Seandainya

731 Words
    Acara makan malam keluarga Rakajuang, bersama para saudara dekat, akan segera berlangsung. Mirna Ismail—ibu Atha—adalah putri tertua dari tiga bersaudara, keturunan grup Ismail Company yang amat terkenal itu.     Ismail Company adalah perusahaan taraf international yang sangat sukses.     Tiga bersaudara keturunan Ismail semuanya perempuan. Sejak kecil mereka hidup terpisah saking sibuk dan padatnya kegiatan.     Mirna Ismail mengenyam pendidikan di Florida sampai menikah dengan Moreno Rakajuang. Mereka memiliki dua anak, Ara dan Atha. Setelah Atha lulus Junior High School, barulah mereka sekeluarga kembali ke Indonesia.     Adik Mirna Ismail bernama Hana Ismail. Hana dua tahun lebih muda dari Mirna. Hana mengenyam pendidikan di Tokyo. Sampai sekarang ia masih menetap di sana bersama keluarganya. Mereka hanya pulang ke Indonesia sesekali saat ada acara kumpul keluarga seperti sekarang.     Sedangkan bungsu Ismail Company bernama Wanda Ismail. Wanda menetap di Indonesia sejak lahir. Sebenarnya sang Ayah ingin mengirim Wanda ke Yunani. Tapi Wanda bersikeras ingin tetap tinggal di negaranya sendiri.     "Mama, Atha kok belum pulang, sih," rengek Ara.     Atha memang bandel. Padahal sedang ada acara di rumah, tapi ia tetap pada kebiasaannya. Setidaknya ia bisa bersikap lebih baik sedikit, lah.     "Mama tadi udah telepon dia, Ra," jawab Mirna. "Dia segera pulang katanya."     "Tapi ini sudah setengah 8, Ma. Bentar lagi para tante beserta keluarga pasti bakal dateng."     "Iya Mama tahu. Pstt ... jangan bilang Papa, ya, kalau Atha belum pulang."     "Iya ... iya, Ma. Aku ngerti."     Mirna yang sudah rapi dan cantik bergegas mengambil ponsel, kembali menghubungi Atha. Baru juga ia akan menekan tombol panggilan, yang bersangkutan sudah muncul di ambang pintu. Atha malah nyengir tanpa dosa.     Mirna dan Ara juga tak habis pikir dengan seragam sekolah Atha yang super kusut dan kotor.     "Ya Allah ...," pekik Mirna sembari geleng-geleng heran. "Cepat mandi sana! Dandan yang ganteng, pakai baju yang Mama beliin kemarin!"     "Iya ... iya .... Kasihan banget orang tamvan baru pulang udah diomelin!" Atha berlagak tak peduli dengan amarah Mirna, ditambah tatapan membunuh dari sang kakak semata wayang.     Atha masih sempat-sempatnya mencuri kesempatan untuk jail. Ia mencubit lengan Mirna. Lalu lanjut menempeleng kepala Ara.     "Dasar, Upil Kuda!" Terang saja Ara marah-marah. "Ma, aku ditempeleng sama Atha!" adunya pada Mirna.     "Asal kamu tahu aja, Ra. Mama juga kena cubit, tauk ...." Mirna tak kalah kesal dari putrinya.     "Kenapa kalian ini? Tamu udah dateng, kalian malah ribut!" omel Moreno Rakajuang yang muncul dari pintu depan. Di belakangnya, ada rombongan Wanda Ismail sekeluarga.     "Wanda ...." Mirna langsung histeris dan dramatis begitu melihat adik bungsunya. Lagaknya sudah tidak bertemu puluhan abad. Padahal mereka sering bertemu. Keduanya saling berpelukan erat. Benar-benar hyper alias lebay.     "Hima!" Kali ini gantian Ara yang histeris pada Hima—kakak perempuan Nares. Tingkah keduanya tak jauh berbeda dari ibu mereka. Sama-sama lebay.     "Nares!" Atha dengan terburu-buru berlari menuruni anak tangga. Padahal ia baru selesai mandi kilat.     Atha belum mengenakan pakaian, hanya sebuah bathrobe kedodoran. Atha berhambur memeluk Nares. Nares pun demikian. Dengan senyum ceria memeluk balik Atha erat. Ya begitulah mereka. Berpura-pura akur di depan keluarga.     Sepengetahuan keluarga, kedua bocah itu sangat akrab seperti saudara kandung. Entah bagaimana reaksi mereka kalau tahu hubungan Atha dan Nares sesungguhnya.     Nares sedikit mendorong tubuh Atha. Atha sepertinya sengaja memeluk Nares dengan sangat erat, agar Nares kembali kesakitan karena lebam-lebam di sekujur tubuhnya—akibat pukulan Atha—tertekan oleh pelukan itu. Dugaan Nares terbukti, kala Atha diam-diam menyeringai.     "Athaaaaaa ... pakek baju dulu sana!" Mirna menjewer telinga Atha.     "Aduh ... aduh .... Iya, Ma ... iya! Duh ... tega amat jewer-jewer anak ganteng satu-satunya." Atha mengusap-usap telinga malangnya.     "Kamu, tuh, ya. Keluarga Tante emang udah sering lihat kamu pakek bathrobe aja begini. Tapi gimana kalau tiba-tiba keluarganya Tante Hana yang dateng? Apa kamu nggak malu?" Wanda ikut-ikutan mengomeli Atha.     "Duh ... repot emang kalau sama emak-emak. Bisa mental breakdown lama-lama. Iya ... iya .... Atha ke atas sekarang!" Atha ngudruk ke atas dengan bibir yang dimajukan 5 centi.     Semua orang hanya geleng-geleng dengan kelakuan Atha yang tak pernah kehabisan ide bertingkah. Tatapan Nares terus mengikuti pergerakan Atha yang saat ini sudah sampai di lantai dua.     Atha yang sering tak sopan, dianggap sah-sah saja oleh semua orang. Bagaimana seandainya Nares yang tidak sopan? Huff ... yang ada ia hanya akan mendapat kebencian.     "Kita nggak pelukan juga?" Moreno bertanya pada Sandi, ayah dari Hima dan Nares.     "Oh, boleh ... boleh ...." Niat bercanda untuk menggoda para drama queen disambut hangat.     Kepala keluarga Rakajuang dan Sandika akhirnya berpelukan mesra dengan sukses. *** TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD