Menenangkan Diri

1107 Words
“Maafkan aku tapi tetap saja aku tidak ingin di cap sebagai perusak rumah tangga orang lain, cukuplah aku yang dihina karena pekerjaanku sekarang, tapi untuk merusak kebahagiaan rumah tangga orang lain, aku tidak berani melakukan itu,” ucap Laura. “Apa yang kau bicarakan itu, rumah tangga siapa yang akan kau rusak? Aku sudah bercerai dengan istriku selama setahun yang lalu, itu pun bahkan sebelum bertemu denganmu. Aku sudah menjelaskan padamu berulang kalau semua yang terjadi dalam keluargaku itu tidak ada hubungannya denganmu. Sampai kapan kau harus meragukan ku, Laura. Aku bahkan sudah bersabar untuk membiarkanmu tetap bekerja sebagai perempuan malam karena aku menghargai alasanmu melakukan itu, tetapi kau tetap saja ragu kepadaku? Tolong, Laura, aku mencintaimu dan itu tidak main-main. Aku bahkan siap untuk menikah denganmu , lalu apa lagi yang kau ragukan?” tuntut Rudi. Laura bisa merasakan sirat ketulusan yang terpancar di sorot matanya, tapi entah mengapa ia seakan belum bisa membuka hati sepenuhnya untuk pria ini. “Entahlah, Rudi. Tapi aku masih membutuhkan waktu untuk mempertimbangkan semuanya. Ada banyak hal yang harus aku pastikan dulu sebelum betul-betul menerimamu. Tapi jika kau menginginkanku, kau tinggal bilang saja, tubuhku akan melayanimu selama yang kau inginkan. Tapi tolong jangan menuntut aku untuk menyerahkan hatiku kepadamu karena hati ini sudah hancur sejak pria b******k itu mencampakkanku. Jika kau tidak terima dengan ucapanku, kau bisa pergi sekarang dan menyudahi hubungan kita ini,” ucap Laura memberi ketegasan. Rudi hanya terdiam, ia tidak tahu lagi harus berbuat apa untuk meyakinkan Laura. Satu-satunya cara yaitu dengan menuruti apa yang ia inginkan. Ia sudah cukup bersabar selama ini, apa salahnya ia menunggu sedikit lama lagi. “Baiklah, aku akan menunggumu sampai kau benar-benar siap. Selama itu pula kau bisa menilaiku, agar kau yakin kalau aku sungguh mencintaimu, Laura,” ucap Rudi dengan penuh kesungguhan. Laura tersenyum, “Terima kasih karena kau telah mengerti,” ucap Laura. Mereka pun saling berpelukan dengan erat. “Ya sudah, sekarang kita mau ke mana?” tanya Rudi. “Hmm, aku ingin belanja dan ke salon setelah itu bertemu Liana lagi. Aku ingin mengubah penampilanku, semoga dengan begitu ia tidak jijik lagi melihatku. Sungguh Rudi, melihatnya tumbuh secantik sekarang, aku seakan melihat diriku saat muda. Kau selalu ingin melihat bagaimana aku saat muda dulu, kan? Kau bisa melihat itu pada diri putriku,” ucap Laura dengan wajah berseri. “Aku rasa aku tidak perlu melakukan itu, sayang. Aku yakin putrimu pasti cantik. Karena sekarang pun kau masih terlihat sangat cantik, hanya saja aku selalu tidak bisa merelakanmu jika orang lain menikmati kecantikanmu juga. Bagaimana kau bisa tega melakukan hal itu padaku?” Rudi mulai merengek kembali. “Rudi… kau mulia lagi…” Laura mengingatkan. “Maaf … aku selalu terbawa perasaan jika menyangkut pekerjaanmu itu. Baiklah kita jalan sekarang.” Mobil pun meluncur membelah malam menuju tempat yang akan mereka tuju. *** Sementara itu Lina terlihat sedang mencari-cari lokasi universitas yang ingin ia masuki. Rencananya, ia akan kuliah setelah mendapatkan tempat yang cocok untuknya. Mulai sekarang, ia bertekad untuk menjalani kehidupannya dengan lebih bermanfaat dan mulai melupakan semua yang membuatnya merasa tersakiti. Sungguh, sindiran Winda langsung menusuk tepat di dasar hatinya sehingga ia tidak ada celah untuk beralasan dan membela diri mempertahankan cintanya. Rizal tidak memiliki perasaan padanya secuil pun, sedang Winda sudah memberinya peringatan untuk tidak lagi mendekati calon suaminya itu. Jadi akan sangat keterlaluan jika ia yang hanya memiliki sedikit sisa harga diri ini akan berbuat hal yang memalukan untuk keluarganya. Cukup sudah ia membuat orang tuanya menderita selama ini, tidak lagi. sudah cukup ia membuang-buang waktu selama ini, ia tidak mau lagi mengulangi kesalahan yang sama, ia berjanji pada dirinya sendiri untuk melakukan yang terbaik untuk dirinya dan kedua orang tuanya. Teleponnya berdering, ia pun langsung mengangkatnya. “Halo, hai. Ia aku masih cari-cari, nih. Tapi sudah dapat ancang-ancang, sih. Rencananya di universitas B. sepertinya kampusnya bagus. Besok aku mau ke sana buat mengecek keadaan kampusnya. Kau bareng aku, ya?” ucap Lina terlihat bersemangat. “…” “Ok, makasih. Kalau begitu sampai jumpa besok. Bye…” ucapnya lalu mematikan sambungan telepon. Lina menghela nafas dalam dan bersandar di kursi sambil memejamkan mata. Pikirannya melayang. ia memang sudah bertekad untuk melupakan perasaannya sedikit demi sedikit dengan menyibukkan diri dengan berbagai macam kegiatan, tapi jika sedikit saja ia terdiam, pikirannya secara otomatis akan langsung mengarah kepada sosok Rizal. Hah… ia kembali menghembuskan nafas panjang “Aku harus kuat! Tidak ada usaha yang akan sia-sia jika kita melakukannya dengan tulus. Aku tidak akan tersiksa dengan rasa sakit ini lagi. Sudah cukup aku merasakannya. Aku harus memulai hidupku yang baru! Iya, bagus Lina. pertahankan semangat itu!” gadis itu pun terus berusaha menyemangati dirinya. Ia lalu melirik ke arah jam yang menempel cantik di dinding kamarnya. waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore. “Waktu masih panjang dan aku tidak ada kegiatan, apa aku fitness lagi, ya?” gumannya. Ia pun berpikir sejenak. ‘Eh, tapi bagaimana kalau dokter Rizal ada di sana lagi? oh, hari ini sepertinya jadwalnya padat, ia kerja sampai malam, itu berarti dia tidak ada di sana. Yah, aku mau refresh pikiran dulu dengan olahraga…” Lina pun bergegas menyiapkan segalanya lalu keluar menuju mobil kesayangannya. “Semangat baru untuk rencana baru… semangat Lina…!” serunya lalu masuk ke dalam mobil. Sesampainya di halaman tempat pusat kebugaran tersebut, Lina segera memarkirkan mobilnya dan keluar. Ia pun berjalan dengan semangat masuk ke dalam. Seperti biasa, jika ia datang, semua matra pria tertuju padanya. jika dulu ia hanya mengacuhkannya sambil terus berjalan, kali ini dengan ramahnya ia tersenyum ke arah mereka. Sontak saja mereka pun merasa terkejut karena sosok yang selama ini mereka pikir sombong hari ini tiba-tiba menyapa mereka dengan sebuah senyaman manis yang ramah. Lina terus berjalan menuju ruang ganti lalu segera mengganti bajunya. Setelah itu ia memilih ruangan yang sedikit sepi di mana hanya ada beberapa wanita saja yang mengolah tubuh di sana. Lina masuk dan segera bergabung dengan mereka. Mereka pun melakukan aktivitas mereka masing-masing di ruangan itu. Lina terlihat begitu serius dan fokus melakukan olah tubuh yang membuat keringatnya bercucuran. Tubuhnya yang memang sudah indah semakin cantik karena Lina menjaganya dengan rutin berolah raga. Tiba-tiba semua orang di dalam ruangan itu keluar, sehingga Lina yang sedang serius melakukan olah rada tidak menyadari jika ia sekarang sudah sendiri. Ia terus melakukan gerakan Yoga dengan penuh ketenangan dan semakin merasa tenang karena suara yang tadinya sedikit ribut tiba-tiba sunyi. Tapi ia memilih untuk tidak mempedulikannya. Ia terus fokus dengan yang ia lakukan. “Lina…” Ia tersentak setelah mendengar suara yang sangat berbeda namun terasa familiar di telinganya. Betapa terkejutnya Lina saat ia menoleh dan melihat sosok yang memanggilnya itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD