8. Anger and Jealously

1324 Words
Chapter 8 Anger & Jealously Charlotte mengerutkan kedua alisnya karena menyadari jika Beck terlihat tegang mendapati mantan tunangannya di depan pintu. Ia yakin, jika asa yang tidak beres. Apa lagi perut Sophie yang buncit membuatnya langsung menebak jika ada sesuatu yang mereka sembunyikan. "Aku harus bicara dengan Beck," ujar Sophie tanpa menatap Charlotte. Ia menatap langsung mata Beck dengan tatapan mengintimidasi. Charlotte mengedikkan bahunya. "Silakan saja." Ia hendak berbalik meninggalkan Beck dan Sophie. Tetapi, Beck menangkap pergelangan tangannya. "Aku tidak akan mencampuri kepentingan kalian," ucapnya dengan nada sangat santai. Beck benar-benar hanya bisa bernapas menggunakan sebelah paru-parunya. Sepertinya begitu karena oksigen yang ia hirup terasa menyiksa. Ia dan Sophie telah sepakat, Sophie tidak akan mengganggunya lagi dengan syarat ia memberikan tunjangan hidup yang tidak sedikit. Pada poin ini, Beck menaruh kecurigaan yang tidak sedikit kepada Sophie. Ia curiga jika Sophie hanya memanfaatkan sakit hatinya dengan cara memerasnya. Tetapi, ia memilih kehilangan materi dari pada kehilangan Charlotte. Rencananya ia akan melakukan tes DNA untuk memastikan anak di dalam kandungan Sophie setelah anak itu lahir. Beck telah berkonsultasi dengan dokter kandungan, Dokter mengatakan jika tes DNA bisa dilakukan dengan cara mengambil cairan ketuban saat kandungan minimal berusia tujuh bulan. Tetapi, risiko keguguran sangat besar dan yang lebih sulit dari itu semua adalah ia tidak yakin bisa membujuk Sophie untuk melakukannya. Mantan kekasihnya terus saja bersikeras jika janin itu miliknya dan entah mengapa meski ia tahu jika selama bertahun-tahun berhubungan dengan Sophie dan dirinya adalah pria satu-satunya yang bersama Sophie, untuk pertama kali ia merasa ragu akan janin yang dikandung Sophie. Sophie dengan mudah menerima keputusannya untuk mengakhiri hubungan mereka. Hanya dengan syarat bercinta untuk terakhir kali. Kenapa ia tidak bisa berpikir panjang saat itu? Dan sekarang ia menyesal karena terlambat menyadari permainan yang Sophie bangun. Seharusnya masalahnya telah selesai, atau setidaknya tertunda. Jika anak itu miliknya, ia akan memberitahu Charlotte. Tetapi, ia tidak menyangka jika Sophie berkhianat. "Sayang, kurasa kau harus tahu," ucap Beck, matanya menatap Charlotte. "Sophie hamil." Charlotte membalas tatapan Beck. "Aku bisa melihatnya." Perutnya buncit. "Anak calon suamimu," sahut Sophie terdengar mengejek. "Benar anakmu?" tanya Charlotte lembut. Reaksi Charlotte yang lembut dan tatapan matanya yang tenang justru membuat nyali Beck menciut hingga ke level terendah. Belum pernah ia merasakan ketakutan hingga ia merasa tubuhnya pun seperti mengecil apa lagi di depan seorang wanita. Ia menelan ludah. "Aku tidak tahu." Orang yang tidak menampakkan emosi biasanya memiliki emosi yang lebih besar dibandingkan dengan orang yang memiliki emosi meledak-ledak. Seringnya justru mereka yang pandai menyembunyikan emosinya harus lebih diwaspadai. "Tentu saja anak Beck, aku tidak pernah tidur dengan pria lian," ujar Sophie dengan nada tidak terima. "Sayangku," ucap Charlotte diiringi senyum manis. "Kapan kalian terakhir melakukan hubungan seks?" Demi Tuhan, senyum manis Charlotte sama sekali tidak indah baginya. Beck justru merasa jika senyuman itu seperti senyuman terakhir dari Dewi Kematian. Ia menghela napas dalam-dalam lalu mengembuskannya. "Saat aku memutuskan hubungan kami, Sophie mengajukan syarat." "Kami bercinta," sahut Sophie. "Just s*x," ralat Beck tidak terima. Bercinta dan berhubungan seks berbeda, ia tahu arti bercinta yang sesungguhnya saat bersama Charlotte. Rasanya berbeda dengan pengalamannya bersama Sophie. Bersama Charlotte, ia menikmati setiap gerakan, setiap sesi, dan setiap hunjaman yang seirama dengan getaran di dadanya. Juga pelepasan yang luar biasa hingga membuat jiwanya seperti meninggalkan raganya untuk sesaat. Bersama Sophie, ia tidak menemukan itu. Ia bahkan enggan kulitnya disentuh setiap kali selesai, ia merasa risi. Tetapi, bersama Charlotte, ia tidak risi. Bahkan ingin memeluknya berlama-lama setelah bercinta. Charlotte mengalihkan tatapannya kepada Sophie. "Kau yakin itu anak calon suamiku?" Sophie membalas tatapan Charlotte dengan tatapan tajam. "Apa maksudmu? Kau pikir aku gadis yang tidur dengan sembarang pria?" Charlotte tersenyum miring. "Bagaimana jika itu anak Charlie, kakakku atau pria lain langgananmu, maksudku langganan ibumu yang m*******i?" Wajah Sophie memutih, aliran darahnya seakan terhenti. Ia tidak menyangka jika Charlotte tahu siapa dirinya. Ia hendak melayangkan pembelaan tetapi saat hendak menyuarakan pembelaan, suaranya terasa tersangkut di tenggorokannya karena Beck menatapnya dengan penuh kebencian. Bertahun-tahun ia mengenal Beck, ia belum pernah menyaksikan bara di mata pria itu. "Kau menjebakku." Charlotte menggaruk salah satu ujung alisnya menggunakan kuku di jari telunjuknya. "Selesaikan masalah kalian. Setelah itu, kau berhutang penjelasan padaku, Calon Suami." *** Hanya dalam waktu dua hari setelah pertemuannya dengan Jessie, Poppy nyaris kehilangan hidupnya di Spanyol. Jessie menggunakan otoritasnya keluarga kerajaan. Jessie seolah menyingkirkannya hanya dengan cara menjentikkan jarinya. Perusahaan tempatnya bekerja mendadak memindahkannya ke Perth, Australia. Memang ia mendapatkan promosi kenaikan jabatan. Tetapi, meninggalkan Spanyol berarti meninggalkan keluarga, dan Lexy. Baginya itu sangat berat. Ia bisa saja memilih keluar dari pekerjaannya agar bisa tetap tinggal di Spanyol, tetapi ia tidak bisa memikirkan dirinya sendiri karena perusahaan keluarganya juga dalam ancaman. Jessie tidak main-main dengannya. Benar ucapan Jessie, jika keluarga kerajaan tidak akan segan padanya. "Jika kau bukan sahabat Calon anggota keluarga kami, aku tidak akan peduli dengan keberadaanmu. Tetapi, menyaksikan Sunny ditusuk oleh sahabat baiknya sendiri selama bertahun-tahun, rasanya sudah cukup kami membiarkanmu bermain-main di belakang Calon Ratu." "Kuharap, kakakku menyadari kesalahannya karena sebaik-baiknya manusia adalah yang tidak menipu sahabatnya sendiri." Ia tidak merasa menikam Sunshine, ia tidak merebut Lexy karena ia tahu hubungan Lexy dan Sunshine tidak seperti yang terlihat di depan media. Bahkan Lexy selalu terlihat enggan setiap kali ia membuka topik pembicaraan yang menyangkut Sunshine. "Kau sebaiknya memahami sebelum kau pada akhirnya hanya akan kecewa karena bahkan keajaiban pun tidak akan menyatukan kalian. Kau harus pikirkan ini, meski kau dan Lexy bersikeras, apa keluarga kami akan menerimamu? Kau akan dibenci sepanjang hidupmu dan aku jamin, istana akan menjadi neraka bagimu." "Apa jika Lexy orang biasa, kau akan menerimanya? Kurasa, kau tidak akan sudi menjalani hubungan rumit jika tanpa memiliki niat terselubung. Setidaknya kau pasti memiliki niat untuk menaikkan derajatmu, bukan?" Ucapan demi ucapan sinis yang dilontarkan oleh Jessie menghunjam dadanya terlalu dalam. Menyayat jantungnya, membuatnya berdarah-darah. Mendapatkan pangeran berkuda putih adalah imajinasi hampir semua gadis di muka bumi ini. Dan jika kesempatan ada di depan mata seperti yang terjadi padanya? Apa ada yang bisa menolak? Sepertinya siapa pun akan mengambil kesempatan. Mempertaruhkan keberuntungannya seperti seorang penjudi meski ia tahu risiko yang menghadang. Untuk ke tiga kalinya, Poppy mengecek jam di pergelangan tangannya. Ia menunggu Sunshine di sebuah restoran, ia ingin membicarakan rencana kepindahannya ke Perth lusa. Baru setelah ke lima kalinya ia mengecek jamnya, Poppy melihat Sunshine memasuki restoran bersama dua pengawal dan Mona yang berjalan tidak jauh darinya. Sunshine mengenakan setelan jas yang terlihat sesuai dengan ukuran tubuhnya berwarna putih tulang dipadukan dengan sepatu berwarna senada, rambutnya yang panjang berwarna madu tampak mencolok ditata dengan gaya keriting sehingga tampak bervolume. Wajahnya yang cantik dipoles dengan make-up sedikit mencolok di bagian mata menggunakan eyeshadow berwarna hitam pekat sehingga membuat kesan tegas. Sunshine memang terlalu sempurna dalam hal apa pun. Gadis itu memiliki segalanya dalam dirinya. Sampai saat ini ia bahkan masih tidak mengerti mengapa Lexy lebih memilihnya dibandingkan Sunshine? Apa kekurangan Sunshine? "Cinta Lexy padamu mungkin hanya sebatas emosi anak remaja, atau juga karena pelampiasan emosi dari peliknya kehidupan di dalam istana. Kecemburuan sosial di mana remaja lain bebas berkencan dan berkeliaran, sedangkan kami tidak." Apa ucapan Jessie adalah jawabannya? "Maaf, membuatmu menunggu," ucap Sunshine. Ia duduk di kursi tepat di depan Poppy setelah pengawal memastikan kursi yang akan diduduki Sunshine aman. Semua perlakuan yang diterima Sunshine membuatnya iri. Tuhan membuat takdir yang terlalu jomplang. Amarah dan rasa iri menerjang dadanya secara bersamaan. "Tidak masalah, kau Calon Ratu dan kau juga Ratu Kecantikan di negara ini, kau pasti sangat sibuk," ucapnya sinis. "Kau terlalu mendadak mengajakku bertemu," ucap Sunshine dengan nada lembut, sama sekali tidak tersinggung dengan kesinisan yang dilontarkan Poppy. Namun, Poppy benar-benar telah muak dengan segala tingkah Sunshine yang dirasa membosankan dan terlalu sopan. Poppy memutar bola matanya malas. "Ya, seharusnya aku menyesuaikan jadwalmu dan kita baru bisa bertemu beberapa bulan lagi. Dan aku yakin, setelah kau menjadi istri Lexy nanti, aku harus melalui protokol kerajaan untuk bertemu denganmu." Bersambung.... Jangan lupa untuk tinggalkan komentar dan RATE! Terima kasih dan salam manis dari Cherry yang manis. ?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD