4.Killer Mother

1388 Words
Cahaya bola lampu di ruangan yang redup dan minim pencahayaan itu menjadi lebih mencekam. Tabung tabung kaca berisi air pengawet berisi jari jari mungil itu berjejer rapi di rak rak lemari. Jejak darah yang sudah mengering berceceran menambah bau amis di dalam ruangan tersebut. Tubuh mungil tergantung dengan leher tercucuk benda tajam menggantung pucat berbau busuk. Jasad yang sudah hampir berminggu minggu itu mengeluarkan bau busuk yang siapapun menciumnya akan mual dan muntah merasakan bau yang sangat tajam. Seseorang menggunakan jubah yang menutupi seluruh tubuhnya berjalan lalu memegang jajaran tangan tangan mungil yang ia awetkan untuk ia jadikan koleksinya. Ia mengangkat jasad yang masih tergantung mengeluarkan bau busuk sehingga tidak menunjukkan lagi wajah asli si mayat yang sudah tak berbentuk. Ia membawa jasad tersebut lalu memasukkannya kedalam lemari pendingin dan terlihat beberapa potongan tubuh anak kecil yang juga sudah membeku disana. Ia meletakkan tubuh mungil berbau busuk tersebut dengan membungkusnya terlebih dahulu dengan sebuah plastik lalu memasukkannya dan menutup jasad itu dengan rapi. Seseorang itu tersenyum lalu mengambil salah satu koleksi jari tangan balita yang masih terlihat lucu. Ia mencium lalu menjilat jari mungil itu dan begitu seterusnya hingga hampir pagi menjelang ia kembali pada dirinya sendiri. Reagan menuntun sepedanya keluar dari pekarangan rumahnya. Saat berada di ujung persimpangan jalan ia berpas pasan dengan nenek Loye nenek yang dituduh sebagai tersangka hilangnya Cloe. Tapi nenek tersebut sudah diperbolehkan pulang karena benar benar polisi tidak mendapatkan bukti tentang kehilangan Cloe anak kecil yang hilang hingga saat ini tidak di temukan kemana hilangnya. Polisi sudah menutup kasusnya karena tidak menemukan titik terang dari semua kejadian dan pencarian yang mereka lakukan. Reagan terus memperhatikan nenek tersebut yang berjalan sedikit pincang membuat Reagan mengerutkan dahinya menatap nenek tersebut. Ia tidak memperhatikan nenek Loye ternyata berjalan dengan kaki yang sedikit pincang. Reagan teringat seseorang yang ia temui saat beberapa hari yang lalu yang menyebabkan dirinya harus terkapar di belakang hingga pagi hari. Ia bisa menebak jika orang yang ada di balik semua ini bukan nenek Loye yang ternyata memiliki perbedaan yang jelas. Nenek Loye bukan orangnya jadi siapa orang di balik semua ini. "Nek!" panggil Reagan membuat nenek tua itu berhenti lalu membalikkan tubuhnya. Nenek Loye tampak menatap kearah Reagan dengan dahi berkerut. "Ya, kau memanggilku?" tanya nenek Loye menatap Reagan yang mengangguk di hadapannya. Pria muda itu mendekati nenek Loye lalu tersenyum mengangguk kearah nenek Loye sebagai sapaan. "Ya, aku memanggilmu Nek, apa kau butuh bantuan?" nenek Loye menatap Reagan dari atas hingga bawah ia merasa tidak butuh bantuan pria muda itu. "Tidak perlu, pergilah!" jawab nenek Loye dengan wajah datar. "Tapi kelihatannya kakimu sakit?" ucap Reagan lagi masih berusaha untuk mendekati nenek tersebut. "Aku sudah terbiasa dengan ini, jadi pergilah!" Reagan menggaruk kepalanya bingung. Nenek Loye berjalan cepat menjauhi Reagan. Pria itu menghela nafasnya lalu menatap nenek Loye dengan tatapan tak terbaca. Reagan melanjutkan jalannya menuju kampusnya. *** Reagan terus berpikir sambil menaiki sepedanya menuju kampusnya. Ia akan mencari tahu semua ini pasti dan akan ia cari tahu. Reagan meletakkan sepedanya pada parkir khusus sepeda. Ia berjalan menuju kelasnya hingga seseorang mengejutkan Reagan dan berbalik melihat siapa yang menepuk pundaknya. "Oh hai!" ucap Reagan saat mendapati Casey berjalan disampingnya. Gadis mungil itu membawa buku yang ia dekap di dadaanya. Reagan tersenyum singkat kearah Casey, gadis mungil di dekatnya. "Jam berapa kelas pertamamu?" tanya Casey kepada pria tampan di sampingnya. Reagan tampak berpikir karena kerutan di dahinya terlihat jelas. "Masih cukup lama. Kenapa?" tanya Reagan sambil menautkan alisnya memandang wanita cantik di sampingnya. Casey tersenyum lebar kearah Reagan. "Mau duduk dulu?" tawar Casey memberanikan diri mengajak Reagan bicara padanya. "Boleh!" jawab Reagan sambil mengangguk mengikuti langkah Casey. "Kita duduk disana!" tunjuk Casey pada sebuah pohon yang tidak jauh dari mereka. Reagan mengangguk lalu mengikuti langkah wanita di dekatnya. Mereka duduk di bawah pohon memperhatikan mahasiswa lainnya yang duduk di hamparan rumput halaman universitas London tersebut. Reagan sesekali mencuri pandang wanita disampingnya yang terlihat lebih cantik jika di pandang dari jarak dekat. "Aku dengar sesuatu!" ucap Reagan kepada Casey ia akan bertanya tentang berita yang ia dengar dari temannya Delwyn. "Apa?" tanya wanita itu sambil menautkan alisnya. "Sebuah gosip!" jawab Reagan membuat Casey mengerutkan dahinya. Casey terkekeh lucu mendengar Reagan mengatakan tentang gosip. "Gosip apa?" Casey menunjukkan raut penuh tanya menatap Reagan di sampingnya. "Tentang Aku dan kamu!" Casey semangkin tidak mengerti dengan pembicaraan Reagan. Kerutan di dahinya semangkin dalam. "Kenapa dengan aku dan kamu?" tanya Casey yang merasa tidak mengerti. Gadis mungil itu menatap Reagan lekat. "Delwyn mengatakan jika anak anak kampus sedang menggosipkan kita!" ucap Reagan membuat Casey tersenyum cantik. Reagan tidak menyia nyia kan kesempatan itu. Ia terus menatap Casey yang tengah tersenyum sesekali terkekeh. "Apa kamu percaya?" tanya Casey kepada Reagan, Reagan tampak berpikir lalu mengangguk ragu. "Maybe!" jawabnya acuh karena merasa tidak begitu benar. "Memang ada. Semua itu karena ulah sahabatku, ia mengatakan kepada teman temannya aku telah berkencan denganmu. Maaf!" ucap Casey dengan wajah merasa bersalah. Reagan mengangguk karena mengerti, ia percaya jika Casey mengatakan hal itu. "Tidak perlu. Its oke!" jawab Reagan santai. Casey tersenyum padanya. "Kamu tidak terganggu dengan hal itu?" tanya Casey dengan wajah sungkan. "Enggak kok!" Reagan menunjukkan senyumnya. "Aku kira kamu bakalan terganggu dengan hal itu!" Casey menunjukkan deretan gigi putihnya "Tidak masalah!" jawab Reagan di akhiri senyum salah tingkah sambil menggaruk rambutnya yang tidak gatal. Ia melihat jam yang menunjukkan hampir mendekati jam kelasnya. Reagan bangkit membuat Casey menatapnya. "Kelas ku sudah mau di mulai. Aku duluan!" ucap Reagan undur diri sambil mengangkat tangannya melambaikan pada Casey yang tersenyum lalu melambaikan tangannya juga. "Terimakasih. Sudah mau ngobrol denganku!" ucap Casey sebelum kepergian Reagan. "Sama sama!" jawab Reagan yang sudah berjarak agak jauh lalu berlari kecil meninggalkan Casey yang masih menatapnya hingga hilang di balik gedung universitas tersebut. *** Asley berjalan masuk ke pekarangan halaman tetangganya yang bernama bibi Zwetta ia berniat untuk bermain bersama putra bibi Zwetta yang masih seumuran dengannya. Asley memanggil nama anak Zwetta yang bernama Sean yang lebih tua dua tahun dari Asley. Cukup lama pintu itu baru terbuka menunjukkan Zwetta yang membuka pintu tersebut. Asley tersenyum menunjukkan giginya yang ompong beberapa di bagian depan. Zwetta menyungingkan senyumnya lalu menyuruh masuk Asley. Asley masuk kedalam rumah tersebut melihat Sean dan kakaknya tengah menonton dan sambil mengerjakan pekerjaan rumah mereka masing masing. Sean yang mendapati Asley datang kerumahnya tersenyum senang lalu menuntun gadis kecil itu mendekat padanya yang tengah mengerjakan sesuatu. "Kau sedang mengerjakan PR mu?" tanya Asley kepada Sean yang lebih tua dua tahun dengan Asley. Sean mengangguk karena pertanyaan Asley di dekatnya "Ya, dan ini sangat sulit sekali!" jawab Sean membuat Asley mengerutkan dahinya merasa penasaran. Ia melihat apa yang Sean lakukan, Sean sedang menulis beberapa soal dari buku cetak kedalam buku tulisnya. "Apa begitu susah?" tanya Asley kepada Sean. "Nanti kau akan tahu saat sudah sampai sepertiku!" jawab Sean sambil mengerjakan tugasnya. Kakak Sean hanya memperhatikan kedua anak di dekatnya yang berbicara layaknya orang dewasa bertemu. "Apa masih lama?" tanya Asley kepada Sean. Sean memandang Asley dengan tatapan bertanya. "Ada apa? Kamu mau mengajakku bermain?" Asley mengangguk membenarkan ucapan Asley. "Tunggu sebentar?" ucap Sean mencoba menyelesaikan tugasnya. "Aku akan menunggumu!" ucap Asley kepada Sean. "Oke, ini sebentar lagi. Setelah ini kita main di halaman belakang oke?" ucap Sean membuat Asley tersenyum senang. Zwetta berjalan masuk bergabung bersama dua orang anak kecil dan satu lagi yang baru beranjak remaja. Ia mencubit pipi Asley membuat Asley memandang Zwetta karena cubitan di pipinya. "Kau cerewet sekali. Menggemaskan!" ucap Zwetta sambil meletakkan tiga gelas jus jeruk dan cookies untuk makanan ketiga anak tersebut. "Bibi apa setelah ini aku boleh bermain dengan Sean?" tanya Asley kepada Zwetta. Zwetta tersenyum ke arah Asley lalu mengangguk menyetujuinya. "Tidak apa apa. Tapi setelah Sean menyelesaikan tugasnya!" jawab Zwetta sambil mengusap tangan Asley. Tersenyum kearah gadis kecil itu. "Oke baiklah Bibi!" jawab Asley sambil tersenyum lucu membuat Zwetta gemas dan mencubit kedua pipi Asley cukup keras. Asley mengusap pipinya yang seketika memerah karena cubitan itu. ___________________________ Ada yang nungguin? Maaf untuk typo dan lain lain.. Jangan lupa Komen Follow cerita Author yang lainnya ya Dan follow akun Author ya? ~Sabrina ~3DARA ~The Secret Of Isshy ~This Is Love ~Dua Cincin ~Cinta Tak Bersyarat Dan buat yang mau dekat dan tahu jadwal Update Author, Author info in di sss ya, yang mau tahu alamat sss Author seperti di bawah ini.. *Lyerma wati Salam sayang dari Author..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD