Ella tiba-tiba memanggil Brianna lagi. Wanita paruh baya itu mengusap lengan Brianna pelan. "Boleh aku meminta sesuatu padamu, Nak?" "Apa, Mom?" Ella mengerjap pelan untuk mencegah air matanya menetes. "Tolong jangan tinggalkan Adam ya?" Ia menatap kedua mata Brianna penuh harap. "Ucapannya mungkin menyakitkan, tapi dia anak baik, Bri." Brianna terdiam sejenak, bingung hendak menjawab bagaimana. Brianna sangat sadar siapa dirinya. Ia hanya orang biasa yang tanpa sengaja mengandung anak Adam. Dan setelah melahirkan, Brianna sangat yakin ia pasti akan langsung diceraikan, sesuai dengan perjanjian awal mereka. Tapi demi menghormati Ella, Brianna hanya membalasnya dengan senyuman tipis dan juga anggukan pelan penuh ragu. *** Pesta pernikahan itu dirayakan dengan begitu mewah dan megah, beberapa tamu penting berdatangan untuk memberi selamat pada kedua mempelai. Satu persatu dari mereka ikut mendoakan kebahagian pernikahan itu. Mendengar itu, Brianna hanya bisa mengucapkan terima kasih disertai senyuman sopannya. Sementara Adam tampak malas untuk menjawab dan hanya mengangguk saja. Pria itu benar-benar menunjukan rasa tidak sukanya akan pernikahan ini, membuat Brianna terlihat menyedihkan. Apa lagi saat Adam malah memilih turun dari panggung untuk menemui teman-temannya. Brianna menghela nafas panjang. Ia lantas memilih untuk pergi ke toilet untuk memeriksa riasan wajahnya, sekaligus melepaskan diri dari situasi menyedihkan itu. Baru saja ia akan berjalan ke toilet, seorang wanita cantik tiba-tiba saja berhenti di depannya. Brianna menatapnya dengan wajah heran, bingung dengan wanita itu yang hanya menatapnya dari atas ke bawah disertai senyuman sinis. "Ada...apa?" Tanya Brianna karena wanita itu tidak mau menyingkir dari hadapannya. "Tidak apa-apa. Aku hanya ingin tahu seperti apa wanita yang menikah dengan Adam." "Kau temannya Adam?" Tanya Brianna. Ia mengulurkan tangan sekedar mengenalkan dirinya. Tapi tangannya justru ditepis begitu saja. "Aku ingin memberitahumu jika Adam adalah kekasihku. Dan kau hanya orang asing yang merusak hubungan kami!" Wanita itu melangkah maju, mendorong pelan bahu Brianna dengan telunjuknya. "Jadi mulai sekarang, kau harus sadar diri dengan posisimu disini karena aku tidak akan pernah melepaskan Adam. Dan jangan pernah berharap untuk merebut Adam dariku, jalang." Brianna hanya diam ditempatnya, menatap wanita itu yang perlahan pergi. Perasaannya mendadak terasa tidak nyaman ketika ia tahu jika ia sudah merusak hubungan Adam dan wanita tadi. Ya Tuhan! Kenapa semuanya jadi seperti ini? *** Setelah acara selesai, Ella lantas menyuruh Adam dan Brianna untuk langsung istirahat saja di kamar hotel. Wanita itu bahkan sampai memarahi Adam karena putranya itu masih saja sibuk mengurus pekerjaan ditengah acara pernikahan. Akhirnya karena malas mendengar Ibunya terus berbicara, Adam pun segera menuruti ucapan Ibunya itu. Jadi sekarang disinilah Brianna berada, duduk di pinggir ranjang dengan perasaan gelisah sambil sesekali melirik pada pintu kamar mandi yang tertutup. Adam ada di dalam sana, tengah membersihkan diri setelah acara panjang yang melelahkan hari ini. Detik jam dinding yang bergerak benar-benar terasa begitu lambat. Sampai akhirnya pintu kamar mandi pun terbuka, membuat Brianna sedikit terlonjak kaget ketika Adam keluar dari sana. Brianna langsung menunduk sambil meremas kedua tangannya, berusaha untuk bersikap tenang saat Adam lewat di hadapannya. Pria itu bahkan masih tidak berbicara padanya sejak pagi tadi, membuat Brianna bingung harus bersikap bagaimana. Ia juga takut untuk memulai pembicaraan lebih dulu. "Apa yang mau kau lakukan?" Tanya Adam sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk. Pria itu menatap sinis Brianna melalui pantulan cermin di hadapannya. "Um...say—aku hanya menunggumu." Balas Brianna pelan. Ia sebenarnya sudah mengantuk, hanya saja ia tidak berani untuk tidur lebih dulu lantaran takut Adam akan marah. Untuk itulah ia memilih untuk menunggu pria itu. "Menungguku untuk apa?" Adam mengangkat satu alisnya disertai dengusan kasar. Ia melempar handuk ditangannya ke atas meja sebelum memilih untuk duduk disofa, menghadap langsung pada Brianna. "Apa kau berharap aku akan melakukan hubungan s*x denganmu?" "Tidak. Aku—" "Jangan pernah berharap untuk hal itu, Brianna. Karena aku tidak akan sudi tidur denganmu lagi. Cukup sekali saja aku melakukannya dengan wanita sepertimu." Hati Brianna sedikit terluka mendengar ucapan Adam itu. Ia bingung kenapa Adam bersikap seperti ini padanya, padahal selama beberapa hari sebelumnya Brianna sudah merasa bersyukur karena Adam bersikap baik. Tapi kenapa seakarang jadi seperti ini lagi? Apa ia melakukan kesalahan yang tak ia sadari? "Aku bahkan mulai meragukan anak yang ada diperutmu. Apa itu benar anakku?" "Tapi ini memang anakmu." Brianna menggigit bibir bawahnya saat tangisnya sudah berada diujung mata. Hatinya yang sudah luka kembali tergores ketika mendengar ucapan Adam itu. Rasa sakit itu bahkan membuat perutnya sedikit terasa keram. Brianna lantas segera memeluk perutnya untuk mengurangi rasa keramnya. "Kenapa kau?" tanya Adam dengan kening berkerut. Pria itu pun langsung berdiri untuk mendekat. Brianna menggeleng, menolak untuk memberitahu Adam karena takut ucapan pria itu akan melukainya lagi. Adam berdecak sebelum berjalan ke arah koper dan membongkar isinya untuk mencari obat milik Brianna. Setelah menemukannya, ia pun memberikannya pada wanita itu bersama dengan sebotol air mineral yang tutupnya sudah ia buka. "Minum obatmu." Brianna menurut, perlahan ia mulai meminum obat dan juga vitamin kehamilannya dan merasa lebih baik setelahnya. "Terima kasih." Ucap Brianna. Adam tidak menjawab, karena pria itu lebih mementingkan ponselnya yang baru saja berbunyi lalu memilih untuk menjawab panggilan itu di balkon hotel. Tapi sebelum menutup pintu balkon, ia sempat menyuruh Brianna untuk tidak usah menunggunya. Keheningan melanda Brianna setelah pintu balkon tertutup. Dari atas ranjang, ia bisa melihat dengan jelas punggung tegap Adam yang berdiri membelakanginya. Pria itu bahkan masih terlihat sempurna meski hanya memakai pakaian sederhana. Berbeda sekali dengan dirinya sekarang ini. Brianna lantas menghela nafas panjang ketika sadar jika ia baru saja menyadingkan dirinya dengan Adam. Ia kemudian memilih untuk segera tidur demi membuang segala pemikirannya saat ini. *** Adam memutar mata malas saat mendengar suara teriakan Calla yang membuatnya terpaksa menjauhkan ponsel untuk menjaga pendengarannya. Begitu dirasa Calla tidak akan berteriak lagi, Adam kembali menempelkan ponselnya ditelinga. "Ada apa, Calla?" "Kau di mana?" "Di kamar hotel." "Berdua dengan wanita itu?" "Kami tidak melakukan apa pun." Ucap Adam ketika tahu kemana jalan pikiran Calla. "Tapi kalian pasti tidur satu ranjang ‘kan?" "Dengar, Calla. Aku bahkan tidak berniat untuk menyentuhnya, jadi kau tidak perlu takut." Bujuk Adam. "Bisakah aku mempercayai ucapanmu, Dam?" "Iya. Kau bisa mempercayai ucapanku.” "Baiklah, aku percaya padamu." Adam tersenyum. "Sekarang lebih baik kau tidur. Besok aku akan mengantarmu ke lokasi pemotretan." "Iya. Selamat malam, sayang." "Hm. Mimpi indah, La." Dan sambungan pun terputus. Adam langsung bernafas lega lalu memilih untuk masuk ke kamar. Perlahan ia tutup pintu balkon sebelum melangkah ke pinggir ranjang untuk melihat keadaan Brianna. Ternyata wanita itu sudah tertidur pulas. Adam menatapnya sejenak, tapi ia justru terfokus pada belahan d**a Calla yang sedikit terlihat dari balik gaun tidurnya. Adam pun buru-buru menarik selimut untuk menutupi tubuh Brianna, lalu setelah itu ia memilih untuk berbaring di ranjang. Tak lupa pula ia memberi batasan antara dirinya dan Brianna menggunakan bantal guling. Baru setelah itu ia bisa memejamkan mata meski sedikit susah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD