Septi dan Nara bergegas berjalan ke ruangan perawatan Rumah Sakit yang berada di Kota Sabang. Waktu di jam dinding yang terletak di koridor putih menuju ruang perawatan sudah menunjukkan pukul 10 malam. Ini berarti sudah 4 jam berlalu dari waktu Nara menemukan lelaki ini. Seingat Nara, dia menemukan lelaki ini kira-kira jam 6 sore, saat dia memeriksa perangkap lobsternya. Di antara ombak yang menderu-deru silih berganti, dia melihat lelaki itu terkatung-katung di laut dekat pulau pribadi milik Nara yang terletak dekat dengan Pulau Rubiah, salah satu obyek wisata di Pulau Sabang yang terkenal dengan keindahan alam bawah lautnya.
Dulu almarhum ayah Nara adalah pengepul lobster dari nelayan-nelayan untuk dijual kepada eksportir yang ada di kota Aceh . Ayah Nara tidak tahu cara mengekspor sendiri dan hanya bertindak sebagai pengepul saja. Meskipun tidak mengekspor sendiri, Ayah Nara bisa mempunyai kehidupan yang baik dan berhasil menyekolahkan Nara di Macquaire University di Australia. Nara berhasil lulus jadi wisudawan terbaik di jurusan perikanan dan kelautan . Setelah tamat, Nara di suruh kembali ke Pulau Sabang untuk mengelola usaha lobster milik ayahnya yang saat itu ayahnya sudah mulai sakit-sakitan .
Di bawah pimpinan Nara , perusahaan Minara Samudra Fishing, berkembang pesat dan mulai mengekspor sendiri lobster-lobster ke manca negara. Nara juga berhasil menyewa sebuah pulau dekat pulau Rubiah sebagai workshop lengkap dengan coldstorage untuk pekerjanya saat mempacking lobster sebelum diekspor agar mutu lobster-lobster yang diekspornya tetap terjaga . Workshop itu dibangun dengan system kerja profesional dan dilengkapi perlengkapan yang sangat canggih. Selain area kerja untuk pekerjanya, Nara juga membangun villa di tepi Pantai tempat dia dan mamanya tinggal saat ini, jadi dia tidak perlu bolak balik lagi dari Kota Sabang menuju Pulau Nara, begitu para pegawainya memberi nama pulau kecil itu.
Di usianya yang akan mencapai angka 30 Desember nanti, Nama Nara sudah berhasil masuk dalam jajaran Forbes 30 under 30 dalam Bidang Industri Perikanan, Manufaktur serta Energi dan Nara sangat bangga untuk itu, hanya satu yang disesalkannya, ayahnya tidak sempat melihat pencapaiannya, itu karena beliau meninggal dua tahun yang lalu.
“ Earth to Nara.. Hello.. Hello.” Terdengar suara Septi membuyarkan lamunan Nara .
“ Ya.. Ya..” Kata Nara tersentak
“ Kamu pasti jatuh cinta, ngak biasanya kamu melamun. Pasti memikirkan tangan kekar lelaki ini yang dari tadi kau genggam ya?” Goda Septi.
“ Nggak Septi sayang, aku bukan memikirkan lelaki ini. Aku tiba-tiba teringat almarhum papa.” Kata Nara dengan sorot mata sedih.
“ Pasti kamu jadi teringat almarhum papamu, karena permintaan papamu untuk menikah, belum bisa kamu penuhi , jadi melihat lelaki ini timbul di hatimu untuk menikah agar mengabulkan permintaan papamu.”
“ Aduh Septi… Bukan itu. Aku sama sekali tidak memikirkan tentang menikah dengan lelaki ini. Kamu ini sahabat yang jahat, masak mendorong sahabatnya menikah dengan orang asing. Mungkin aja dia itu seorang criminal.” Delik Nara pada sahabatnya.
“ Kalau criminal ganteng nan gagah seperti dia, mau menikah denganku, aku bersedia kok.” Kata Septi genit
“ Mungkin aja dia sudah menikah dan punya anak.” Balas Nara
“ Nggak ada cincin di jarinya, jadi pasti dia belum menikah, apalagi punya anak. ” Bantah Septi.
“ Ya ampun dokter Septi… Sadar Sept, kalau kamu mau menikah dengan dia, Angga tunanganmu, harus di kemanain?” Tanya Nara sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu sambil cemberut dia melanjutkan karena mereka berdua sudah sampai di depan pintu ruang perawatan “ Ayo masuk,kita lihat pasienmu.”
“ Nggak sabaran ya, lihat kekasih hati.”
“SEPTI!” Hardik Nara
Dan Septi hanya tertawa-tawa,mendorong pintu kamar rumah sakit dan berjalan mendekati tempat tidur.
Lelaki itu menatap kedua wanita yang masuk ke ruang perawatannya dengan sorot mata binggung.
“ Hi, Saya Dokter Septi dan ini adalah penyelamat anda, Namanya Minara. Bisa sebutkan nama anda?” Tanya Septi sambil mengambil senter dan memeriksa pupil mata lelaki ini.
Lelaki ini hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
“ Anda pasti punya nama? Sebutkan saja nama anda. Nama pendek saja, nggak usah nama panjang ” Kata Septi lagi,kali ini sambil mengambil stetoskop untuk mendengarkan irama jantung lelaki ini.
Lelaki ini tetap diam seribu bahasa.
“ Denyut nadi dan detak jantung anda sudah normal. Wajah anda juga sudah sedikit berseri. Anda tidak bisa menyebutkan nama Anda?” Tanya Septi memandang lelaki ini.
Lelaki ini kembali menggeleng
“ Mungkin dia, tidak ada tenaga untuk berbicara, Dok.” Kata Nara ketika melihat lelaki ini menggeleng dan tidak bisa menyebutkan namanya.
Septi lalu menekan luka baret panjang di kaki lelaki ini dengan tangannya dan lelaki ini langsung berteriak
“ OUCH!!!”
“ Tuh, dia sudah bisa berteriak, jadi tenaganya sudah ada.” Kata Septi menyeringai. Nara mendelikkan mata bulatnya pada teman dokternya ini.
“ Siapa namamu? Kamu kenapa bisa jatuh ke laut?” Tanya Septi lagi.
Lelaki ini menatap Septi dengan mata kosong dan kembali hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Nara lalu menarik tangan Septi menjauh dari tempat tidur dan keduanya berbisik bersamaan
“AMNESIA!”
“ Harus kudiagnosa lebih lanjut dulu untuk memastikan apakah dia Amnesia atau hanya shock. ” Kata Septi
Nara mengangguk
“ Yang penting sekarang keadaannya sudah baik-baik saja. Kita tidak perlu bertanya lebih lanjut. Karena sudah malam, pemeriksaan CT Scan dan MRI nya kita lakukan besok saja.”
“ Tidak ada barang-barang di tubuhnya yang bisa menunjukkan siapa dan dari mana dia berasal?” Tanya Nara penasaran
“ Tidak ada dompet di celana hitamnya yang sudah robek-robek, tapi yang aku tahu dia itu pasti kaya atau kalau tidak kaya, mungkin dia seorang model, dan pastinya bukan criminal seperti katamu. ” Kata Septi
“ Karena dia tinggi dan ganteng?”
“ Selain memang tinggi dan ganteng dia juga pasti pria kaya karena kemeja putih yang dipakenya itu merek Hugo Boss dan sepertinya di design khusus karena ada bordiran huruf A di lengannya.” Kata Septi
“ A ? Sepertinya dia ada tattoo di dekat lehernya, aku melihatnya saat di speedboat.” Ucap Nara tiba-tiba teringat.
“Hm… “ Septi berpikir “ Ayo, aku periksa supaya kita tidak penasaran .”
Berdua mereka kembali berjalan mendekati tempat tidur diikuti pandangan pria yang menatap mereka dengan tatapan binggung.
“ Maaf aku akan memeriksa bagian tubuh anda, untuk mencari ciri-ciri khusus, mungkin mengenai nama Anda.” Kata Septi sambil membuka kancing baju rumah sakit yang dipakai lelaki ini.
“ Di mana kamu lihat tattonya?” Tanya Septi pada Nara.
“ Di bawah leher dekat bahu, tapi aku lupa ntah bahu kanan atau bahu kiri” Kata Nara tetap berdiri di ujung tempat tidur, karena tidak sopan dia membantu Septi membuka baju pria ini, dia toh bukan dokter seperti Septi.
Septi lalu membuka sampai ke lengan baju rumah sakit yang dikenakan pria ini, yang hanya diam membiarkan Septi memeriksa tubuhnya.
Saat baju rumah sakit tersingkap, di bahu kanan dekat leher atas lelaki ini terukir sebuah tatto bertuliskan.
“ ALEXANDER” Nara dan Septi membacanya dengan serentak.
“ Apakah Alexander adalah nama mu?” Tanya Septi pada lelaki yang tetap diam ini dan hanya menatap kedua wanita ini dengan sorot mata penuh tanda tanya.
“ Pasti namanya, nggak mungkin nama bapaknya apalagi katamu, dia tidak memakai cincin jadi belum menikah, jadi nggak mungkin juga nama anaknya. Karena biasanya nama orang-orang terdekat saja yang akan kita tattoo ke tubuh kita. Itu juga sesuai dengan initial yang terbordir di lengan kemejanya yang bertuliskan huruf A.” Kata Nara berkesimpulan.
Septi mengangguk setuju. “ Baiklah kalau begitu kita sepakati saja, nama lelaki ini adalah Alexander.”
“ Senang berkenalan denganmu Alexander.” Kata Septi ramah sambil menjulurkan tangannya.
Lelaki itu membalas uluran tangan dokter di depannya .
Nara lalu maju ke samping tempat tidur dan menjulurkan tangannya juga “ Saya Minara, senang kamu sudah sadar, Alex.” Kata Nara menjulurkan tangannya.
Tangan Alex terjulur membalas uluran tangan wanita yang merupakan penyelamatnya, lalu saat kedua tangan mereka saling menggengam , debaran kembali terasa mengguncang seluruh tubuh Minara dan dia langsung menarik tangannya dari gengaman erat lelaki itu yang tetap menatapnya dengan tatapan binggung.