Takut Gelap

1618 Words
Naura tahu permintaannya jelas terdengar nekat atau justru tak rasional. Ayolah, ia dan Leo tidak sedekat itu sampai ingin ikut pulang ke tempat tinggalnya, meminta bermalam. Naura bisa saja tidak pulang dan menginap di hotel mana pun yang ia inginkan. Tetapi, setelah kejadian tadi, ancaman Irwan. Naura jadi tak merasa aman. Pulang dalam keadaan kacau pun bukan sesuatu yang benar. Bagaimana bila salah satu keluarganya tahu? Bisa jadi masalah kian kusut. Apalagi Naura kenal sekali sikap Nata yang pasti akan memburu Irwan. Naura pantang menyerah, hingga akhirnya Leo terpaksa membawanya ke apartemen. “Senyum dong, Leo! Biar aku tahu kamu sepenuh hati menerima kehadiranku di apartemenmu.” Leo hanya memberi tatapan datar, sambil menekan beberapa kombinasi angka untuk akses masuk. Dia kemudian membuka pintunya lebar. “Aku sudah bilang jika apartemenku kecil.” Apartemen studio, satu ruangan tanpa tembok. Kamar tidur hanya terhalangi partisi, sisanya menyatu dengan ruang tengah dan area makan sekaligus dapur satu-satunya ruangan terpisah hanya kamar mandi. Tipe yang cocok untuk di huni sendiri. Leo memberi kesempatan untuk Naura masuk, dia adalah perempuan ke dua yang menginjakkan kakinya di sana setelah sebelumnya hanya Saujana. Kesan pertama yang Naura dapat adalah rapi dan nyaman. Abu-abu dan coklat perpaduan yang pas sebagai warna yang Leo pilih. “Apartemen studio seperti ini asal bisa memilih layout dan desain yang tepat, tetap terlihat nyaman.” Komentar pertama Naura. Di dinding terdapat beberapa foto hasil jepretan terbaik Leo. Dan desin apartemen, semuanya Leo tentukan sendiri tanpa bantuan jasa interior dan desain. “Duduk, mau minum apa?” tanya Leo. Meletakan tas berisi kameranya yang jadi korban karena membela Naura tadi. “Air putih saja, tapi yang dingin.” Pintanya. Leo mengangguk, berjalan menuju dapur mininya. Dengan meja dan kursi bar untuk dua orang. Leo mengambil dua gelas di kabinet atas. Mengisi gelas dengan air dingin kemudian membawanya ke Naura. “Thank you.” Naura menerimanya, segera meneguk untuk menuntaskan dahaganya. Rasa sejuk mengalir di tenggorokan. Hari yang panjang, melelahkan dengan hati yang kecewa. Leo tidak menginterogasinya, sehingga Naura bisa menyimpan rapat patah hati yang telah Irwan lakukan. Beberapa menit berlalu, televisi pun tidak dihidupkan sehingga menambah keheningan di antara keduanya. “Kamu jadi berangkat besok, kan?” Naura membuka bibirnya, memecah keheningan. “Ya. Kamu bisa menginap di sini, tetapi pergilah besok sebelum Saujana dan kakakmu datang.” Leo tidak mau menimbulkan salah paham. Merusak hubungan baiknya dengan Nata dan Saujana. Naura mengangguk, akan mengingatnya. Diizinkan menginap saja sudah sangat bersyukur sekali. “Soal kamera, aku—” “Tidak perlu, aku bisa perbaiki.” “Kalau begitu, katakan biayanya. Please, jangan menolak. Atau aku akan terus merasa bersalah.” Naura memohon, memberi tatapan serius. Leo menarik napas lebih dalam, mengangguk terpaksa. Impulsif Naura mengambil tangan Leo dan menggenggamnya. “Sekali lagi, terima kasih dan maaf sudah menyusahkanmu.” “Hm, ya.” Angguk kaku Leo, “ini sudah malam sebaiknya kau istirahat.” Naura menarik tangannya, kemudian masih menatap Leo yang buat dia tahu masih ada keinginan yang Naura harus sampaikan. “Apa lagi?” Sudut bibir Naura berkedut kecil, kemudian ia tersenyum manis “aku tidak mungkin tidur menggunakan pakaian seperti ini, kan?” Kening Leo mengernyit, “aku tidak punya pakaian perempuan.” Dulu Saujana pernah menyimpan pakaiannya untuk cadangan saat ia sedang menginap, tetapi sudah lama pakaian itu di ambil. “Aku bisa pakai T-shirt dan boxer kamu.” Katanya dengan ringan seolah bukan sesuatu yang aneh. “T-shirt dan celanaku? Kamu yakin?” Naura mengangguk tanpa ragu. Leo berdiri, berjalan memilih baju dan celana untuk digunakan oleh Naura. Sambil hatinya mempertanyakan keputusannya. Sudah tepatkah ia memberi Naura ijin menginap di apartemennya? “Yang putih itu, tidak apa—” melamun, buatnya tidak sadar jika Naura mengikuti dan berdiri di belakangnya. Leo segera berbalik, membulatkan mata menemukan gadis itu sudah di sana dengan tatapan tak merasa bersalah sudah mengejutkan. Leo akhirnya menarik sebuah T-shirt putih dan celana boxer miliknya. “Thank you!” Naura berterima kasih entah sudah yang ke berapa. Naura langsung meraih dan mendekapnya, ia kemudian berbalik dan masuk kamar mandi. Leo juga menyiapkan sikat gigi baru untuk wanita itu. Sementara Leo meraih satu selimut tebal, satu selimut tipis dan bantal. Berharap esok saat terbangun tidak sakit pinggang. Leo tidur di atas permadani yang di alasi selimut tebal. Selimut tipis untuk menyelimuti tubuhnya. Naura keluar, tepat Leo akan berbaring. Tatapan mata mereka beradu, lalu Leo merasa jika Naura sangat pantas dan seksi dalam balutan T-shirt putih dan celana boxernya. “Hm mm” Leo berdehem, Naura masih berdiri beberapa Langkah darinya. “Kau nyaman? Maksudku baju dan celananya terlihat kebesaran.” Naura malah mengangkat sedikit ujung T-shirt yang dipakainya, memperlihatkan ikatan boxernya. “Harus di ikat kencang seperti ini.” Katanya sambil terkekeh, Leo tertular tawanya. Terkekeh kecil. Meninggalkan situasi awkward yang sempat ada di antara mereka. “Good night, Leo..” “Ya.” Saut Leo, aneh ada wanita yang tidur di apartemennya, lalu akan tidur di atas ranjangnya selain Saujana. “Kau bisa matikan lampunya.” “Aku tidak suka gelap, aku tak bisa tidur dengan lampu di matikan.” Naura kemudian naik ke tempat tidur berbalut seprai abu-abu. “Kamu tidak mematikan lampunya?” tanya balik Naura, “jika kamu terbiasa tidur dengan lampu gelap, tidak apa, aku bisa toleransi malam ini.” “Tidak usah, aku bisa tidur dalam keadaan apa pun. Gelap atau terang.” Jawabnya. “Oh, baiklah..” Beberapa saat kemudian hening, meski satu sama lain tahu belum ada yang memejamkan mata. “Leo.. kamu belum tidur?” “Hm.” “Boleh aku bertanya?” “Ya?” Suara Naura cukup jelas, “bagaimana kamu bisa tidur saat menjalankan tugasmu? Di hutan antah berantah. Pasti banyak nyamuk, bagaimana bila ada binatang berbahaya.” Bergidik sendiri membayangkan. “Aku pernah di gigit ular.” “Sungguh?” Naura kian tertarik. “Lalu bagaimana?” “Suku terdekat mengobatiku.” Cerita Leo, pada Saujana pun ia belum pernah bercerita. Naura satu-satunya yang ia ceritakan. “Ceritakan lagi, aku ingin dengar. Kamu tahu, aku pun ingin bisa menjelajah ke alam bebas sepertimu. Tapi, jelas aku tidak bisa.” Karna Naura punya tanggung jawab besar pada bisnis keluarga. Membantu Papah setelah Nata lebih memilih mengurus studio fotonya. Leo tahu bagian itu. “Tidurnya bagaimana?” “Mendirikan tenda, atau di mobil yang kami gunakan. Jika dekat dengan pemukiman, kami kadang di beri ijin menginap.” Leo tidak pernah pergi sendiri, dia dengan tim. Paling sedikit ya bertiga atau dua orang. “Kamu tidak pernah takut gelap saat harus mendirikan tenda dan menginap?” Naura tidak bisa bayangkan segelap apa di luar sana, saat Leo harus pergi ke tengah hutan atau padang savana. “Dibalik gelapnya, aku lebih banyak menemukan keindahan. Langit yang bertaburan bintang atau bahkan bulan yang bulat dan terang.” Yang tidak Leo temukan di sini. Naura tersenyum mendengarnya, ternyata Leo akan bicara banyak jika menyangkut pengalaman yang berkesan untuknya. Cukup dari cerita Leo, Naura sudah bisa membayangkan. “Kamu bilang ingin menjelajah, tetapi kamu takut gelap.” Suara Leo Kembali terdengar. Naura bergerak kecil untuk mengubah posisi tidurnya jadi miring hingga bisa menatap ke luar jendela yang tanpa tirai. Di Jakarta, karena polusi, langit seolah jadi jauh. Bintang pun jadi terlihat sedikit. “Entahlah aku benci gelap, Leo.. rasanya setiap kali tak ada cahaya, napasku ikut tercekat. Sesak.” Sejak kecil, Naura tidak akan bisa tidur dengan lampu yang dimatikan. Hening, kali itu keduanya tidak berbicara. Mencoba memejamkan mata, hingga baru tertidur beberapa waktu saat tiba-tiba listrik padam. Membuat apartemen Leo gelap. Naura seolah tertarik, membuka mata dan berteriak. Benar-benar memperlihatkan sisi ketakutannya. Sulit bernapas, sesak. “Mamah!” dia memanggil ibunya, lupa jika sedang menginap di apartemen Leo. Leo mendekat, naik ke tempat tidur. “Naura, ini aku..” panggilnya. Naura baru sadar ada di mana, ia bergerak cepat dan mendekap Leo tanpa ada sekat sedikit pun. Begitu erat dengan tubuh gemetar. Dia tidak berbohong saat mengatakan takut gelap. “Ssstt! Tenanglah, sebentar lagi pasti listriknya akan hidup.” Naura mengangguk, “jangan tinggalkan aku.” “Di mana ponselmu?” tanya Leo. Naura menuju sisi tempat tidurnya. Leo bergerak, Naura masih mendekapnya. Leo mendapatkan ponsel, ia menghidupkan senter yang ada di ponsel Naura. Perlahan Naura membuka mata, Leo melihat keringat di pelipis Naura. Refleks mengusapnya. Gerakan lembut yang buat Naura merasakan jantungnya berdebar kuat. “Kamu benar-benar takut gelap?” Naura mengangguk, “sangat.” Leo menarik napas lebih dalam, “kamu harus bisa melawan rasa takutmu.” “Bagaimana caranya?” “Pertama-tama, atur napasmu. Lalu sugestikan di kepalamu jika gelap ini tidak menakutkan. Setelahnya kamu akan terbiasa.” “Tidak semudah itu, Leo.” Protes Naura. Jika memang semudah itu, ia pasti sudah mengatasinya. Leo tersenyum, “iya, sih.” Naura mendesah. “Sudahlah, tidur lagi.” “Berjanjilah tetap di sini. Jangan tinggalkan aku!” Leo mengangguk, “Aku akan di sini. Tidak ke mana-mana.” Janji Leo. Naura kemudian berbaring nyaman, tidak merasa takut karena ada Leo sampai ia tertidur dengan napas teratur dan tidak lama setelah itu lampu hidup, sayangnya Leo yang terbaring ikut tertidur di sisi Naura sampai esoknya menjadi pagi yang mengejutkan untuknya yang bangun lebih dulu. Menemukan Naura tertidur di dekapannya, membuat tangan Leo kebas. Hati-hati ia menarik diri, turun dari ranjang sebelum Naura sadar yang terjadi. Seharusnya mereka tidak tidur satu ranjang meski tidak melakukan apa pun. Hanya tidur salin mendekap. Leo masuk kamar mandi, membasuh wajahnya. Selanjutnya ia terdiam di depan cermin. Merasakan sesuatu yang asing di hatinya, namun mengingat Naura adalah adik dari Nata, iparnya Saujana maka Leo cepat-cepat menampik perasaan itu. Semuanya, yang di rasa maupun yang terjadi hari ini akan terlewati dan Leo akan pergi menjalani kehidupannya hingga bisa melupakannya. Yakin Leo.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD