Bab 6. Lamaran Kedua

1478 Words
“Sebentar, maaf. Maksudnya, Tuan Anthony ingin menikah ... lagi ... dengan anak saya?” tanya Ria sedikit terbata-bata. Anthony sedikit mengeraskan rahangnya dan mengangguk. Tantria makin menundukkan kepalanya dan tidak berani melihat ke arah Anthony dan Grizelle. “Benar, Bu. Tantria sudah setuju untuk menjadi istri kedua saya. Saya datang langsung untuk melamarnya,” jawab Anthony memperjelas. Ria spontan menoleh pada Tantria yang berdiri di sebelahnya. “Kok kamu gak bilang sama Ibu, Nak?” tegur Ria dengan suara berbisik lembut. Tantria lalu mendekat dan berjongkok memegang tangan ibunya. “Tolong berikan restu Ibu pada Tantri untuk menjadi istri kedua Tuan Anthony. Tantria sudah setuju dan ...” Tantria menoleh pada Grizelle sejenak lalu memandang ibunya lagi. “Ini yang terbaik, Bu.” Tantria kembali melanjutkan. Ria tertegun menatap anaknya. Ia harus menanyakan lebih lanjut tapi saat ini dirinya seperti tidak diberikan pilihan. “Saya membawakan sedikit hadiah dan seserahan lamaran untuk Tantria.” Anthony memerintahkan anak buahnya untuk meletakkan beberapa parcel cantik berisi beberapa barang, makanan serta buah-buahan. Bu Ria makin membesarkan mata serta membuka mulutnya. Seumur hidupnya mungkin baru kali ini ada bingkisan cantik dibawakan untuknya. Namun mengingat jika Tantria akan menjadi istri kedua, hatinya tidak rela. “Tuan Anthony, saya sesungguhnya masih belum mengerti tentang apa yang terjadi. Kenapa Tuan melamar anak saya?” Anthony mengulum senyuman dan menghela napas panjang. “Saya dan istri saya sudah sepakat dalam hal ini. Tantria juga sudah mendengar alasan kami yang sesungguhnya. Yang jelas, saya bisa menjamin kehidupan Tantria akan lebih baik. Kami juga akan membiayai pengobatan Ibu berapa pun,” ujar Anthony dengan sikap tenang. Grizelle sempat menoleh pada suaminya dan kembali melihat Tantria lagi. “Ibu tidak usah khawatir, saya akan menjaga Tantria.” Anthony kembali menambahkan. Kini Ria mengerti mengapa Tantria bersedia menikah dengan pria kaya seperti Anthony dan menjadi istri keduanya. Ternyata semua itu adalah untuk pengobatannya. Ria akhirnya menerima lamaran itu dan setuju pada semua hal yang diajukan oleh Anthony termasuk tanggal pernikahan. Selesai acara lamaran singkat itu, Tantria dan Ria akhirnya berbicara. Tantria tidak menyesal dengan keputusannya. Ia sudah menerima takdirnya. “Apa kamu yakin?” Tantria mengangguk lalu tersenyum. “Lalu bagaimana dengan kelulusan kamu?” tanya Ria lagi. “Tanggal pernikahan akan dilakukan dua minggu lagi, Bu. Nyonya Grizelle juga sudah membayar semuanya,” ujar Tantria menjelaskan. Ria makin meneteskan air matanya. Anaknya sampai harus berkorban seperti itu untuknya. “Maafkan Ibu, Nak. Ibu malah menjadi beban kamu,” ucap Ria nyaris tidak bersuara. Ia meneteskan air mata. Tantria pun ikut meneteskan air matanya dan memeluk ibunya. “Tantria akan melakukan apa pun untuk Ibu. Ibu jangan khawatirkan Tantria lagi ya. Yang penting Ibu bisa sembuh,” bisik Tantria melirih sedih. Ria hanya bisa mengusap rambut Tantria seraya memeluknya erat. Tantria hanya bisa mengeratkan hati dan memejamkan mata. Air matanya tumpah di pundak sang ibu. Ketakutannya untuk menghadapi dunia sendirian setelah menjadi istri membuat Tantria kecut. Akankah ia mampu menghadapi semuanya? Dua hari setelah lamaran tepatnya saat Tantria sempat melihat sebuah tajuk berita utama di koran kota membuatnya berhenti. Anak pengusaha terkenal bernama Frans Walinka tewas dalam kecelakaan pesawat. Tantria berdiri membaca koran tersebut di warung oplah koran dan majalah. Betapa terkejutnya dia saat mengetahui jika Frans sudah tiada. “Tantri, ngapain kamu di sini?” tegur salah satu teman Tantria. “Oh, enggak.” Tantria terkesiap kaget berbalik cepat dan tersenyum. “Ayo kita ke dalam. Nanti terlambat!” Tantria mengangguk dan sempat melihat sekilas pada koran yang tergantung tersebut sebelum ikut berjalan bersama temannya. “Ngomong-ngomong, apa rencana kamu setelah ini?” tanya si teman lagi. “Belum tahu.” Tantria menjawab singkat dan lembut. “Ah, Tantri kan pasti bakalan dilamar sama pacarnya, iyakan?” celetuk temannya yang lain. “Beneran?” Tantria hanya tersenyum menggeleng. Tidak ada temannya yang mengetahui soal pernikahannya. Tantria memilih menutup rapat-rapat perihal tersebut. Sedangkan Anthony terlihat gelisah dan gugup seakan itu adalah pernikahan pertamanya. Orang tuanya akan datang sebentar lagi dan upacara pernikahan dalam adat Tionghoa akan dilakukan. Hanya ada keluarga yang menghadiri. Upacara teh dilakukan setelah pemberkatan pernikahan. Semua akan dilakukan di kompleks rumah keluarga Lin. Saat hari pernikahan, Tantria datang bersama ibunya, Ria. Mereka hanya berdua dan tidak membawa siapa pun lagi. Hanya ada satu tas jinjing agak besar dan sedikit lusuh yang dibawa Tantria dari rumahnya. Begitu menikah, dia tidak akan bisa pulang lagi. Malam sebelum acara berlangsung, Tantria dan ibunya Ria tidur satu ranjang di salah satu kamar pelayan. “Setelah kamu menjadi istri, kamu wajib menghormati dan melayani Suami kamu dengan baik. Tidak ada yang boleh kamu utamakan selain dia. Sekalipun kamu hanya yang kedua, kamu tidak berhak terlalu banyak bicara. Kamu harus menurut. Ibu yakin, kamu pasti menjalani semua ini dengan baik,” ujar Ria memberikan nasihatnya. Tantria mengangguk lalu memeluk ibunya lagi. Setelah menikah, Ibu Ria akan mulai menjalani pengobatan di rumah sakit sehingga perpisahan dengan Tantria tidak bisa dielakkan. “Kamu sudah siap, Qin?” tanya Grizelle pada Anthony yang sudah memakai jas Zhongsan yang sudah dirancang untuknya. Anthony berbalik dan tampak sangat tampan serta gagah. Hati Grizelle jadi tak rela. Ia langsung memeluk Anthony. “Kamu kenapa?” tanya Anthony ikut memeluk Grizelle. “Kamu harus berjanji sama aku. Hanya satu malam, oke?” Grizelle mengatakannya dengan kegelisahan yang tampak jelas di wajahnya. Anthony hanya memandang tenang lalu menarik napas panjang. Jika ia tidak hati-hati, badai bisa datang menghempaskan seluruhnya. Saat menikah pun tiba. Tantria dikeluarkan dari kamarnya sudah mengenakan pakaian Cheongsam Qipao berwarna merah. Ia sudah didandani selayaknya pengantin Tionghoa untuk menjalani pencatatan pernikahan lalu upacara teh setelahnya. Tidak ada pesta hanya untuk meresmikan hubungan mereka. Dari tempatnya, Grizelle menyaksikan dengan hati sakit dan napas yang sesak kala gadis lain resmi menjadi istri bagi suaminya, Anthony. Ia berdiri seakan tak ada gunung yang bisa mengalahkannya. Meski dalam hatinya merasakan sakit, tapi demi posisinya, Grizelle rela melakukannya. Sementara Anthony begitu terpesona dengan kecantikan yang dimiliki oleh pengantin keduanya, Tantria Purnama. Selama proses pernikahan, Tantria benar-benar pendiam. Anthony pun hanya menjaga jarak sambil sedikit melirik. Tangan Tantria yang mengepal sendiri sangat ingin disentuh Anthony meski tidak bisa. Saat sedang duduk, Tantria merasa sedikit mual. Ia mulai gelisah dan ingin berdiri tapi masih terus menahan diri. “Kamu gak apa?” bisik Anthony memberanikan diri sedikit mendekat. Tantria terkesiap dan menoleh. Anthony sempat memandanginya tapi kemudian membuang muka─Grizelle sedang menatapnya tajam. “Tuan ....” “Jangan panggil aku, Tuan.” Anthony melarang. “Mas Anthony, Tantri permisi ke belakang sebentar,” ujar Tantria meminta ijin. Suaranya begitu kecil tapi Anthony bisa mendengar dengan baik. “Oh, sebentar.” Anthony lalu memanggil salah satu pelayan untuk membantu Tantria. Anthony ikut berdiri untuk mengawasi. Meski sangat ingin memegang tapi nyatanya tangan Anthony hanya bisa melayang di udara. Setelah Tantria berlalu, Anthony dihampiri oleh ayah dan paman-pamannya. Mereka memberikan nasihat serta wejangan untuk malam pertamanya. “Kamu kenapa Tantria?” tegur Grizelle yang sempat mencegat Tantria. “Maaf, Nyonya.” “Jangan panggil aku Nyonya!” “Maaf, Tantri harus ke kamar mandi sebentar.” Tantria meminta ijin. Grizelle pun mengizinkan tanpa curiga apa-apa. Tantria dibantu oleh seorang pelayan agar bisa masuk ke salah satu kamar mandi di belakang dengan aman. Sesampainya di dalam, Tantria tidak buang air, melainkan menyandarkan dirinya ke dinding menarik napas dalam-dalam. “Tantri harus kuat. Tantri gak boleh lemah. Tolong Tantri, Tuhan,” ucap Tantria lemah. Ia sedikit mencuci tangan sebelum keluar. Pada pelayan tersebut, Tantria meminta air putih. Selesai acara, Tantria diantar ke kamar pengantinnya. Seluruh aksesoris dilepaskan dan Tantria hanya mengenakan pakaian pengantinnya saja. Ia ditinggal sendirian di dalam kamar yang mewah sebesar rumahnya. “Kamarnya bagus sekali,” ucap Tantria. Ia berkeliling berjalan ke seluruh kamar untuk melihat-lihat. Tidak ada hiasan kamar pengantin seperti bunga dan lain-lain. Hanya kamar biasa yang mewah, wangi dan rapi. Tantria mendekat pada ranjang dan menyentuh permukaan seprai yang lembut dan matras yang sangat empuk. Tantria pun duduk di pinggirnya. Ia tersenyum tak lama kemudian. rasanya pasti sangat nyaman tidur di kamar ini dengan ranjang lebar dan empuk. “Apa Tantri boleh naik kemari?” Tantria naik ke ranjang setelah melepaskan sepatunya. Ia berbaring menyamping sambil mengelus permukaan ranjang. “Oh enaknya. Hhmm, wangi juga.” Tantria tersenyum dan perlahan memejamkan mata. Ia begitu lelah hari ini. Tangan dilipat menjadi bantalan bagi kepalanya. Lama kelamaan rasa mengantuk itu mendera. Anthony masuk sedikit pusing meski ia tidak terlalu mabuk. Malam ini adalah malam pengantin keduanya dan pertama bersama Tantria. Rasanya tidak sabar ingin bertemu gadis pujaan hatinya. Namun begitu ia masuk, Tantria ternyata sudah tertidur. “Tantria, kok kamu malah tidur sih,” gumam Anthony lembut tak terdengar Tantria sama sekali. Anthony menyunggingkan senyumannya dari pada marah. Tantria pasti kelelahan karena kehamilannya. Dari pada ikut naik ke ranjang, Anthony memundurkan langkahnya lalu duduk di salah satu sofa. Anthony memilih memandang Tantria yang tertidur dari pada mendatanginya. Keinginannya untuk menyentuh Tantria tak jadi dilakukannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD