Kencan Buta

1283 Words
“Aku sudah baik-baik saja, kok. tidak apa-apa, Ma. Aku sangat bersemangat ingin bertemu dengan kekasih dokter Rizal, pasti orangnya cantik. Heh..heh…” Entah apa yang ada di benak Lina, ia sebenernya tidak begitu ingin bertemu dengan wanita itu. Tapi rasa penasaran yang mendorongnya ingin melihatnya sosok wanita yang membuatnya tidak bisa berpaling, pria itu bahkan sama sekali tidak terpengaruh dengan segala pesona yang ia miliki. Padahal, Ia tidak yakin, apakah dirinya bisa bersikap normal saat bertemu dengannya nanti. Membayangkan Rizal mencium wanita itu saja nafasnya sudah terasa sesak, apalagi kalau melihat mereka beradegan mesra. “Tidak masalah, kalau pasienku ini ingin sekali bertemu dengan Winda, kenapa tidak? aku pasti akan menyetujuinya. Winda akan bertemu denganmu besok. Kalau perlu dia akan aku bawa kemari menjengukmu,” ucap dokter Rizal. “Terserah dokter saja, deh.” Lina tersenyum. “Baiklah, kalau begitu aku permisi dulu, sampai jumpa besok…” ucap Rizal, tapi sebelum ia melangkah pergi, tanpa disangka ia mengacak lembut rambut Lina, membuat gadis itu membeku, wajahnya memerah. Setelah ia menghilang di balik pintu, Lina hanya bisa menatapnya sampai Rizal menghilang dari pandangan. ‘Siapa tidak baper coba, diperlakukan seperti itu, dokter… aku semakin menyukaimu…' batin Lina. “Ehmm…” suara dehem ibunya membuatnya terkejut. “Ah, Mama bikin kaget saja,” protes Lina lalu kembali merebahkan tubuhnya di kasur. “Mama kan cuma berdehem sayang, habisnya dokter Rizal sudah tidak terlihat, matamu tetap saja menatap ke arah pintu,” goda sang ibu. Yuanita sadar , gelagat sang putri terhadap dokter ahli jiwa itu. Tapi ia hanya menutupnya dengan rapat. Sangat rapat sampai ia sendiri pun akan berpura-pura tidak mengetahuinya. “Ma…” panggil Lina. “Iya, sayang?” “Apakah berdosa jika kita mencintai pasangan orang lain?” tanya Lina. Yuanita terkesiap, ia tahu pertanyaan ini akhirnya akan muncul. Ia pun semakin yakin, jika Lina memiliki perasaan terhadap Rizal. Dulu, jika putrinya ini menginginkan apapun, ia pasti akan memberikannya. Ia akan melakukan apapun untuk membuat putrinya ini bahagia, tapi sekarang, ia tidak bisa mendukung keinginannya lagi dan menjadikan putrinya orang jahat yang merebut milik orang lain. “Cinta tidak pernah bersalah, sayang. Perasaan suka yang berawal dari kekaguman tertentu terhadap seseorang, hal itu sangat wajar terjadi. Tapi harus kita ingat bahwa, tidak semua kekaguman dan rasa cinta itu berhak atas orang yang kita inginkan. Perasaan itu tentu saja harus dikendalikan jika mengarah kepada orang yang tidak tepat. Jangan pernah berpikir untuk melangkah terlalu jauh dengan perasaan itu. Hentikan sampai di sini saja,” jelas sang ibu. Untuk pertama kalinya Yuanita merasa sangat lega menolak permintaan putrinya tanpa adanya perlawanan. “Tapi bagaimana kalau kita hanya mencintainya dalam diam saja, tanpa mengharap balasan cinta darinya sedikitpun. Merasa bahagia hanya dengan mencintainya, Ma?” Lina kembali bertanya, Ia masih mencari pembenaran terhadap apa yang sedang ia rasakan. Karena rasanya sayang, kalau cintanya ini ia hilangkan begitu saja, lagipula, ini tidak merugikan siapapun. “Tidak ada satu manusia pun di dunia ini yang mencintai tanpa mengharapkan balasan, sayang. Jika kita mulai mencintai seseorang, pasti diiringi dengan keinginan untuk memiliki. Kita ingin orang itu membalas perasaan kita. Semua pasti menginginkan perasaan itu. Hanya saja, ada yang mampu mengontrolnya keinginnya itu dan ada pula yang tidak. Mencinta seseorang dalam diam, itu sangat menyakitkan sekaligus mendebarkan. Tapi kau harus tahu, jika terus seperti itu kau akan berakhir dengan menyakiti dirimu sendiri. Hatimu akan terluka setiap kali melihat orang yang kau cintai bersama orang lain. Jika seperti itu tubuhmu juga akan terkena dampaknya. Kau bilang tidak ada yang dirugikan dalam hal ini, tentu saja ada sayang, yang paling dirugikan dalam hal ini adalah dirimu sendiri, apa aku tahu menyakiti diri sendiri adalah perbuatan yang sangat tidak disukai oleh Tuhan.” Yuanita menjelaskan panjang lebar, ia harus membuat putrinya ini paham dengan apa yang sedang ia lakukan. Ia khawatir, Lina akan berbuat nekat jika perasaan itu semakin bertumbuh di dalam hatinya. Lina terdiam, ia memikirkan apa yang baru saja ibunya katakan, ia memang salah telah menyukai dokter Rizal. Ia tidak boleh melakukan itu. “Terima kasih dengan penjelasannya, Ma. Sekarang aku mengerti,” ucapnya. “Sama-sama sayang, kau tahu, jodoh itu sudah pasti, sayang tinggal bagaimana cara kita menjemputnya saja. Ada hal yang perlu diperhatikan, lakukanlah yang terbaik, tanpa merugikan orang lain. Karena hal-hal baik yang kita sebarkan pasti akan kembali kepada kita juga. Ibarat kata, apa yang kita semai itulah yang akan kita tuai.” Yuanita kembali menuturkan kebaikan kepada Lina, setidaknya hal inilah yang harus ia lakukan. Lina mengangguk sambil tersenyum, ia memantapkan hatinya untuk tidak akan menyukai Rizal lagi, masih banyak pria di dunia ini yang jauh lebih tampan, baik dan kaya dari Rizal. “Iya, aku harus menemukan satu pria pengganti Rizal, pria yang jauh lebih baik darinya,’ ucapnya dalam hati. Sore itu, Lina sedang duduk termenung di balkom kamarnya. Ia jadi memikirkan tawaran Cindy saat di gym waktu itu. Cindy berjanji padanya untuk menyiapkan kencan buta untuknya. Sepertinya itu adalah salah satu cara yang paling bagus untuk mengubur perasaannya kepada Rizal dan menemukan sosok baru yang lebih menyenangkan. Walaupun ia belum yakin jika pria itu akan menyenangkan. Lina meraih ponselnya dan mengirim pesan singkat kepada Cindy. “Apa tawaranmu tetang kencan buta itu masih berlaku?” tulisnya dalam pesan itu. Setelah beberapa lama menunggu jawaban, ponselnya berdering. Tapi ternyata bukan panggilan dari Cindy, melainkan Rizal. “Hah? kenapa dokter Rizal menghubungiku? Bukankah konselingnya 2 hari lagi?” gumannya sebelum ia menjawab panggilan. “Iya, dokter?” “…” “Oh, jadi pacar dokter setuju bertemu denganku? Ah, mau kok. aku pikir pacar dokter tidak punya banyak waktu.” Jawab Lina sambil berusaha bersikap normal. “…” “Oh, sore ini? iya, baik. Aku akan ke sana. Sampai jumpa, baik dok…” Lina menutup teleponnya sembari menghela nafas panjang. “Hah… aku hampir lupa kalau ada janji bertemu pacar dokter, kira-kira orangnya seperti apa, ya?” Lina kembali termenung. “Apakah aku bisa menahan perasaanku saat bertemu mereka nanti? Seharusnya aku bisa menghadapinya nanti. Aku tidak mau mereka sadar dengan perasaanku ini. Ah, lupakan pikiran burukmu, Lina. Hadapi saja dengan santai. Toh nanti setelah ini kau akan bertemu pria yang jauh lebih baik dari dokter itu. Kalau perlu aku cari dokter juga, he,..he…” Lina tersenyum sendiri. “Ting…” Pesan dari Cindy akhirnya masuk. “Tentu saja, nanti sore kamu sudah siap, kalian akan bertemu di restoran B. Aku sudah memberikan nomor kontakmu padanya, kalian tinggal bertemu saja. Sebagai informasi awal tentang laki-laki itu, dia itu CEO dari salah satu perusahaan kosmetik ternama.” Itu isi pesan dari Cindy. Ia bahkan memberikan nomor kontak laki-laki itu. “Tunggu dulu, jika nanti sore aku bertemu dengan laki-laki itu, janjiku dengan pacar dokter Rizal bagaimana? Aku harus menghubungi Cindy dulu,” gumannya. Lina pun mencoba menghubungi sahabatnya itu, ia bermaksud membatalkan saja pertemuannya dengan pria asing itu. Tapi sialnya, Cindy tidak menjawab teleponnya, di saat yang sama, sebuah panggilan dari nomor tidak dikenal masuk. “Ha-halo, selamat siang?” sapanya. “Halo, Maaf, ini dengan Lina, ya?” “Iya, ini siapa, ya?” “Aku Leo, orang yang akan bertemu denganmu nanti, sore,” jawab pria itu. “Oh, Iya. Cindy sudah memberitahu. Oh, ya. Apakah bisa pertemuannya kita undur karena sore ini rupanya aku sudah ada janji,” tanya Lina. “Oh, begitu ya. Jadi kau mau bertemu kapan?” “Nanti, malam. Setelah acara selesai, aku akan menghubungimu, bagaimana?” “Baiklah, tidak masalah.” Jawab pria itu. “Terima kasih, kalau begitu sampai ketemu nanti malam, ya.” Lina menutup sambungan telepon dan menghela nafas panjang. “Pokoknya setelah bertemu pacar dokter Rizal, aku akan menelepon pria itu,” gumannya lalu merebahkan tubuhnya di kasur hingga tak lama, ia pun terlelap.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD