Bab 4. Menikah

1404 Words
Marvel menggeram lantaran kesal dengan Ari. Ia tidak pernah membayangkan menikah dengan gadis yang ingin memakai tuksedo di hari pernikahannya. Tentu saja, itu tidak benar sama sekali. "Cepet kamu pilih gaun yang mana, aku yang beliin buat kamu. Waktu kita nggak banyak, Bocil!" gerutu Marvel. Ari mencebik. Ia tak mengira akan dipanggil bocil oleh Marvel. Yah, ia tahu Marvel hampir berumur 30 tahun, tetapi tetap saja ia bukan anak kecil. "Enak aja bocil!" protes Ari. "Emang kamu bocil. d**a aja rata kayak gitu! Nggak pernah ngelewatin masa puber, ya? Gagal tumbuh?" Ari ternganga mendengar ucapan kasar Marvel. Dengan cepat, ia menoyor kepala Marvel. "Body shamming kamu! Aku laporkan kamu ke polisi ntar!" "Aku cuma bicara fakta," ujar Marvel. Ia mengusap kepalanya yang nyeri akibat pukulan keras Ari. "Aku laporin juga kamu ke polisi ntar. Udah berani nendang aku, sekarang pukul kepala aku. KDRT!" Ari tertawa mencemooh. "KDRT? Kita belum dan nggak akan pernah berumah tangga, Bego!" "Sialan!" umpat Marvel. Salah seorang pramuniaga langsung berdehem melihat pertengkaran di depan mereka. "Permisi, Tuan dan Nona ... kalau kalian jadi membeli gaun, saya akan bantu. Tapi kalau nggak jadi, sebaiknya kalian keluar saja." "Tentu aja kami jadi!" sahut Marvel. "Nggak, kami mau pergi aja," ujar Ari bersamaan dengan ucapan Marvel. Mereka kembali saling melotot. "Mungkin Nona mau lihat-lihat dulu, mari saya antarkan ke dalam," ujar pramuniaga itu. "Bener, lihat-lihat dulu sana. Tolong carikan mana yang pantas dipakai calon istri saya ini," kata Marvel. Ari mendengkus. Namun, akhirnya ia mengikuti laungkah pramuniaga itu memasuki ruangan yang lebih besar. Ia terpukau dengan gaun-gaun cantik yang dipajang di manekin dan juga di balik lemari kaca. "Semuanya dibuat oleh perancang yang terkenal, Nona. Bahan yang digunakan juga sangat bagus," ujar pramuniaga itu. "Apakah ada yang Anda sukai? Mungkin Anda mau coba dulu." Ari menatap pramuniaga itu lalu menggeleng. Ia menoleh, Marvel ternyata mengikuti mereka berdua. "Aku nggak mau beli gaun," ujarnya seraya membalik badan. Marvel mendesahkan napas panjang. "Kalau gitu, kamu harus pakai gaun Salsa yang kemarin udah aku beliin." Ari mencebik seketika. "Aku mau pakai tuksedo. Bukannya kamu butuh foto prewedding?" Ari tersenyum miring ketika melihat wajah Marvel yang semakin terlipat. Ia berharap tingkah konyolnya akan membuat pria itu mengalah dan membatalkan pernikahan mereka. "Apa ada setelan tuksedo untuk perempuan?" tanya Marvel pada pramuniaga itu. "Ya, mungkin ukurannya bisa kami sesuaikan," ujar pramuniaga itu. Ia melempar senyum pada Ari. "Mari, Nona." Ari melongo. Ia hanya bercanda. Namun, dalam sekejap di depannya dihadirkan beberapa setelan yang sangat bagus. Marvel memilih beberapa di antaranya. Ia tidak percaya akan memilih setelan itu untuk pernikahannya. Tidak! Ia akan memaksa Ari memakai gaun pengantin nanti. "Nah, kamu coba ini aja. Jangan lupa, dandan juga!" kata Marvel seraya menunjuk satu setelan berwarna putih. Ari mendengkus. Ini tidak benar. Setelan itu tetap saja modis dengan bentuk disesuaikan dengan tubuh wanita. Ia tak pernah memakai pakaian seperti itu. "Kenapa? Tadi kamu yang mau, sekarang pakaian kayak gini ... kenapa cuma manyun?" tanya Marvel. "Oke! Aku coba!" Dengan bersungut-sungut, Ari akhirnya masuk ke ruang ganti. Ia ditemani dua pramuniaga. Ari menoleh gugup karena ini pertama kalinya ia berganti pakaian ditemani dua orang asing. "Ehm, silakan buka baju Anda, Nona." Ari menggeleng. "Bisa aku ganti baju sendiri? Aku nggak perlu dibantuin." "Oh, oke." Ari bersyukur ia ditinggalkan seorang diri di ruang ganti. Ia membuang napas panjang karena rasa gugupnya. Segera, ia mengganti celana kargonya dengan celana setelan berwarna putih itu. Ia terkesima saat menyadari bentuk celana itu sangat pas di kakinya yang ramping. Begitu juga dengan atasannya yang berhasil menampilkan lekuk pinggangnya. "Apa kamu udah kelar?" Ari menoleh ketika mendengar suara Marvel. "Ya." Marvel membuka tirai. Ia menatap tubuh Ari dari atas hingga bawah. Ternyata dengan setelan itu, Ari tidak jelek-jelek amat. "Lumayan. Kamu ganti sepatu kamu sama high heels, terus kita ke salon dan ambil foto." "Aku nggak bisa pakai heels!" sembur Ari. "Yang bener aja?" Marvel semakin naik pitam. Ia merasa sudah salah menyepakati pernikahan konyol ini. "Aku nggak mau tahu, cuma buat foto!" Ari menghentakkan kakinya ke lantai. Meskipun ia tak suka, akhirnya ia menghabiskan sorenya bersama Marvel dengan memilih sepatu baru dan datang ke salon. Wajah polos Ari dirias natural oleh salah seorang MUA yang senang diberi tugas untuk melakukan make over pada wajah Ari. Walaupun Ari tomboy, tetapi Ari sangat cantik dan memiliki wajah yang mulus. "Kalau udah kelar kita bisa ambil fo—" Marvel tak menyelesaikan kata-katanya karena ia takjub dengan perubahan wajah Ari. Apakah ini gadis yang akan ia nikahi? "Udah selesai, Tuan. Gimana? Cantik, kan?" tanya MUA itu sambil terkikik. Ari mendengkus. Ia melipat kedua tangannya di depan d**a melihat Marvel yang masih ternganga. Apa ia benar-benar cantik? "Ehm." Marvel berdehem, tak ingin ketahuan sedang mengagumi kecantikan Ari dalam hatinya. "Ayo, kalau gitu." Marvel membawa Ari ke sebuah studio foto. Ia dan Ari melakukan beberapa pose secara canggung karena Ari tidak suka berdekatan dengan Marvel sementara Marvel masih terpukau dengan wajah Ari yang jauh lebih cantik usai dirias. Bahkan rambut panjangnya juga terasa jauh lebih wangi dibandingkan tadi. "Pasti ini gara-gara riasan aja," batin Marvel. "Nggak mungkin aku mendadak suka sama bocil jadi-jadian ini!" *** Tiga hari berselang. Ari merasa hari ini adalah mimpi terburuk dalam hidupnya. Ia akan menikah dengan Marvel dan ia dipaksa oleh ibu tirinya untuk memakai gaun pengantin yang dibelikan oleh Marvel. Entah kapan Marvel mengirimkan gaun itu, Ari bahkan tidak tahu. "Aku nggak mau!" protes Ari. "Kamu ini jangan ngelawan terus, ini nggak mau! Itu nggak mau!" Diana berkacak pinggang di depan Ari. "Cuma beberapa jam, abis itu dilepas. Apa salahnya pakai gaun sekali seumur hidup?!" Ari hampir menangis, tetapi karena ia terdesak waktu dan tak bisa kabur dari tempat ini, akhirnya ia menurut. "Ehm, Mbak, ini ... kembennya dilepas, ya," kata salah seorang MUA yang membantunya mengganti pakaian. Ari agak malu saat itu. Ia tidak pernah menunjukkan bentuk tubuhnya di depan orang lain, ia bahkan memakai kain untuk merapatkan buah dadanya. "Oke," ujar Ari pasrah. Hanya sekali, ia hanya perlu tampil seharian ini saja. "Wah, Anda punya tubuh yang indah, ternyata," puji MUA itu. Ari tak berkomentar. Ia merasa pusing karena semua hal yang terjadi sepagian ini. Beberapa menit kemudian, ia akhirnya disulap menjadi seorang pengantin perempuan betulan. Ia memakai gaun putih yang indah. Buah dadanya menyembul di balik gaun bermodel kemben yang dipilih oleh Marvel. Pria itu pasti terheran-heran jika melihatnya nanti. "Ari, kamu udah ... wah!" Tanto yang memasuki ruang pengantin dibuat terkejut dengan penampilan putrinya. Ia hampir tidak percaya bahwa Ari baru saja bertransformasi menjadi pengantin yang sangat cantik. Sebuah wedding veil panjang menghiasi kepalanya. "Apa aku harus keluar sekarang?" tanya Ari. Tanto mengangguk. "Kamu cantik banget, Ri. Kamu mirip mama kamu kalau begini." Ari membasahi bibirnya. Ia berdiri dengan gugup lalu mengambil buket bunga yang telah disiapkan. "Kalau nggak kepaksa, aku nggak bakalan mau nikah," ujar Ari. "Aku heran kenapa orang-orang mau menikah." "Jangan bilang gitu, Marvel pria baik," ujar Tanto. Ia tersenyum miring melihat ekspresi geli di wajah Ari. "Dan pernikahan itu juga menguntungkan buat kita." "Buat Papa!" sembur Ari. "Aku nggak pernah terlibat dalam bisnis Papa, jadi ini semua cuma demi kepentingan Papa!" "Kamu anak yang berbakti," tukas Tanto. Ari merengut. "Jangan minta aku ngelakuin hal-hal lain setelah ini. Ini terakhir kalinya aku bantuin Papa!" "Oke." Tanto menepuk tangan Ari yang melingkar di lengannya. "Lihat itu calon suami kamu." Seperti yang Ari tebak, di ujung altar Marvel berdiri dengan ekspresi kaget. Rahang bawah pria itu seperti hendak jatuh. Yah, sejak tadi Marvel sudah sangat cemas jika Ari akan muncul dengan riasan yang memalukan. Namun, yang datang di altar ternyata adalah gadis yang sangat cantik. Kedua matanya menari di tubuh indah Ari. Dan ia melotot ketika melihat d**a Ari. Buah d**a itu tidak terlalu besar, tetapi cukup untuk ia genggam. Ia tidak menyangka Ari memiliki itu. Entah apa yang dipikirkan Ari hingga selama ini ia menutupi bentuk tubuhnya. Bukankah semua gadis bangga jika memiliki tubuh yang indah? "Tutup mulut kamu!" Ari memukulkan buket bunganya di wajah Marvel dan hampir semua tamu tertawa. Marvel seolah tersadar karena pukulan Ari dan langsung mengatupkan bibir. Ia mengerjap cepat. "Kamu ... kamu ...." "Kenapa? Jadi gagap setelah liat ini?" Ari mencibir. Ia lantas mengedikkan dagu kepada pendeta agar pernikahan ini segera selesai. Marvel mengangguk. Ia jadi gugup gara-gara penampilan Ari yang sangat berbeda. Ia melangkah menuju altar. Ketika itu ia menunduk dan baru melihat sepatu sneaker yang ada di balik gaun putih Ari. "Sial! Cantik-cantik, tapi aneh!" gerutu Marvel dalam hatinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD