Bab 3

1030 Words
Pagi-pagi buta Lyra sudah dibangunkan oleh seorang wanita paruh baya. Wanita itu memperkenalkan diri sebagai Dalimah. Dalimah adalah salah satu pelayan di rumah ini. Dalimah ditugaskan oleh Dewangga untuk membantu Lyra. Bisa dibilang, Dalimah adalah pelayan pribadi Lyra. “Sebaiknya Anda segera bangun, Nona. Pelayan yang lain sudah menyiapkan air untuk Anda mandi. Setelah itu kami akan membantu Anda merias diri. Gaun pengantin Anda pun sudah disiapkan.” Ucapan Dalimah itu membuat Lyra sadar jika hari ini dirinya akan menikah dengan Dewangga, pria yang dilihatnya semalam. Setelah mengobrol dengan Adipati, Lyra langsung kembali ke kamar. Sejak datang ke sini, tak ada interaksi apa pun antara Lyra dan Dewangga. Dewangga pun tidak mau repot-repot menyapa Lyra, perempuan yang akan dinikahinya. “Apa saya bisa bertemu dengan Tuan Dewangga terlebih dahulu?” tanya Lyra kepada Dalimah. “Maaf Nona, saya hanya diberi instruksi untuk menyiapkan Anda di hari spesial ini,” kata Dalimah dengan senyum kecil yang tidak bermakna. “Jadi, mari,” tambahnya. Dengan helaan napas dalam Lyra bangkit dari kasurnya lalu berjalan mengikuti Dalimah ke kamar mandi yang berada di ruangan lain. Lyra pikir, mandi hanya sekadar mandi dengan air dan sabun. Namun, Lyra salah. Saat ini di dalam bathtub sudah ada air bertaburkan berbagai macam bunga. Air itu tercium sangat harum. “Mandi kembang?” tanya Lyra kepada seorang pelayan yang tampak lebih muda dari Dalimah. “Iya, Nona. Mari saya bantu,” kata perempuan itu. Kemudian, beberapa pelayan yang ada di kamar mandi membantu Lyra membersihkan diri. Dari menggosok punggungnya hingga mencuci rambutnya. Baru kali ini Lyra merasa sangat malu karena telanjang bulat di depan orang-orang. Rasanya benar-benar tidak nyaman. Meskipun tadi Lyra sempat menolak, tapi mereka tetap merasa harus membantu Lyra karena itu memang pekerjaan mereka. Sungguh, Lyra tidak terbiasa dengan perlakuan istimewa ini. Setelah selesai mandi, Lyra kembali dibantu untuk mengeringkan rambutnya. Ada pula orang yang membantu merias wajah Lyra. Juga, ada yang membantu Lyra menyiapkan gaun pengantin yang akan dipakainya. “Itu…, gaun pengantinnya?” tanya Lyra kepada perempuan yang mengenalkan diri sebagai Kinarsih. Tatapan Lyra tertuju pada gaun pengantin yang ada pada manekin di depan jendela. Gaun itu berwarna putih gading dengan model rok membentuk A line. Gaun itu memiliki lengan panjang dengan bahan kain yang menerawang. Gaun itu tampak sederhana, tapi sangat cantik. Dan entah bagaimana Lyra sangat yakin jika gaun itu akan sangat pas di badannya. Padahal, Lyra belum pernah mengenakan gaun itu sebelumnya. “Iya, Nona. Tuan Dewangga yang menyiapkan gaun itu untuk Anda,” jawabnya. “Benarkah?” “Benar, Nona.” Saat ini Lyra tengah duduk di depan meja rias. Di ruangan ini hanya ada dirinya dan Kinarsih. Pelayan yang lain tadi pamit keluar untuk mengurus sesuatu, meninggalkan Kinarsih untuk membantu Lyra menata rambutnya yang saat ini sudah kering. “Jadi, Tuan Dewangga itu orang yang bagaimana?” tanya Lyra kepada Kinarsih. Lyra berusaha mengorek informasi apa pun yang bisa ia dapatkan tentang Dewangga. “Beliau orang yang baik.” Jawaban klise, batin Lyra. “Selain baik?” tanya Lyra seraya menoleh ke belakang, di mana Kinarsih berada. “Apa dia galak? Atau kejam? Apa mungkin dia bakal kasar sama saya? Apa pun, tolong beritahu saya hal buruk yang mungkin bisa terjadi kepada saya. Biar saya bisa mempersiapkan diri,” tambahnya mendadak cemas. Kinarsih tersenyum tipis. “Tuan Dewangga pasti akan memperlakukan Anda dengan baik, Nona. Anda tidak perlu mengkhawatirkan apa-apa,” jawabnya. Lyra mengembuskan napas dalam seraya kembali menghadap ke arah cermin. “Saya tidak tahu apa-apa mengenai Tuan Dewangga. Jadi, saya perlu mengkhawatirkan segala hal,” katanya. “Tentu saja,” balas Kinarsih lirih. “Namun, saya jamin kalau Tuan Dewangga tidak akan berlaku buruk kepada Anda. Karena setahu saya, Anda adalah wanita pilihan Tuan Dewangga.” Perkataan Kinarsih sama sekali tidak membuat Lyra tenang. *** Lyra berjalan dengan membawa buket bunga yang tampak indah. Kain menerawang menutupi wajahnya. Jantungnya kini berdegup hebat mengingat sebentar lagi dirinya akan menikah dengan pria asing yang tak dikenalnya. Bahkan, kini Lyra baru menyadari bahwa dirinya tidak mengenal siapa pun di tempat ini. Karena menurut Adipati, keluarga Lyra tidak ada yang diundang. Membayangkan berada di tengah-tengah orang asing sontak membuat Lyra menjadi cemas. Langkahnya pun berhenti mendadak di depan anak tangga. Lyra enggan menuruni anak tangga di depannya. Kakinya pun terasa lemas. Kini tatapan Lyra tertuju pada seorang pria yang berada di depan anak tangga paling bawah. Pria itu tampak sangat tampan dengan postur tubuh tinggi tegap serta wajah yang tegas tapi sekaligus terlihat lembut. Alis hitam tebal yang cukup rapi, hidung mancung serta mata yang tampak begitu indah sontak menghipnotis Lyra. Sosok rupawan pria itu mengusir semua rasa takut dan khawatir yang sejak kemarin bersarang pada diri Lyra. Pria yang saat ini tengah mengenakan tuxedo hitam pas badan itu adalah Dewangga, calon suami Lyra. Bagaimana bisa pria serupawan itu memilih Lyra sebagai pengantinnya? Perlahan Dewangga berjalan menaiki anak tangga untuk menjemput Lyra. Setelah berada di hadapan Lyra, Dewangga mengulurkan tangan ke arah Lyra. Tanpa Lyra sadari, ia kini sudah menyambut uluran tangan Dewangga. Ketika kulit mereka bersentuhan, Lyra dapat merasakan percikan kecil di dadanya. Seolah dirinya tiba-tiba merasa hidup. Sungguh rasanya sangat aneh. “Mari,” ucap Dewangga. Suaranya terdengar cukup berat tapi, sekaligus lembut. Lyra menganggukkan kepala seraya melingkarkan tangannya ke lengan Dewangga. Kemudian, dengan Dewangga di sampingnya, Lyra berjalan menuruni tangga. Dalam benak Lyra yang paling dalam, ia meneriakkan pertanyaan-pertanyaan tak masuk akal seperti bagaimana bisa Lyra menikahi pria yang baru saja ditemuinya? Bagaimana bisa Lyra mau dengan suka rela menikahi pria ini tanpa bertanya apa-apa? Bagaimana bisa dirinya menikah tanpa keluarganya datang mengunjunginya? Bagaimana bisa Lyra sepasrah ini menikahi Dewangga? Dan bagaimana bisa Lyra merasa semuanya pasti akan baik-baik saja walaupun di dalam hati kecilnya ia tahu semau ini terasa salah? Semua yang terjadi di sini terasa tidak masuk akal! Pertanyaan-pertanyaan itu entah bagaimana bisa ditepis Lyra begitu saja. Seolah semuanya tidak begitu penting asal yang menikahinya adalah Dewangga, pria yang paling rupawan yang pernah dilihatnya. Bukankah memang rasanya ini sebuah keajaiban bagi Lyra? Lyra akan menikahi pria tampan dan juga kaya. Bukankah Lyra beruntung? Sepertinya Lyra memang sudah gila. Dan parahnya, pandangannya jadi tidak waras hanya karena melihat sosok Dewangga ini. Sungguh, Lyra pun tak paham.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD