Senyum Leo merekah sempurna melihat foto dirinya terpajang di sebuah majalah. Dalam foto tersebut dia sedang memegang kamera kesayangan mengarahkan lensa tersebut ke kawanan singa berkumpul. Merupakan pencapaian terbesarnya menjadi salah satu fotografer di national geographic terbaik.
Kariernya sedang bagus-bagusnya, selama satu tahun empat bulan belum juga kembali ke Indonesia meski kontraknya sudah hampir habis dan belum setuju untuk memperbarui kontraknya. Padahal tawaran sudah datang padanya.
“Kamu tidak mau bertemu Sasmaya? Ambil cuti, segera pulang. Temui kami.” Tanya Saujana saat mengabari kelahiran putrinya.
Sasmaya adalah putri pertama Nata dan Saujana, kini usianya bahkan sudah satu tahun, tetapi Leo hanya melihatnya dari layar ponsel ketika ia sedang ke daerah yang terdapat sinyal dan menghubungi Saujana atau dapat foto terbaru Sasmaya.
Leo mengirimkan Sasmaya hadiah di kelahirannya, juga di ulang tahun pertamanya. Tak banyak komunikasi, terutama beberapa bulan terakhir saat Leo berada d sebuah desa pedalaman di Afrika. Dia hanya menggunakan email untuk bekerja saat internet di sana terbatas sekali.
“Leo, pinjam laptopmu.” Salah seorang teman, berasal dari negara yang sama memanggilnya. Leo agak tersentak sebab tengah melamun.
Dia Gabriel. Lebih dulu bergabung di sana sebelum Leo. Bahkan Leo diajak olehnya.
“Pakai saja.” Angguk Leo. Dia bergeser, memberi ruang untuk Gabriel. Begitu menggeser kursor, Leo mengetik beberapa kombinasi angka untuk bisa mengakses.
Lalu siulan terdengar dari Gabriel, “Wah foto siapa ini? Cantik sekali!”
Leo baru menegakkan punggung kembali membungkuk untuk melihat. Sial!
Dia segera keluar dari galeri foto tersebut, gadis cantik itu Naura. Foto yang di ambil dengan cara memaksa. Tadi Leo memang sedang melihat-lihat isi galeri fotonya, lupa menutupnya.
“Cantik, seksi.. pantas kamu kebal sama pesona Esme.” Ledek Gabriel.
Teman satu tim mereka ada seorang gadis Bernama Esme, gadis bule campuran Australia dan Arab. Cantik, Leo tahu gadis itu diam-diam menaruh hati tetapi Leo sama sekali tidak tertarik selain menganggapnya teman.
Leo hanya menggeleng kecil. Tak menanggapi atau Gabriel akan semakin gencar menggodanya.
“Siapa namanya?” tanya Gabriel lagi. Belum menghentikan penyelidikan.
“Siapa?”
“Gadis tadi?”
“Naura, ipar dari adikku.” Akunya.
“Oh.” Angguknya. Leo bersyukur selanjutnya Gabriel fokus pada layar laptop.
Leo berjalan keluar tenda, lalu ia berhenti di depan mobil mereka. Leo melompat dan duduk di atas kap. Menatap padang rerumputan di depannya. Pohon besar di atas kepalanya membuat suasana di atas mobil itu rindang.
Mata Leo memindai tajam, cakrawala yang indah. Sebentar lagi akan berubah menjadi jingga.
Leo membaringkan punggungnya di sana, meletakan kedua tangan di belakang kepalanya. Lalu memejamkan mata. Teringat hari terakhir di Jakarta.
“Ya Tuhan!” Leo langsung berbalik, menemukan Naura sedang berpakaian. Ia tadi keluar untuk membeli sarapan, mengira Naura masih tidur.
“Leo.. kamu boleh berbalik, aku sudah selesai.” Rupanya Naura menyadari kehadirannya.
Tidak tampak canggung, berbeda dengan jantung Leo yang sudah berdebar kuat. Jika Naura tidak memaksa, Leo tak akan biarkan gadis itu menginap.
Leo bukannya berbalik, justru meneruskan langkah.
“Sarapan. Aku tidak tahu kamu suka nasi uduk, lontong sayur, bubur atau tidak ketiganya-“
Naura sudah duduk dengan tenang, menatap dengan berbinar. “Ketiganya terdengar enak. Oh iya, aku tim makan bubur tidak diaduk!” mengatakan sembari terkekeh.
“Sayangnya, aku membelikan kamu nasi uduk.”
Tangan Leo meletakan bagian untuk Naura di atas piring lalu mendorongnya hingga berhenti tepat di depannya. Naura tersenyum, melepas karet kuningnya. Aroma nasi uduk menguar membuat perut Naura berbunyi.
“Aromanya enak.”
“Nasi uduknya enak. Aku biasa beli. Hm, mau minum apa?”
“Ari putih saja.”
Perihal makanan, rupanya meski Naura anak orang kaya. Terbiasa makan dengan sendok emas, rupanya tidak memilih. Dia menikmati nasi uduk tersebut, memuji rasanya. Membuat Leo nyaman.
Mereka menyelesaikan sarapan, Naura tetap di sana sementara Leo mengecek barang-barang yang akan ia bawa. Memastikan tidak akan ada yang tertinggal.
“Kamu tidak pulang?”
Naura menggeleng kecil, “sebentar lagi. Aku masih betah.”
“Apartemenku kecil, kamu betah di tempat kecil seperti ini.”
“Ya. Lebih baik seperti ini. Di banding besar tetapi sepi.” Gumamnya.
Leo mengangkat kameranya, lalu Naura tiba-tiba meminta sesuatu padanya. Memaksa. “Leo tolong ambil fotoku!”
Leo terdiam mendengar permintaan tersebut, “Buat apa?!”
“Ya. Ambil saja! Aku ingin di foto!” terus memaksa sampai akhirnya Leo menghela napas dalam dan terpaksa.
Naura berdiri di depan jendela. Ia meraih ujung tirai putih tersebut lalu berpose membelakangi. Beberapa kali ganti pose dan favorit Leo adalah saat Naura tertawa lepas.
Naura mendekat, sangat dekat di sisi Leo dengan wajah menatap hasil potretnya.
“Astaga, aku suka hasilnya!” decak Naura kagum. Refleks dia menyentuh tangan Leo. “Kirimkan ke emailku, oke? Tapi, jangan meminta bayaran.” Sembari menyengir, menunjukkan sederet gigi putih dan rapinya. Ada satu gingsul kecil yang malah membuatnya manis.
Leo hanya mengangguk, segera mengirimkan foto tersebut sesuai permintaan Naura. Selanjutnya gadis itu meminta rekeningnya, memaksa mengirimkan uang untuk ganti rugi biaya servis kamera Leo. Barulah Naura pulang dan tak lupa mengucapkan perpisahan dengan senyum yang khasnya, hangat dan manis.
“Jangan ucapkan selamat tinggal, aku lebih suka menyebutnya.. sampai jumpa di kemudian hari. Bila kamu kembali ke Jakarta, temuiku lagi. Aku akan traktir kamu makan, sebagai ganti sarapan yang enak tadi.”
“Tidak perlu melakukan itu.” Tolak Leo.
“Aku memaksa.” Naura mendekat, memeluk Leo yang hanya berdiri mematung merasakan tangan Naura menepuk-nepuk punggungnya.
“Jaga dirimu,” pesan Leo.
Naura mengangguk, “kamu juga.”
Selanjutnya ia tetap diam di tempat menatap Naura berbalik, pergi dari hadapannya. Gadis periang yang selalu bersemangat.
“Leo!” sebuah seruan lagi-lagi dari Gabriel mengejutkan kembali. Leo yang baru beberapa saat menutup mata, kembali membukanya. Ia menatap Gabriel yang berjalan tergesa-gesa.
“Kenapa?” Leo bergerak duduk, lalu melompat turun.
“Ada email dari Saujana. Adikmu.” Beritahunya.
Leo mengangguk, segera berjalan memasuki tenda kembali. Duduk di depan laptop, jemarinya menggerakkan kursor menuju halaman email. Membuka bagian email dari Saujana.
Mata Leo membaca sederet email tersebut bersamaan jantungnya yang terasa berpacu cepat.
[Leo, kuharap kamu di sana baik-baik saja. Aku mengirimimu email kali ini karena benar-benar buntu. Aku butuh bantuanmu, maksudku aku dan Nata. Beberapa bulan lalu Naura mengalami kecelakaan sangat besar. Naura sempat koma sangat lama dan keadaannya sungguh memprihatinkan. Nata didera rasa dilema, ia tak bisa menutup studio fotonya karena tidak ada yang bisa dipercaya memegang studionya selain kamu, sementara ia juga harus menggantikan Naura, membantu perusahaan keluarga. Leo, aku tahu ini terdengar egois, aku tak bermaksud menghentikan mimpimu bekerja di national geographic, aku mau kamu mempertimbangkan tawaran kami untuk memegang studio foto milik Nata. Hanya kamu yang terlintas di pikiran kami saat ini. Kami tidak akan memaksa, tolong balas pesanku ini.]
Leo berulang-ulang membaca pesan yang Saujana kirimkan. Lalu tangannya mengepal erat, bersamaan sebuah tangan di bahunya. Gabriel rupanya turut membaca.
“Bekerja di sini jadi bagian mimpimu, tetapi aku tahu bila memiliki studio sendiri adalah tujuan akhirmu, Leo. Ambil kesempatan yang belum tentu akan datang kedua kalinya.” Kata Gabriel.
Entah secara kebetulan, atau semesta telah memberi isyarat, sampai detik itu Leo seolah enggan untuk memperpanjang kontrak di tempat kerjanya.
[Bagaimana keadaan Naura sekarang?] Pertama yang ingin Leo tahu setelah membaca pesan dari Saujana.
Bukan permintaan Saujana, atau tujuan akhir dari mimpinya. Menyita pikiran Leo sejak itu adalah.
Bagaimana kondisi Naura? Kecelakaan seperti apa yang bahkan membuat Nata harus meninggalkan studio foto yang ia besarkan, kembali membantu perusahaan keluarganya?
Rasa penasaran yang besar membuat Leo sampai mencari tahu ke halaman media sosial Naura. Foto terakhir yang Naura bagikan ke publik adalah foto di apartemennya, masih menggunakan pakaian milik Leo, dan Leo sendiri yang mengambil foto tersebut.
“Naura..” bisik Leo. Merasa jika Naura tidak baik-baik saja.