Tidak ada yang berbeda selama sisa hari itu. Derek yang kembali dari makan siang bersama dengan temannya tidak memanggil Lusy untuk melakukan tugas yang lain.
Tetapi sebagai sekretaris yang cukup berpengalaman ia harus melaporkan bahwa Andara sudah mulai bekerja.
"Mulai bekerja? Kenapa tidak mulai besok saja?" Derek menggerutu tidak jelas.
"Maaf Pak. Andara mulai hari ini agar besok bisa langsung aktif."
"Begitu. Ya sudah," sahut Derek dengan wajah tidak berminat.
Lusy tidak mengerti dengan suasana hati bos nya sekarang ini.
Sebelum kembali duduk di kursi nya Lusy menyempatkan untuk melongok ke ruangan Andara dan ia hanya geleng kepala, "Anak itu terbuat dari apa ya? Bagaimana dia bisa langsung bekerja hanya dengan penjelasan yang singkat dariku."
Andara memang tidak mau membuang-buang waktu dengan menunda pekerjaan. Ia tidak mau besok pagi terpaksa bekerja buru-buru karena yang harusnya sudah selesai dikerjakan malah jadi berantakan.
"Bu Lusy... bisakah ibu periksa dulu sebelum di print?" tanya Andara melalui interkom, "maaf saya mengirim lewat email-nya ibu."
Lusy menarik napas. Belum lagi 1 jam asistennya sudah menyelesaikan laporan yang harus ia serahkan besok pada Derek.
"Oke. Kamu langsung print saja An. Saya boleh tanya? Selama menjadi asistennya Laila apa semua laporan kamu yang mengerjakan?"
"Tidak Bu. Saya hanya membuat yang umum saja," jawab Andara, entah bagaimana dia tahu kalau gadis itu berbohong padanya.
Tanpa terasa jam kerja sudah selesai, Lusy menatap pintu ruang kerja Derek yang masih tertutup. Biasanya setiap kali ia mau pulang, ia selalu melaporkan pada bos nya itu.
"Apa bos mau lembur ya. Aku tidak mungkin menyuruh Andara tinggal dikantor karena dia baru mulai. Dan bos juga suasana hatinya kurang baik," pikirnya ragu.
"Kamu tidak pulang? Mau nginap di kantor?" Suara teguran mengagetkan Lusy yang masih berpikir.
"Eh tentu saja saya pulang Pak. Kasihan anak sudah menunggu," katanya meringis.
"Anak atau suami yang sudah menunggu?" goda Derek bikin Lusy tertawa.
"Suami nanti malam baru sampe rumah Pak. Jhon sedang ke Texas mengunjungi orang tuanya,"
"Kalau begitu aku pulang duluan. Hati-hati!"
Lusy hanya mengangguk. Tidak percaya dengan sikap bosnya hari ini.
Derek yang tidak terbiasa menyapa dan berbasa-basi tiba-tiba menegur untuk bicara recehan. Astaga...mungkinkah karena pengaruh gadis pendiam yang berada di belakangnya.
Bergegas Lusy melongok ke ruang kerja Andara dan melihat gadis itu baru mematikan komputernya.
"Aku pikir kamu belum selesai. Ayo kita turun. Bos sudah pulang lebih dulu."
Semuanya sudah rapi ketika Andara mengikuti Lusy.
Mereka menunggu lift cukup lama membuat Andara bertanya, "Apa lift biasanya lama Bu?"
"Bukan lama. Tapi karena bos baru turun," jawab Lusy.
"Boleh saya tanya Bu. Apakah ada kerja lembur di sini?" tanya Andara ragu-ragu.
"Ada. Dengan jam kerja yang tidak terbatas. Tapi kalau memang diperlukan. Pak Derek tidak menyukai kerja lembur kalau tidak penting karena akan mengganggu waktu karyawan. Kenapa? Kamu mau kerja lembur di sini?" goda Lusy.
"Engga Bu. Kerja sendirian disini bikin pikiran rekreasi," jawabnya tertawa.
Lusy tidak mengira gadis yang ia kira dingin dan selalu serius bisa bercanda juga.
Akhirnya lift yang ditunggu terbuka juga. Lift yang berbeda ketika tadi siang Andara dan Devi naik ke lantai 20 ini.
"Kenapa bengong begitu? Ayo masuk!"
"Ini liftnya berbeda ya Bu?" Andara tidak bisa menahan diri untuk bertanya.
"He eh. Ini lift khusus yang tidak bisa karyawan biasa naik kecuali mendapat ijin dari ku dan bos," jawab Lusy mantap.
Ternyata lantai 20 memang istimewa. Tidak sembarang orang bisa keluar masuk ke lantai tersebut dan hanya lantai 20 saja yang dijaga sekuriti tepat di depan pintu lift.
Ia ingat tadi siang Devi harus menjelaskan tujuannya dan nomor id pegawai nya sebelum diijinkan untuk masuk.
"Benar-benar berbeda," gumammnya pelan. Kemudian dia melirik Lusy dan tersenyum karena wanita itu sepertinya tidak mendengar apa yang baru saja ia ucapkan.
"Kamu pulang naik apa An?" tanya Lusy tiba-tiba.
"Saya naik bus Bu."
Lusy mengerutkan kening, "Tapi kamu bisa mengemudi? Punya Sim?"
Andara tersenyum sebelum menjawab, "Saya bisa mengemudi dan juga punya SIM Bu."
"Begini Andara bekerja langsung dengan Tuan Derek memerlukan mobilitas yang tinggi. Kita tidak bisa berharap menunggu bus atau taksi untuk menuju ke salah satu tempat. Besok siang kamu temui bagian akomodasi KG. Malam ini aku akan minta pengadaannya."
"Baik Bu."
Andara merasa percuma ia membantah ucapan wanita yang menurutnya dapat memberi perintah pada semua bagian di KG. Kira-kira Lusy akan menyalah gunakan wewenang tidak ya.
Pikiran konyol Andara kembali rekreasi karena mendapatkan semua fasilitas yang sebelumnya tidak pernah dia bayangkan sebelumnya.
"Andara, kamu sudah punya kekasih?" tanya Lusy yang melirik wajah cantik di sampingnya.
Sejak siang dia bertanya-tanya apa yang menarik dari gadis yang berdiri di sampingnya. Selain sikapnya yang pendiam dan tidak peduli dengan yang terjadi disekitarnya, Andara juga wanita yang serius.
"Mungkinkah bos sudah bosen dengan wanita yang agresif dan mulai mendekati wanita dengan sifat yang berbeda," pikirnya sementara gadis di sampingnya hanya tersenyum kadang menunduk menatap lantai.
"Saya belum punya kekasih Bu. Mungkin mereka yang mendekati saya bosan dan bisa jadi sebenarnya saya bukanlah wanita yang mereka inginkan."
"Heh bosan? Kenapa?"
Andara tidak menjawab pertanyaan Lusy karena pintu sudah terbuka dan mereka harus keluar.
"Bagaimana kalau aku mengantarmu pulang. Kita bisa meneruskan obrolan kita."
"Ibu seperti tidak di tunggu orang rumah saja. Bukannya besok kita masih bertemu di kantor?" ucap Andara tertawa.
"Benar juga. Kalau gitu hati-hati ya. Bye Andara."
Andara melambaikan tangannya pada Lusy yang berjalan menuju parkiran sementara dia sendiri masih berdiri sebelum menuju halte bus yang tidak beberapa jauh dari lokasi gedung perkantoran KG.
Cukup lama Andara menunggu bus yang menuju tempat terdekat dari rumahnya, sementara dari salah satu mobil yang berhenti tidak jauh dari halte.
Penumpang yang berada di dalamnya mengamati Andara. Tidak ada di dalam hatinya untuk turun dan mendekatinya. Dia hanya ingin tahu apakah gadis itu cukup peka atau tidak dengan lingkungan di sekitarnya.
Andara memilih untuk berdiri menyandar pada halte, menghindari pengamatan dari penumpang yang berada di dalam mobil mewah yang berhenti di jalur tunggu. Ia tidak mengerti mengapa perasaannya tidak enak.
Sejak dia datang dan berdiri di halte, mobil mewah itu sudah berada di sana hingga dia ragu bahwa mobil itu sengaja mengawasinya. Namun, kecurigaannya mulai timbul karena mobil itu tetap berada di sana tidak bergerak maju atau pergi. Apakah mobil itu mogok dan sedang menunggu montir yang datang?
"Percuma punya mobil mewah tapi mogok," katanya terkekeh geli.
Derek yang sejak awal sudah berada di sana mengawasi Andara memaki kesal. Bagaimana bisa gadis itu melihat ke arah mobilnya sambil tertawa. Ia memang tidak mendengar yang dikatakan oleh Andara, tetapi dari raut wajahnya seperti mencela mobilnya.
"Menurutmu apa yang dikatakan oleh-nya?" tanya Derek pada sopir sekaligus pengawalnya.
"Maaf Tuan. Sepertinya nona di sana mencoba bercanda."
"Bercanda? Mana mungkin bercanda? Memangnya ada yang menemani nya?" katanya bersungut-sungut.
"Maaf mungkin maksudnya, percuma punya mobil mewah tapi mogok," jawab sopir itu lagi karena Derek mendesaknya untuk mengatakan apa yang dipikirkan.
"Apa? b******k. Seenaknya saja dia bilang mobilku mogok"
"Maaf Tuan. Itu hanya perkiraan saya saja."
"Kalau sampai mobil ini mogok, bulan ini kau tidak akan mendapatkan bayaran dariku!" ancam Derek.