Apa yang menarik dari lantai 20

1178 Words
Di luar kebiasaan hari ini Andara mengikuti permintaan Laila untuk makan siang di kantin. Selama ini ia selalu makan di pantri dan menikmati kesendiriannya.     Di tangan mereka sudah ada baki berisi makanan, tetapi mereka belum menemukan tempat duduk yang kosong.     “Hey…Laila, sini!” panggil salah seorang wanita yang sedang duduk bersama wanita lainnya.     “Ayo ke sana An! Ajak Laila pada Andara. Tapi sayang, kursi yang tersedia hanya satu sehingga Andara harus mencari kursi yang lainnya.     “Yaaah, aku lupa kalau kalian berdua. Kamu bisa cari kursi yang lain ya,” ujar wanita yang tadi memanggil Lusi tanpa merasa bersalah.     “Iya tidak apa-apa,” jawab Andara. Dalam hati dia ngerundel, kenapa tadi harus keluar.     “Ayo duduk di sana!” sapa seorang wanita dengan ramah membuat mereka semua memandangnya heran sekaligus penasaran.     “Oke!”     Andara mengikuti langkah wanita yang berjalan dengan anggun dan mantap menuju meja yang masih kosong.     “Laila! Aku ga salah lihat kan? Dia…asisten kamu kan? Kok bisa bersama Bu Lusy?”     “Tentu saja bisa. Setelah makan siang Andara akan menjadi asisten Bu Lusy,” jawab Laila tertawa.     “Kok bisa? Dia kan masih karyawan magang?”     “Lalu? Memangnya salah. Aku yakin ketika Andara ditempatkan bagian HRD salah tunjuk.”     Jawaban Laila ringan tanpa emosi, berbeda dengan rekan-rekan mereka yang sesama sekretaris senior.     “Aku pikir dia menggunakan daya tariknya sehingga bisa ditarik ke lantai 20,” salah seorang dari mereka menggerutu hingga Laila tidak tahan untuk tertawa.     “Daya tarik yang bisa dilihat dengan kasat mata. Aku tanya pada kalian semua, apa kalian pernah melihatnya makan siang di luar? Dia selalu makan siang di pantry karena tidak mau pekerjaannya tertunda. Hari ini dia mau keluar karena aku yang memaksanya. Bagaimanapun hari ini adalah terakhir dia berada di lantai 6 sebagai asistenku. Sudah tidak usah berpikir macam-macam.”     “Kami tidak berpikir macam-macam. Hanya aneh saja karyawan magang bisa jadi asisten Bu Lusyana. Kenapa tidak mencari yang sudah bisa menghandle semuanya,” keluh mereka.     Laila tidak berkomentar lagi. Di dalam hatinya pun ada pertanyaan yang sama walaupun bukan untuk dirinya. Andara baru bekerja sebulan tetapi sudah ditarik ke atas. Siapa pimpinan yang dia temui sehingga bisa mendapatkan posisi seperti itu kecuali Presdir sendiri. Tapi dimana Presdir bertemu kecuali saat Derek datang tiba-tiba ke lantai 6 untuk bertemu dengan Aldwin. Dan kedatangannya sudah membuat Aldwin dan dirinya gugup.     “Kamu juga penasaran kan?” colek rekannya dengan senyum mengejek.     “Oke, aku memang penasaran. Karena aku yakin Andara tidak pernah bertemu dengan pimpinan lain. Dan siapa yang mempunyai kuasa untuk menariknya ke lantai 20? Kalian pikirkan saja sendiri,” sahut Laila mulai menikmati makan siangnya.     Akhirnya bahasan tentang mengapa Andara bisa menjadi asistennya Lusy berhenti dan mereka hanya bisa memperhatikan gadis yang beruntung itu.     Andara menikmati makan siang dengan diam. Ia tidak banyak bicara. Ia tidak tahu mengapa para karyawan menatapnya ketika dia berjalan bersama wanita cantik yang saat ini duduk di depannya menikmati makan siang.     “Kau tidak banyak bicara. Kenapa? Apa makanan itu begitu menarik?” tanya Lusy pelan.     “Oh…eh, saya hanya penasaran kenapa yang lain selalu memandang ke sini. Saya bukan gede rasa hanya aneh saja.”     Senyum Lusy merekah di bibirnya. Tidak salah bos-nya tertarik pada gadis ini. Dia sangat berbeda dan ia yakin kalau gadis yang bersamanya sekarang tidak mengenalnya.     “Mereka penasaran karena kamu duduk bersama denganku. Biasanya aku makan sendirian,” jawab Lusy membuat Andara mengangkat kepalanya. Matanya heran menatap Lusy.     “Saya tidak mengerti. Apa karena ibu menjaga jarak dengan yang lainnya? Maaf bukan maksud saya menyalahkan ibu, hanya saja saya merasa heran,” ucap Andara buru-buru.     “Biasanya aku makan siang bersama dengan yang lainnya juga. Tapi mereka sedang keluar,” jawab Andara tertawa.     Andara melihat makanan di piringnya sudah habis dengan matanya yang jernih ia mulai bicara lagi dengan Lusy, “Saya tidak bisa lama-lama di sini Bu. Saya harus menyelesaikan pekerjaan saya sebelum Bu Devia datang,” beritahu Andara mulai bangun dari kursinya.     “Silahkan. Aku juga tidak lama lagi akan kembali ke ruanganku,” jawab Lusy tersenyum.     Andara berjalan meninggalkan Lusy dan menemui Laila untuk ke ruangannya lebih dulu yang hanya ditanggapi wanita itu dengan anggukkan kepala. Percuma mengatakan pada Andara kalau waktu istirahat masih tersisa cukup banyak sebelum memulai bekerja kembali.     “La…itu serius dia mau langsung kerja lagi? Gila kali ya….”     “Makanya…kamu bisa ikutin cara kerja dia ga? Siapa tahu nanti kamu ditarik ke lantai 20,” goda Laila.     “Tidak jadi deh. Aku mau ke lantai 20 sebagai kekasih big bos saja.” Jawabnya membuat yang mendengarnya tertawa.     Andara sebenarnya bukan wanita yang gila kerja. Dia hanya berusaha menyelesaikan tanggung jawab yang diberikan olehnya. Tidak ada alasan menunda pekerjaan bila ia mempunyai waktu tersisa.     Batas waktu istirahat sudah tiba dan pekerjaannya sudah selesai. Andara menyerahkan hasil pekerjaanya pada Laila. Tapi wanita itu menyuruhnya menyerahkannya langsung pada atasan mereka, Aldwin.     “Kamu langsung serahkan sama Pak Aldwin sana An. Sekalian kamu bilang kalau hari ini kamu akan ke lantai 20,” saran Laila yang segera dituruti oleh Andara.     Andara menarik napas sebelum mengetuk pintu ruang kerja Aldwin sementara Laila tersenyum melihatnya.     “Selamat siang Pak. Ini berkas yang bapak minta untuk hari ini,” ujar Andara setelah dia berada di depan meja Aldwin yang menatapnya tidak berkedip.     “Maaf Pak, Apa ada yang salah di wajah saya?” tanya Andara dengan mata memicing.     “Oh. Tidak. Aku tidak mengira kalau di lantai tempat aku bekerja ada karyawan yang kecantikannya berbeda,” jawan Aldwin malu.     “Maaf, saya tidak mengerti maksud Bapak,” elak Andara.     “Aku sebenarnya ingin bertanya padamu, apakah kau bukan orang Amerika murni?” tanya Aldwin ingin tahu.     Senyum Andara mengembang di wajahnya yang berkulit halus sebelum dia menjawab pertanyaan Aldwin, “Bapak benar. Ayah saya adalah orang Indonesia sedangkan ibu saya orang Amerika.”     “Pantas…Semuanya sudah selesai kau kerjakan. Aku mendengar dari Laila kalau hari ini mulai berada di lantai 20, benar begitu?”     “Itu yang dikatakan oleh Bu Devi tadi pagi Pak.” Jawab Andara sopan.     “Begitu. Tidak biasanya lantai 20 sabar menanti. Biasanya setiap kali ada yang diperlukan mereka tidak sabar. Apa yang membuatmu mendapat pengecualian?”     “Kemungkinan besar karena pekerjaan saya belum selesai Pak. Bapak lupa kalau secara khusus bapak yang meminta saya menyelesaikannya?” ucap Andara menegaskan membuat Aldwin malu.     “Kau benar. Kalau begitu terima kasih karena kau sudah menyelesaikan tugasmu Andara. Semoga kau betah dan sukses di lantai 20.”     “Terima kasih Pak. Saya permisi…selamat siang.”     Andara meninggalkan ruang kerja Aldwin dengan benak diliputi pertanyaan. Seberapa berbahaya lantai 20. Kenapa dia harus mendengar pesan agar dia sabar dan hati-hati karena di lantai 20 karyawan tidak bisa santai. Alasan nya hanya satu yaitu semua karyawan di KG bergantung pada cara kerja di lantai 20.     Semuanya sudah rapi ketika Deviana datang dan membawanya ke lantai 20 untuk berkenalan dengan atasannya yang baru. Seorang sekretaris sekaligus asisten big bos yang sangat di segani Lusyana Anderson.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD