“Ren!! buruan deh sini, sini.” Anya melambaikan tangan cepat ketika melihat sosok Reno yang celingukan menoleh ke kanan dan kiri saat berada di dekat pintu utama restoran tempat mereka bertemu.
Reno adalah penanggung jawab utama dari Bliss Wedding, di mana pemiliknya adalah kakak kandungnya sendiri- Renata. Anya dan Reno sudah saling mengenal sejak awal masa perkuliahan. Anya yang saat itu berstatus sebagai mahasiswi baru, kenyang dengan segala keusilan dan tingkah di luar nalar Reno yang menjadi senior di kampusnya. Pun sebaliknya, Reno yang saat itu sudah menjadi mahasiswa tingkat akhir, menemukan semangatnya lagi ketika pertama kali melihat dan mengenal Anya yang diam-diam berhasil mencuri tempat di dalam hatinya.
"Apaan sih, An?" tanya Reno begitu pria tampan itu melesakkan b****g di atas kursi kayu di hadapan Anya. Begitu duduk, pria itu mengibas-ngibaskan telapak tangan mengisyaratkan begitu lelah dan dilanda gerah.
"Diih tumbenan jutek banget sih mukanya, Pak, gue cuma pengen ketemuan aja kali. Bukannya lo bilang sendiri kalo abis meeting sama client Bliss di sekitar sini," decak Anya ketika mengulurkan buku menu pada Reno. "Niih buruan pilih makanan, elo kan yang bayar. Gue udah pesen duluan tadi, yang paling enak plus paling mahal di sini."
Reno tergelak kecil sambil menggelengkan kepala. Gadis cantik di depannya ini ternyata tak berubah sama sekali setelah sekian lama mereka bersahabat dekat. Anya tetaplah Anya, gadis yang gemar mengosongkan isi dompetnya setiap kali bertemu seperti ini.
Apa Reno merasa keberatan? Tentu saja tidak sama sekali. Karena sebenarnya ia menyimpan perasaan lebih pada Anya, namun gadis itu sama sekali tak pernah menganggapnya serius, lantaran gelar playboy yang tersemat di belakang nama Reno Lukito.
“Pinternya si tuan putri... " sindir Reno sembari melengkungkan senyum.
"Woiyaa harus dong, jarang-jarang kan bisa morotin dompet bos sendiri," sahut Anya seraya mengibaskan rambutnya.
"Porotin aja sesuka lo deh, An, toh gue nggak akan bangkrut. Abang rela dek, abang relaaa," gelak Reno terdengar menggelikan ketika ia bersikap lebay bak pemain sinetron.
“Sombongnya anak Pak Lukito yang satu nih,” cibir Anya mencebikkan bibir bawahnya.
Setelah memesan makanan dan berbincang seru. Anya teringat akan satu hal yang akan ia tanyakan pada Reno.
"Eh, Ren... "
"Kenapa sayangku?" potong Reno setelah menenggak setengah gelas blue mojito di hadapannya.
"Sayang, sayang pala lo peyang?! Ketauan sama pacar lo yang berderet itu bisa habis gue dicaci maki dikira pelakor murahan," dengkus Anya disambut gelak tawa Reno.
"Mereka kan hanya pacar pajangan, kalo elo kan ayang beneran buat selamanya." Reno belum ingin berhenti menggoda Anya meski dari awal tahu usahanya akan berakhir sia-sia. Lantaran Anya yang tak pernah percaya dengan keseriusan Reno.
"Dih najisss, Ren!!" Anya bergidik ngeri sampai mengendikkan kedua bahunya.
"Sstt... iya deh, iya maaf. Kenapa sih? Anya Ayang... "
Anya menggeleng pelan, hampir habis kesabaran dengan sikap acuh Reno. Andai restoran ini sedang tak banyak pengunjung, pasti Anya sudah merangsek maju untuk menjambak rambut pendek nan klimis milik Reno. Atau minimal mencakar-cakar wajah tampan playboy gadungan itu lah agar otaknya sedikit sadar.
"Gue mau tanya sesuatu nih, serius dikit aja napa?"
"Tanya apa? Kapan gue ngelamar elo? Secepatnya kok, sabar dulu ya, abang kan lagi ngumpulin segepok dollar dulu buat mas kawin kita nanti, Sayang." Reno malah mengusap pelan punggung tangan Anya yang ada di atas meja.
"Renoo, gue gigit lo ya!!" Anya terpekik geram.
"Ouucchh.. oke, oke, ampun ... I'm listen, okay. Ampun Nyai, silakan pertanyaan." Reno mengaduh setelah mendapatkan beberapa kali pukulan di lengan dari kepalan tangan Anya.
Anya berdeham sekali lantas menatap serius sahabatnya ini. "Elo pernah denger nama Senopati Rajata D, nggak? D-nya sih gue nggak tau apaan." akhirnya Anya melontarkan pertanyaan setelah Reno kembali menatapnya dengan fokus.
Pria tegap di depan Anya malah mengerutkan kening sesaat. "Senopati anak sulung Pak Dwisastro itu bukan?" seru Reno malah balik bertanya.
"Heh, malah balik nanya sih? kalo gue tau ngapain gue tanya sama elo." Anya mendebas napas panjang.
Reno lagi-lagi tergelak, semakin gemas dengan segala macam ekspresi wajah Anya yang hampir putus asa dengan responnya. Tapi, apapun raut wajah yang ditampilkan Anya memang selalu bisa membuat hati Reno jungkir balik sih.
"Maksud gue, Senopati Rajata yang gue tau ya cuma Senopati Rajata Dwisastro, anak sulung Pak Dwisastro." sambung Reno lebih lengkap lagi.
"Siapa emangnya dia?" kejar Anya belum puas. "Lo kenal ya?"
"Hmmm, kenal dekat sih nggak. Tapi dia seangkatan sama Rena pas ambil studi di Yale."
"Yale university?" ulang Anya tampak takjub.
Reno hanya mengangguk singkat lantas mulai menyendok lasagna mozarella yang tadi ia pesan sebagai peneman perbincangannya dengan Anya. "Rena kan emang kuliah di sana, masa elo lupa sih?"
Tentu saja Anya tidak lupa, Renata yang merupakan pemilik Bliss Wedding juga beberapa usaha lainnya menjadi idola tersendiri bagi Anya. Selain cantik rupawan, Renata Lukito juga dikenal supel dengan karyawan yang bekerja di kantornya. Sayang, sejak Renata menjalani program kehamilan dan kini memang tengah mengandung buah hati pertamanya, perempuan cantik itu jarang mengunjungi Wedding Organizer yang ia dirikan ini. Posisi tertingginya justru digantikan sementara oleh Reno, adik satu-satunya yang wataknya dikenal sangat berkebalikan dengan sang kakak.
"Ngapain elo tanya-tanya soal Seno? Emang elo yang jadi MC acaranya? Kayaknya Axel deh yang jadi MC, karena jadwalnya barengan sama sidang skripsi lo, pas elo ambil cuti gitu deh."
"Eh... gimana sih maksudnya? Acaranya Seno yang mana? emang kita yang handle?" Anya kembali bertanya karena tak paham sama sekali kenapa jawaban Reno justru mengarah pada acara yang merujuk Bliss Wedding sebagai timnya.
Ternyata bukan hanya Anya yang salah tangkap. Melihat ekspresi kebingungan Anya, Reno juga akhirnya penasaran dengan hal yang ditanyakan gadis manis di depannya.
"Acara apaan sih maksudnya Ren? Otak gue kok tiba-tiba nggak nyampe sama respon lo ya?" ulang Anya ketika melihat Reno hanya diam sambil menatapnya lekat-lekat.
"Jadi gini, Nyai ... sekitar satu minggu yang lalu, pacar Seno dan nyokapnya hubungi Renata. Katanya lagi butuh Bliss buat handle acara pertunangan dia sama Seno gitu deh. Acaranya masih tiga bulan lagi sih, tapi dia pengen acaranya digelar megah dan sempurna, maka dari itu persiapannya harus matang. Maklum lah publik figur yang selalu disorot media, apa-apanya minta yang cetar membahana hulala," jawab Reno dengan nada terlalu berlebihan. Namun sedetik kemudian pria macho itu malah dengan santainya menyendokkan lasagna untuk ia suapkan pada Anya.
"Cobain deh, ekstra mozarella-nya enak banget," seru si jangkung itu mau tak mau membuat Anya membuka mulut, menerima suapan dari Reno.
"Pacarnya Seno siapa emangnya?" Anya masih bertahan dengan rasa keingintahuannya.
"Yosanna. Model cantik yang naik daun sejak jadi bintang iklan sabun itu loh."
Yosanna ... Yosanna ...?
Otak Anya bekerja cepat saat mengingat nama yang sama seperti yang pernah ia baca di email dari Senopati dua hari lalu. Yosanna Andriani. Nama seorang gadis yang diminta Seno untuk dimata-matai oleh dirinya. Aaah... ternyata dia tunangan dari Seno sendiri. Kisah roman picisan yang nampaknya tak jauh-jauh dari rasa curiga salah satu pihak pada pasangannya yang lain menjelang hari besar mereka.
"Harusnya sih elo tau, An. Karena Yosanna jadi model andalan di agensi milik bokap lo. Future Star," sambung Reno masih menyuapkan lasagna untuk Anya. Sampai-sampai Anya hampir melupakan spageti yang sudah ada di depannya juga.
Mendengar nama agensi model yang memang didirikan oleh sang ayah, Anya mendadak terdiam mengatupkan bibir. Gadis berambut panjang itu tak lagi berselera dengan lasagna atau spageti yang nampak lezat di hadapannya.
Anya memang punya kenangan buruk yang tak ingin ia ingat lagi dengan sang ayah. Bahkan kalau bisa, ia ingin mengganti saja keterangan 'binti Ruben Subrata' dalam akta lahirnya menjadi 'binti Rubah Subrata'. Karena Anya merasa ayahnya tak lain adalah sosok rubah yang tak ingin ia panggil dengan panggilan sakral ‘ayah’. Rasanya begitu tak sudi kalau dirinya harus menjadi putri dari pengusaha dengan reputasi 'tukang main wanita' yang bernama Ruben itu.
Sudahlah tukang kawin cerai, istrinya banyak dimana-mana, tetap saja hobby main wanita meski usianya tak lagi muda. Memang sih garis ketampanan sang ayah masih tercetak jelas, tapi tetap saja reputasi sang ayah di kalangan mucikari kalangan atas membuat Anya ingin muntah seketika. Untungnya, sang ayah sudah bercerai dengan ibunya yang berstatus istri kedua. Setidaknya ibu kesayangan Anya berani mengambil langkah tegas untuk bercerai dari sang suami, tatkala casanova tua itu meminta ijin untuk menikah lagi dan lagi.
"Bukan bokap gue kali," sahut Anya dengan nada sinis saat ia menyandarkan punggung di sandaran kursi.
"Heh, gak boleh jadi anak durhaka. Gimana juga Om Ruben tetap ayah kandung lo, pria yang akan menikahkan lo kelak, juga calon ayah mertua gue," ujar Reno sambil menaikturunkan kedua alisnya bersamaan.
"Dasar, Reno sinting!!"
Gesit, Anya melemparkan sendok kecil di sebelah piringnya ke arah Reno. Namun, boss sementaranya itu bisa dengan cepat berkelit sehingga kening mulusnya bisa terhindar dari lemparan Anya. Bunyi klentingan sendok yang terjatuh di belakang Reno membuat beberapa pengunjung restoran memperhatikan keduanya. Namun Anya lebih suka bersikap bodoh amat, daripada harus terpengaruh dengan tatapan kepo dari orang lain.
"Duuuh, judes banget sih neng cantik, untung udah terlanjur sayang luar dalam," kelakar Reno kembali ke mode usil lagi.
"Udah ah, males banget ngomong sama elo, Ren. Yukk ah balik, anterin gue pulang aja." Anya yang memasang muka sebal gegas merapikan isi tasnya.
"Eehh.. kok?" Reno sontak kelabakan karena kali ini Anya benar-benar merajuk karena ulah mulut cerewetnya. "Maaf, An. Maaf. Janji deh nggak akan bahas Om Ruben lagi."
"Telat! Elo bahkan udah nyebut namanya tiga kali hari ini. Muak telinga gue." Anya mencabut power bank tang terhubung ke ponsel lantas memasukkannya asal ke dalam tas.
"Katanya elo penasaran sama Seno dan Yosa? Yuuk deh tanya-tanya lagi," bujuk Reno mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Udah nggak minat lagi!" jawab Anya singkat.
"Tap—"
"Nanti gue bisa cari tau sendiri."
Anya enggan membalas tatapan Reno yang sarat akan rasa bersalah. Memang biasanya gadis itu tampak ceria, cuek dan easy going dalam pergaulan sehari-hari. Akan tetapi sekali saja ia mendengar nama sang ayah, Anya akan berubah seratus delapan puluh derajat menjadi gadis dingin yang tak tersentuh. Luka yang ditorehkan sang ayah padanya juga pada sang ibu tak bisa begitu saja dilupakan dengan mudah.
“Emang kenapa sih elo penasaran banget sama Seno?” tanya Reno ketika selesai membayar tagihan restoran lantas mensejajari langkah Anya yang berjalan pelan menuju tempat parkir mobil di basement.
“Dia calon client gue,”
“Client?” Reno menarik siku Anya pelan hingga gadis itu menghentikan langkah. Anya mengangguk dan membalas tatapan acuh tak acuh pada atasan yang sudah menjadi sahabat dekatnya itu.
“Elo masih lanjutin jadi stalker-stalker itu? Bukannya elo bilang udah berhenti ya?”
Reno sedikit terkejut. Pria itu memang mengetahui pekerjaan sampingan Anya sebagai penguntit professional yang membantu banyak orang untuk mencari tahu tentang kegiatan pasangannya, dan kebanyakan client Anya adalah orang-orang penting yang berpengaruh di tanah air. Mulai dari selebgram, selebriti bahkan sampai istri-istri pejabat.
“Maunya sih berhenti,” Anya malah terkekeh geli melihat ekspresi terkejut Reno. “Tapi ternyata client gue malah nyambung terus dari satu ke yang lain. Mana yang kali ini nawarin bayaran jauh lebih gede dari sebelumnya. Kan sayang kalau dilewatkan begitu aja.”
“Si Seno maksud lo?”
Anya mengangguk mantap. “Doi kaya banget ya?”
“Banget, dia salah satu anak dari crazy rich Surabaya yang nama keluarganya udah tersohor banget di kalangan pengusaha.”
“Oh wow, tangkapan besar dong!” sepasang mata Anya mendadak berbinar cerah membayangkan pundi-pundi rupiah yang akan ia raup jika mengiyakan tawaran Senopati.
“Mending elo berhenti deh, kalau clientnya Senopati.”
Kening Anya berkerut. “Why? apa salahnya?”
“Selain sultan yang hartanya nggak ketulungan, Seno juga ganteng banget, anjirr. Bisa kalah saing dong gue buat dapetin elo.”
***