Jakarta
Hati Bianca saat ini sedang berbunga-bunga. Bagaimana dia tidak bahagia karena suaminya yang selama hampir empat bulan belum kembali akhirnya kembali. Bianca pun tersenyum-senyum sendiri. Lalu Bianca mencoba bangun dari ranjangnya.
Ceklek
Bersamaan dengan Bianca bangun pintu kamarnya terbuka dan masuklah Naena, Icha yang tadi sempat keluar karena mereka tidak ingin menguping pembicaraan Bianca dan juga Willy.
“Bii kamu mau kemana?” Tanya Icha dan Naena bersamaan.
“Aku mau rapi-rapi” jawab Bianca.
“Rapi-rapi apa?” Tanya Icha.
“Rapi-rapi rumah” jawab Bianca kikuk.
Sebenarnya Bianca malu kalau dia mengatakan yang sejujurnya dia ingin merapikan dirinya untuk menyambut kedatangan suaminya. Icha dan Naena saling bertatapan. Tentu saja mereka berdua mengerti yang Bianca ingin lakukan.
“Sudah deh tidak perlu bohong. Lagi kamu istirahat di ranjang saja. Willy juga tahu ko kamu sakit” ucap Naena.
“Iya nih. Bagi Willy kamu belum mandi sekalipun tetap cantik” ucap Icha menambahkan.
Bianca hanya mencibir. Aditya juga masih digendong oleh Icha. Lalu Icha meletakkan kembali Aditya di ranjang tepat samping Bianca duduk. Bianca pun mencium Aditya. Hati Bianca benar-benar sangat bahagia.
“Cie-cie yang lagi berbunga-bunga” ledek Icha.
“Apa sih. Aku biasa aja” ucap Bianca malu.
Ceklek
“Bii, kamu baik-baik saja” ucap Mami yang baru saja datang ke rumah Bianca dan langsung masuk ke kamar Bianca.
“Iya Mi. Aku baik-baik saja” jawab Bianca.
“Bohong Tante. Tadi Bianca pingsan. Dan tangannya terkena pecahan gelas” ucap Icha.
Bianca pun melotot kepada Icha. Bianca tidak ingin membuat Mami khawatir kepadanya. Icha hanya terkekeh.
“Ya Tuhan Bii. Kenapa kamu bisa sampai pingsan?” Tanya Mami terkejut.
“Enggak apa-apa Mi” ucap Bianca.
Naena dan Icha hanya terkekeh.
“Kamu sudah makan, apa dokter sudah memeriksamu?” Tanya Mami duduk di samping Bianca.
“Sudah Mi. Aku baik-baik saja” ucap Bianca.
“Baik-baik saja bagaimana, wajah kamu pucat” ucap Mami.
“Pucat” ucap Bianca.
Bianca berpikir di dalam hatinya dia harus berhias untuk menyambut Willy pulang. Bianca tidak ingin Willy melihatnya dengan wajah pucat.
“Walau pucat Bianca tetap cantik ya Tante” ucap Icha.
“Tentu saja. Bianca menantu kesayangan Mami” ucap Mami tersenyum.
“Nah kan. Mami juga bilang begitu. Kamu istirahat saja Bii. Nanti Aditya biar kami yang jaga” ucap Naena.
“Aku sudah baik-baik saja” ucap Bianca.
“Bii benar yang diucapkan Naena kamu istirahat saja” ucap Mami.
“Willy sedang dalam perjalanan pulang Mi” ucap Bianca.
“Kamu serius?” Tanya Mami terkejut.
“Iya Mi” ucap Bianca.
“Sudah kamu istirahat. Mami tidak mau Willy marah kepada kita semua karena melihat kamu kelelahan” ucap Mami.
Icha dan Naena menganggukkan kepalanya.
“Mami akan menyiapkan masakan kesukaan Willy. Icha dan Naena yang akan menjaga Aditya” ucap Mami lagi.
Bianca pun hanya pasrah dan menganggukkan kepalanya. Mau bagaimana lagi Mami sudah berbicara seperti itu. Padahal Bianca ingin merapikan rumahnya.
Ceklek
Tap
Tap
“Ya Allah, Ibu, Ibu kenapa?” Tanya Bi Inah yang baru saja pulang dari pasar dengan panik.
“Enggak apa-apa Bi Inah” ucap Bianca.
“Bu maafkan Bibi ya. Kalau saja tadi Bibi tidak meninggalkan Ibu sendirian di rumah pasti Ibu tidak akan pingsan” ucap Bi Inah.
“Ini bukan salah Bi Inah. Aku juga sudah baik-baik saja” ucap Bianca.
“Bi Inah, ayo bantu saya menyiapkan untuk makan malam nanti” ucap Mami.
“Baik Ibu Mami” ucap Bi Inah.
Mami dan Bi Inah melangkah ke dapur. Sedangkan Icha kembali menggendong Aditya dan melangkah keluar bersama Naena. Kini Bianca hanya sendirian di kamarnya.
Bianca melihat ke arah jendela dia pun kembali tersenyum akhirnya Willy kembali. Walau Bianca harus sampai pingsan dulu, biarlah yang penting Bianca bisa berkumpul lagi bersama Willy. Rasanya Bianca sudah tidak sabar menahan rindu yang selama ini dia pendam di hatinya.
Satu jam berlalu sudah Bianca hanya duduk sambil menggambar-gambar dekorasi-dekorasi di layar ponselnya. Bianca menguap dan merasa mengantuk juga. Bianca merebahkan dirinya di ranjang dan meletakkan ponselnya di atas nakas. Bianca pun memejamkan matanya lalu dia terpejam dalam sekejap.
Tidak terasa Bianca tertidur cukup lama. Mungkin ini juga pengaruh dari obat yang dia minum tadi. Tanpa Bianca sadari seseorang yang dia rindukan sudah pulang.
Di dalam tidurnya Bianca mencium aroma yang sangat dia kenal dan aroma itu yang sangat dia rindukan. Bianca pun membuka matanya perlahan karena aroma itu semakin dekat dengannya. Betapa terkejutnya Bianca ketika melihat suami yang dia tunggu-tunggu kini ada di hadapannya.
“Willy” ucap Bianca serak.
“Bii” ucap Willy.
Bianca dengan cepat bangun dari tidurnya lalu langsung memeluk suaminya yang sangat dia rindukan. Bianca memeluk erat Willy, begitu pun dengan Willy yang juga memeluk erat Bianca.
“Aku merindukanmu Will” ucap Bianca.
“Aku juga Bii. Selama ini aku selalu menahan rasa rinduku ini” ucap Willy yang masih memeluk Bianca.
Mereka berdua berpelukan cukup lama, pelukan yang hampir empat bulan ini sama-sama tidak mereka berdua rasakan. Pelukan kali ini adalah pelukan untuk menghilangkan rasa rindu yang selama ini mereka berdua tahan.
Willy melepaskan pelukannya. Lalu dia memegang kedua bahu Bianca dengan kedua tangannya. Willy memandang Bianca dengan tersenyum. Willy mendekatkan bibirnya ke kening Bianca, dan mengecupnya lama.
Bianca memejamkan matanya ketika Willy mencium keningnya. Jujur Bianca sangat bahagia sekali kini bisa merasakan kembali kehangangatan dari suaminya. Bolehkah saat ini Bianca ingin waktu mereka terhenti. Bianca ingin berdua dengan suaminya untuk saat ini.
“Bii, kenapa bisa sampai pingsan?” Tanya Willy merapikan anak rambut Bianca.
“Aku juga tidak tahu Will. Aku hanya merasa kepalaku sakit” ucap Bianca.
“Apa kamu ada masalah sampai kepalamu bisa sakit?” Tanya Willy lagi.
Bianca menggelengkan kepalanya. Tetapi sebenarnya iya, Bianca memikirkan mimpi buruknya. Mimpi dimana suami yang Bianca cintai sudah menikahi wanita lain dan memilih pergi bersama wanita itu. Itulah yang membuat Bianca terus kepikiran, hingga kepalanya sakit dan pingsan.
“Will, jangan tinggalkan aku lagi” ucap Bianca lalu memeluk Willy kembali.
Bianca menyandarkan kepalanya di tubuh Willy. Willy pun mengecup puncak kepala Bianca. Lalu Willy juga mengusap punggung Bianca.
“Aku tidak akan meninggalkanmu Bii. Aku sangat mencintaimu, apalagi sekarang rumah tangga kita kehadiran anggota baru yaitu Aditya” ucap Willy.
“Will, apa selama kamu di Bali tidak ada wanita yang mendekatimu?” Tanya Bianca.
Willy terdiam. Apa yang harus Willy jawab. Saat ini saja dia sedang menjalani peran sebagai seorang kekasih dari wanita bernama Luna. Walau itu Willy lakukan untuk menyelesaikan semua masalahnya, tetap saja Willy akui dia salah. Apalagi jika sudah bersama Bianca. Willy merasa sangat bersalah.
Apa mungkin Willy bisa berkata jujur kepada Bianca. Willy tahu Bianca adalah gadis dewasa yang mengerti dirinya. Pastinya kalau Willy katakan yang sebenarnya mungkin saja Bianca bisa memakluminya dan bisa membantunya terlepas dari masalah ini.
“Bii” ucap Willy dengan lembut.
“Will, aku takut sekali kehilanganmu” lirih Bianca.
Willy memejamkan matanya. Willy rasa saat ini bukanlah saat yang tepat untuk dia mengatakan yang sebenarnya.
“Aku tidak akan pernah meninggalkanmu sayang. Jangan takut. Justru aku yang takut kehilanganmu karena menungguku terlalu lama” ucap Willy.
Buuk
Bianca melepaskan pelukannya dan memukul bahu Willy. Bisa-bisanya Willy bercanda seperti itu. Tentu saja Bianca tidak akan meninggalkan Willy. Bianca adalah wanita yang setia.
“Enak saja. Aku selalu menunggu kamu setiap saat” ucap Bianca sambil mencibir.
Willy terkekeh. Tentu saja Willy tahu. Dulu saja Bianca sampai rela menunggu Erick hanya untuk menanyakan kenapa Erick pergi saat pernikahan mereka.
“AKu mencintaimu Bii” ucap Willy.
“Aku juga mencintaimu” ucap Bianca.
Mereka pun kembali berpelukan.