Leo

1293 Words
“Sungguh, Lina. Aku serius dengan ucapanku ini. Jadi, apakah kau ada waktu nanti sore? Aku ingin mengajakmu makan malam,” ajak Leo. Lina terdiam, ia jadi berpikir apakah pria ini adalah orang yang tepat untuk menggantikan posisi Rizal di hatinya? jika dipikir-pikir, Leo memang sudah tepat, selain karena ia adalah pria idaman para wanita, Leo tipikal pria idealnya sebelum bertemu Rizal. Tampan dan kaya, ia juga sepertinya tidak sedang berhubungan dengan seseorang sehingga tidak salahnya. Tapi kenapa hatinya masih ragu? “Hmm, baiklah. Hanya makan malam saja kan?” ucap Lina mempertegas maksudnya. “Iya, jangan khawatir. Kau pikir kita akan melakukan apa setelah makan malam? aku juga tahu batasan dalam bergaul, Lina. Jika belum ada hubungan serius, mana mungkin aku berani macam-macam denganmu?” ucap Leo membela diri. “Oh, jadi kalau sudah ada hubungan, kau mau macam-macam?” Lina membalikkan pertanyaan. “Ah, buka begitu maksudku. Aku tidak berani melakukan sesuatu yang tidak kau suka,” ucap Leo serba salah. Sepertinya kalimatnya menjadi bumerang untuknya. “Hmm, aku tahu. Aku hanya ingin memperjelas maksudmu saja, takutnya kau jadi salah paham,” ucap Lina, ia sedikit merasa bersalah karena telah mencurigai pria itu. Sepertinya Leo memang pria yang baik. Lina berusaha meyakinkan hatinya. Toh, tidak ada salahnya mencoba, jika pun gagal, masih ada banyak waktu untuk menjalin hubungan dengan yang lain. “Jadi bagaimana, kau setuju, kan?” Leo kembali memastikan jawaban Lina. “Iya, baiklah,” jawab Lina. Leo senang sekali, ia terdengar bersorak membuat Lina tertawa kecil. “Kau seperti anak kecil saja,” ledek Lina. “Aku sangat senang, Lina. Baiklah, aku sudah terlambat, aku tutup teleponnya dulu, ya. Sampai jumpa nanti sore.” Lina mengembuskan nafas panjang, dan merebahkan tubuhnya di atas kasur. Pikirannya kembali melayang, ia teringat senyum hangat Rizal yang selau tersungging saat bersamanya. Bagaimana ia dengan sabar memberikan arahan dan nasehat bijak untuknya. Bagaimana dokter itu bisa mengguling kebiasaan buruknya dengan hal-hal baik yang ia lakukan hanya dalam hitungan munggu. Meski sadar jika semua yang Rizal lakukan itu hanyalah sebuah kewajiban dan profesionalisme semata, tapi hal itu cukup membuat hatinya bergetar takjub. Tidak mudah melupakan perhatian berkesan itu. Dan hal semakin membuatnya jatuh hati dengan pria yang telah memiliki kekasih. Sungguh miris. Lina kembali menghela nafas panjang. Memejamkan mata mencoba mengusir bayangan Rizal yang meresahkan jiwa. “Bagaimana ini? kenapa Rizal selalu mengganggu pikiranku. Apa yang harus aku lakukan?” ia berguman, pikirannya kalut. Ia tidak menyangka jika melupakan seseorang yang sudah terlanjut terpatri dalam hati, ternyata tidak semudah ucapan yang terlontar dari ujung lidah. Sore harinya, Lina sudah bersiap. Pakaian yang elegan nan santai khas gaya anak remaja masa kini, menyempurnakan kecantikan fisiknya. Sesuai yang ia janjikan, Leo menjemputnya di rumah. Pria tinggi nan tampan itu turun dari mobil mewahnya dan membuka pintu untuk gadis cantik itu. “Terima kasih,” ucap Lina saat ia sudah berada di dalam mobil. “Sama-sama. Oh ya, semakin hari kau terlihat semakin cantik saja,” ucap Leo. Pria itu tampaknya sudah tergila-gila dengan Lina, sejak pertama kali mereka bertemu, Leo sudah tidak mampu berpaling, hati dan pikirannya telah dipenuhi oleh bayang-bayang cantik Lina. Semakin hari, keinginannya untuk memiliki Lina semakin tak terbendung. Saat ini saja, ia sebisa mungkin menahan diri agar tidak salah bertindak. Ia berusaha menjaga image-nya agar terlihat seperti pria sopan dan baik untuk menarik perhatian gadis incarannya ini. “Tuh kan, kamu mulai lagi. mungkin kau akan mengganggapku bohong dan sombong , tapi aku tidak suka mendengar rayuan seperti itu. Kau tahu, dari semua pria yang berusaha mendekatiku, mereka semuanya menggunakan rayuan yang sama. Dan itu membosankan,” ucap Lina. “Kau itu gadis yang sungguh unik, baru kali ini aku bertemu dengan wanita yang tidak senang dipuji. Aku pikir, semua manusia suka menerima pujian, tetapi ternyata ada juga yang tidak,” ucap Leo. “Awalnya aku suka di puji, justru saking sukanya aku mudah terjebak dan akhirnya dicampakkan, tapi sekarang, aku sadar, kalau mereka hanya bisa merayu untuk mendapatkan sesuatu yang membuatnya penasaran saja, setelah itu mereka akan bosan dan pergi.” “Tidak semua pria seperti itu, nantinya akan ada pria yang akan sungguh-sungguh mencintaimu dengan tulus. Contohnya aku,” ucap Leo dengan serius. “Itu juga aku anggap sebagai pujian,” Lina mengingatkan. “Apa? lantas kalimat apa yang harus aku ucapkan agar membuatmu terkesan?” Leo jadi bingung sendiri. Gadis ini benar-benar tidak mudah. “Entahlah, dengan tindakan mungkin?” ucap Lina sambil tersenyum. “Tindakan, ya? baiklah, aku akan mencobanya,” jawab Leo tak menyerah. Lina hanya terdiam, Pandangannya tertuju pada pohon-pohon yang seakan berlari disisi kanan kiri jalan. Perasaannya masih gamang dan tidak bersemangat. Padahal, ia sudah berusaha keras, tapi tetap saja, nihil. Mobil terus melaju sampai akhirnya memasuki pekarangan sebuah restoran. Rupanya leo membawanya ke restoran yang ada di puncak. Pemandangan dan hawa sejuk sangat terasa. Mata Lina menatap sekeliling, hanya ada pohon serta sawah di bagian lembah. Jauh di bawah sana, juga mengalir sungai yang tampak seperti aliran kecil memanjang. “Tempat ini sangat indah..” puji Lina, sambil tersu menatap sekeliling. Ia terlihat menikmati perjalanan, Leo tersenyum. Baru pertama kali ia berada di sini, ia yang tiap harinya hanya berkutat dengan hiruk pikuk ramainya kota, kini berada ia ada di tempat yang indah nan asri seperti ini, tentu saja Lina merasa sangat senang. “Kau suka?” tanya Leo. “Tentu saja aku suka, tempatnya indah dan asri,” ucapnya. “Syukurlah kalau kau suka, ini belum seberapa. Masih ada banyak tempat yang jauh lebih indah dari ini. Kalau kau mau, lain kali aku akan membawamu ke tempat itu,” ucap Leo. Ia sudah sedikit lebih tahu tentang kesukaan Lina, untuk selanjutnya, tidak akan sulit untuk membuatnya terkesan. “Ayo masuk, kita makan dulu. nanti kau bisa berfoto sepuasnya di sini,” ucap Leo memberikan janji. “Wah, benarkah? Asyiik…!” Lina bersorak kegirangan. Leo sampai terpana. Baru kali ini ia melihat reaksi seperti ini dari wanita yang berkencan dengannya. Jika semua wanita yang pernah dekat dengannya berlomba untuk menyembunyikan kekurangan untuk tampil sempurna di matanya, Lina malah apa adanya. Gadis yang benar-benar membuatnya semakin penasaran. “Tentu saja, kau bisa berfoto sepuasnya.” Lina tersenyum senang, ia lalu menggandeng tangan Leo masuk ke dalam restoran. Leo sengaja memilih tempat yang letaknya berada di pinggir agar mereka bisa menikmati pemandangan luar dengan lebih maksimal. Ia akan membuat Lina benar-benar terkesan sehingga lebih mudah menangkan hatinya. Setelah menunggu beberapa lama, makanan pesanan mereka datang. Mata Lina pun berbinar melihat makanan kegemarannya tertata di atas meja. Ia lalu menatap Leo lekat-lekat, kenapa pria ini seakan tahu semua yang ia sukai? “Ayo, makan. Jangan dipelototi saja makanannya,” ajak Leo. “Siap, Pak CEO…” Lina berseru dengan penuh semangat. Leo hanya tersenyum melihat tingkah Lina yang menggemaskan. Mereka pun mulai menyantap makanan yang tersaji dengan lahap. Saat tangan Leo hendak mengambil lobster balado yang ada di hadapan Lina, tangan Lina tiba-tiba menahannya. Leo pun menatap Lina dengan bingung. “Jangan coba-coba makan lobster kesayanganku, pak, atau riwayatmu akan tamat. “…” Leo membeku untuk sesaat, ia seakan mencoba mencerna maksud dari ucapan Lina yang baru saja terlontar dari bibirnya itu. Tapi detik kemudian tawanya pecah. “Buahah,…haha… Lina! kau bisa saja. Aku kira apa? Kau sesuka itu dengan lobster? Kalau kau mau aku bisa membeli seluruh menu lobster restoran ini hanya untukmu, bahkan restorannya sekalipun. Kau lucu dan menggemaskan sekali…!” Leo lagi-lagi terpikat dengan sikap mengejutkan Lina. Sementara gadis itu hanya bereaksi santai sambil terus menyantap makanannya. Setelah beberapa lama, makanan pun habis. Lina benar-benar menikmatinya dengan lahap. Gadis itu sama sekali tidak menunjukkan sikap jaim ataupun malu-malu. Ia menunjukkan sifat aslinya di depan Leo, tapi Leo justru semakin menyukainya. “Lina, ada hal penting yang ingin aku sampaikan kepadamu,” ucap Leo.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD