9. Menerima Tawaran

1253 Words
“Kak Azkia!” panggilan cempreng Fey melenyapkan kekalutan Azkia dalam sekejap. Syukurlah. Azkia bernapas lega. Dia kemudian menoleh ke arah sumber suara. Ternyata tidak hanya Fey yang sedang menemani ibunya menyiram tanaman di halaman samping, tetapi Aleida juga. Tawa cemooh untuk diri sendiri terbit di dalam dirinya sesaat kemudian. Mana mungkin Fattan sengaja datang untuk menemuinya, pikir Azkia. Dugaan tak masuk akal. “Hai, Fey!” Azkia membalas panggilan Fey dengan penuh semangat untuk menutupi perasaan malu yang hanya dirasakannya sendiri. Fey berlari kecil menghampiri Azkia dan langsung meraih lengan wanita itu menggelendot manja. “Kita bertemu lagi, Kak,” ucapnya. “Bagaimana kabar kamu, Fey?” “Baik, Kak. Kakak sendiri bagaimana?” “Saya baik-baik saja.” Tidak berapa lama, Aleida dan Maryam tiba di hadapan Azkia. Baik Maryam maupun Aleida tampak senang melihat keakraban Azkia dan Fey. Namun, Aleida menjeda momen reunian antara Azkia dan Fey. “Hai, Kia. Maafkan kami semua yang datang mendadak tanpa memberi tahu kamu,” katanya sambil melayangkan senyuman. “Tidak apa-apa. Saya senang kalian bisa berkunjung ke rumah sederhana kami.” Azkia pun membalas dengan senyuman yang sama manisnya dengan senyuman Aleida. Azkia kemudian menoleh ke belakang ke arah Ali yang sedang berjalan menuju ke arahnya. “Ayah, ini teman-teman Kia,” katanya pada Ali setibanya Ali di sana. “Halo, Om. Saya Feynina.” Fey dengan penuh percaya diri memperkenalkan dirinya kepada Ali, begitupun dengan Ale. “Saya Aleida, Om,” tutur Aleida sambil mengulurkan tangan penuh hormat pada Ali. “Saya ayahnya Azkia,” sambut Ali dengan ramah kepada Fey dan Ale dengan berjabat tangan bergantian. “Kalian dari mana?” tanyanya. “Saya tinggal di Kemang, Om,” jelas Fey, “kalau Kak Ale tinggal di Cilandak.” Ali manggut-manggut, “Nggak jauh, ya.” Fey melebarkan senyumannya sambil mengangguk mengiakan. Pandangan Ali kini terlempar pada Fattan yang tengah berjalan mendekati mereka. Pria itu memperhatikan gestur Fattan yang terlihat santai tapi sedikit gugup. Hanya ketika pria itu sudah berdiri di samping Aleida, Ali baru bisa bernapas lega. Ali sempat berpikir yang tidak-tidak tadi. Namun, semua pikiran negatifnya terbantahkan oleh sikap sopan Fattan. “Saya Fattan.” Fattan mengulurkan tangan pada Ali dan disambut baik oleh pria itu. “Saya kakaknya Fey. Saya mengantar mereka ke sini.” “Saya ayahnya Azkia,” tutur Ali, “silakan duduk,” lanjut Ali berusaha mengembalikan tamu-tamu anaknya ke kursi di teras. Setelah berbincang sedikit dan mengisi obrolan dengan basa-basi ringan ala Fey, gadis cantik bermata abu-abu itu lalu mengungkapkan maksud dan tujuannya menemui Azkia. “Itu sih kalau Kakak nggak keberatan,” ucap Fey pada Azkia, “soalnya skincare produksi perusahaan Kak Ale itu dibuat untuk kalangan remaja dan dewasa. Kita bisa berkolaborasi membuat konten.” “Betul itu.” Aleida menambahkan. “Saya sih berharap banyak kamu bisa membantu saya, tapi kamu bisa memikirkan dulu soal tawaran saya ini.” Dari sudut lain kursi panjang, persisnya di samping Fey, Fattan hanya memperhatikan ekspresi Azkia. Pria itu nyaris tidak melewatkan sedikit pun gerak gerik Azkia. Matanya seperti terpatri pada wanita itu dan tidak bisa berpaling. Sampai Fey menyikut pelan tangannya, Fattan baru bisa mengembalikan dirinya ke kenyataan. “Iya kan, Mas?” Pertanyaan Fey sesaat kemudian benar-benar telah mengembalikan Fattan ke tempat yang semestinya. Fattan otomatis mengangguk meskipun dia tidak tahu apa yang sedang ditanyakan adiknya. “Diminum dulu tehnya.” Tawaran Azkia selanjutnya semakin membuat Fattan salah tingkah. “I-iya. Terima kasih.” Dengan sedikit gugup Fattan mengangkat cangkir teh sementara pandangannya masih terfokus pada Azkia. “Mas, itu tehnya Fey,” protes Fey sambil menatap kesal ke arah Fattan. Ups. Fattan hampir saja tersedak. Gara-gara matanya tidak bisa diajak kompromi, Fattan sampai salah mengambil cangkir teh. Namun, dengan cepat pria itu menepis protes sang adik. “Kamu bisa minum punya Mas,” katanya pada Fey. Fey mengerucutkan bibirnya kesal. Namun, dia menyadari sesuatu sesaat kemudian. Raut wajah gadis itu kembali seperti biasa. “Saya juga punya adik seumuran kamu, Fey. Sekarang dia sedang mengikuti kegiatan ekskul basket di sekolahnya. Mungkin pulangnya agak sorean nanti,” ucap Azkia. “Kebetulan sekali,” sambar Fattan, “Fey suka tuh sama cowok basket.” “Maaas!” Fey melontarkan protesnya dengan lebih keras. “Kalian ini sudah kayak Tom and Jerry saja kalau lagi bareng,” celetuk Aleida kemudian dia tertawa ringan. Pertemuan hangat di siang menjelang sore itu menyisakan sedikit suka cita di dalam hati Azkia. Tidak ada yang perlu dibanggakan, tapi mengingat usaha Fey untuk menemuinya telah sedikit mengobati sakit hati Azkia karena dikhianti Zoya. Bahwasanya, akan selalu ada orang baru untuk mengobati luka yang disebabkan orang lama. Sampai hampir jam sembilan malam, Azkia masih memikirkan tawaran Aleida. Tabungannya hampir terkuras habis karena harus melunasi cicilan rumah. Seharusnya Azkia kembali bekerja keras untuk mengisi kembali rekeningnya, tetapi ada sesuatu yang menahannya. Proses perceraiannya dengan Elvano belum selesai. Dia tidak ingin kemunculannya di dunia maya akan membuat kedua belah keluarga menjadi resah. Dering ponsel membuat Azkia bangkit dari rebahannya di atas tempat tidur. Wanita itu meraih ponselnya yang berada di atas nakas di sampping tempat tidur, lalu melihat si penelepon dan segera mengangkat panggilan tersebut. “Iya, Mbak Tita. Ada apa, ya?” tanyanya pada Tita yang berada di ujung telepon. “Coba kamu lihat berita terbaru calon mantan suami kamu di link yang Mbak kirim. Dia benar-benar bukan manusia, Kia. Ternyata si Vano tidak hanya ingin menghancurkan hidup kamu, tapi semua yang terlibat dengan kekalahannya dua tahun yang lalu, termasuk Mas Daud.” “Memangnya Vano melakukan apa lagi, Mbak?” “Kamu lihat saja di link itu. Si Zoya juga sudah kayak nyonya besar di sana. Jijik banget Mbak melihatnya. Besok sore, pulang kantor, Mbak mau mampir ke rumah kamu. Mbak dan Mas Daud harus bicara sama kamu dan Om Ali.” “Baiklah, Mbak. Kia tunggu Mbak dan Mas Daud besok.” Setelah menutup panggilan telepon dari Tita, Azkia segera mengklik tautan yang dikirimkan kakak sepupunya itu melalui aplikasi berbagi pesan. Azkia tersengat kejut luar biasa ketika melihat berita dari sebuah acara gosip yang tayang di salah satu stasiun televisi swasta. Dia melihat Elvano sedang menggandeng mesra Zoya dalam sebuah acara peresmian kantor cabang perusahaannya di daerah Jawa Tengah. Seumur pernikahannya dengan Elvano, pria itu tidak pernah sekali pun membawanya ke acara-acara seperti itu. Elvano bahkan terkesan menyembunyikan status pernikahan mereka. Hati Azkia secara otomatis diremukkan oleh berita tersebut. Tanpa dia sadari tetesan air bening dari kedua sudut matanya jatuh ke pipi dan membasahi wajah. Azkia bergeming selama beberapa saat merasakan rasa sakit yang berdentam hebat di dalam diri. Dia semakin memahami bahwa sebenarnya tidak pernah ada rasa cinta di antara mereka selama ini. Jika saja peristiwa menyakitkan sekaligus memalukan dua tahun lalu itu tidak terjadi, pernikahannya dengan Elvano tidak akan pernah ada. Azkia menyapu air mata dengan punggung tangan. Dia kemudian mengembalikan fokusnya ke layar ponsel dan mendengarkan dengan seksama pidato sambutan Elvano. Sekali lagi d4d4 Azkia terasa seperti dihujam tombak. Elvano mengumumkan pembelian gedung yang disewa firma hukum Daud. Pria itu juga tidak segan-segan mengumumkan akan mengeluarkan semua penyewa dari gedung berlantai lima itu. Cukup! Azkia menandaskan dalam hati. Dia kemudian berusaha mengatur napas untuk menenangkan dirinya sendiri. Jika Elvano ingin menghancurkan hidupnya dan orang-orang yang telah membuatnya merasakan kekalahan dua tahun yang lalu, Azkia bertekad tidak akan mempermudah usaha pria itu. Azkia kemudian menutup berita tersebut dan mengalihkan mode di ponselnya ke dalam mode panggilan telepon. “Ale, saya menerima tawaran kamu. Kalau ada peluang yang lebih besar dan banyak, saya juga siap menerimanya.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD