11. Keputusan Willy

1697 Words
Bali Willy sedang duduk menunggu Gunardi. Ya, setelah seharian kemarin berpikir keras untuk hari ini kini Willy sudah yakin dengan keputusan. Willy berharap keputusan yang dia ambil ini adalah yang terbaik dari yang terbaik. Willy pun siap menerima resiko yang terburuk nanti. Ceklek Gunardi kembali datang dan membuka pintu kamar Willy. Gunardi sudah melihat Willy duduk di sofa menunggunya. Gunardi pun tidak mau berlama-lama. Karena Luna sudah semakin sadar dan Gunardi takut Luna akan teringat tenta Putu Peter calon kekasihnya yang tewas itu. “Jadi bagaimaa keputusanmu?” Tanya Gunardi. “Aku bersedia menikahi cucu anda” ucap Willy. “Bagus” ucap Gunardi terlihat senang. “Tapi dengan syarat” ucap Willy yang belum selesai dari ucapannya. “Apa syaratnya?” Tanya Gunardi. “Aku tidak akan pernah meninggalkan istriku apalagi menceraikannya” ucap Willy. “Jadi cucuku menjadi istri kedua” ucap Gunardi tidak terima. “Ini anda yang mau. Aku sudah mengikuti kemauan anda menikahi cucu anda, jadi tolong biarkan saya tetap berhubungan dengan istri saya” ucap Willy. Gunardi terdiam dan berpikir. Kalau seperti ini sama saja Luna akan dijadikan yang kedua oleh Willy. Gunardi itu hanya ingin Luna menjadi satu-satunya istri Willy. Tetapi kalau Gunardi tidak memenuhi permintaan dari Willy, Willy pasti akan menolak menikahi Luna. Luna kini sudah semakin membaik, Gunardi tidak punya waktu lebih banyak lagi. “Baik. Tapi kamu hanya boleh tiga bulan sekali menemuinya” ucap Gunardi. Willy menelan salivanya. Ya Tuhan, hanya tiga bulan sekali dia bisa kembali ke Jakarta menemui Bianca dan anaknnya. Sungguh keterlaluan. Untuk saat ini lebih baik Willy menyetujuinya saja, Willy akan memikirkan cara lain agar pernikahannya dengan Luna bisa batal. Setidaknya sekarang dia meyakinkan Gunardi agar tidak lagi mengurungnya di kamar ini. “Baik saya setuju” ucap Willy. “Okey. Aku akan mengurus semuanya. Dan kamu akan menunggu kabar dariku lagi” ucap Gunardi. Setelah itu Gunardi pun melangkah keluar dari kamar Willy. Willy menarik nafasnya, semoga saja keputusannnya ini tepat dan terbaik. Gunardi melangkah mendatangi kamar Luna. Disana Luna terlihat sedang duduk dan memakan sarapannya. Luna keadaannya pun semakin membaik. Cuma saja akibat kecelakaan itu memorinya ada yang hilang termasuk memorinya tentang calon suaminya. Tentu saja ini membuat Gunardi senang, setidaknya dia tidak perlu susah-susah mencari alasan kemana perginya Putu Peter itu. Yang Gunardi akan lakukan sekarang adalah membuat Luna percaya jika Willy adalah kekasihnya. “Hem, sepertinya cucu kesayangan kakek sudah semakin baik” ucap Gunardi melangkah masuk menghampiri Luna. “Kakek kemana saja. Aku menunggu kakek datang sejak tadi” ucap Luna dengan wajah cemberut. “Ini Kakek sudah datang. Ayo lanjutkan sarapanmu” ucap Gunardi. “Kakek sudah sarapan?” Tanya Luna. “Tentu saja belum” ucap Gunardi terkekeh. “Ish Kakek bercanda saja” ucap Luna memukul bahu Gunardi. “Ayo kita sarapan bersama” ucap Luna. “Ayo” ucap Gunardi. Gunardi pun tersenyum melihat Luna yang sudah bisa tersenyum kembali. Semoga saja yang Gunardi lakukan ini bisa membuat Luna bahagia. “Kakek bilang mau memberikan kejutan untukku” ucap Luna. “Sabar sayang” ucap Gunardi. “Apa itu kejutannya?” Tanya Luna. “Kalau Kakek memberi tahu sekarang itu namanya bukan kejutan” jawab Gunardi. “Ah Kakek” ucap Luna mencibir. Malam hari Gunardi kembali datang ke kamar Willy. Kini Gunardi membawakan pakaian ponsel dan segala keperluan untuk Willy. Gunardi juga sudah membuat seolah-olah Willy adalah kekasih Luna. “Aku sudah mengatur semuanya. Kamu hanya tinggal menjalankan peranmu sebagai kekasih Luna. Semua foto-foto Luna bersama Putu Peter sudah aku ganti dengan foto Luna bersama dirimu” ucap Gunardi. Willy tidak begitu mendngarkan ucapan Gunardi, matanya fokus kepada ponsel yang masih ada di dalam dus. Ya, sepertinya kini langkahnya ada sedikit kemajuan. Dengan ponsel itu Willy akan bisa menghubungi Bianca dan keluarganya di Jakarta. “Tapi ingat jika kamu kabur atau melarikan diri, aku tidak akan tinggal diam” ucap Gunardi memperingati Willy. “Baiklah. Apa tugasku yang pertama?” Tanya Willy yang tidak mau berbasa-basi. “Besok, temuilah Luna. Berikan dia kejutan yang romantis agar dia bahagia” ucap Gunardi. “Okey, akan aku lakukan besok” ucap Willy. “Hem, bagaimana kalau dia tidak percaya aku adalah kekasihnya?” Tanya Willy. “Itu tugasmu membuatnya percaya. Kamu harus membuat dia percaya kalau kamu kekasihnya” ucap Gunardi. “Okey” ucap Willy. “Semua kebutuhanmu sudah aku persiapkan dengan baik. Kamu akan menempati penthouse yang sudah aku persiapkan” ucap Gunardi. “Satu lagi, di dalam buku ini semua tertulis apa kesukaan Luna dan apa yang tidak dia sukai. Kamu harus ingat itu. Dan Luna mempunyai alergi dengan apel jadi jangan sekali-kali memberikannya apel” ucap Gunardi lagi memberikan buku kepada Willy. Willy menerima buku itu, dia melihat-lihat dan membacanya sekilas. Sekilas yang dari Willy baca kesukaan Luna adalah kesukaan wanita pada umumnya. Suka hal romantis. Sudahlah sepertinya Willy tidak perlu membaca terlalu serius buku ini. Setelah Gunardi pergi Willy menyandarkan tubuhnya di sofa. Willy berkali-kali memikirkan besok dia akan bertemu Luna. Gunardi sengaja tidak memberikan foto Luna kepada Willy, karena Gunardi ingin Willy melihat Luna langsung. “Aku tidak tahu apa besok aku bisa mendekati wanita lain selain Bianca” ucap Willy bingung. Tanpa sengaja Willy menyenggol ponsel barunya. Willy menatap ponsel itu. Willy pun memegang ponsel dengan tangannya. Saat ini seharusnya Willy bisa menghubungi Bianca, tetapi kenapa tiba-tiba hatinya terlalu takut jika dia menghubungi Bianca justru membuat Bianca tambah sedih. Willy pun mencoba menarikan jari-jari tangannya di layar ponsel hingga disana terlihat nomor ponsel Bianca. Willy menjadi ragu haruskah dia menghubungi Bianca atau tidak. Tetapi perasaan rindunya sangatlah besar ditambah Willy ingin sekali melihat anaknya. Willy pun akhirnya menekan tombol hijau, dia menunggu beberapa detik hingga nada sambung terdengar. Semoga saja Bianca belum tidur. Satu panggilan tidak terjawab. Willy mencobanya sekali lagi, kalau malam ini Bianca tidak mengangkatnya, itu tandanya Willy belum diizinkan untuk menghubungi Bianca. Willy sempat melirik jam di dindingnya, ternyata sudah pukul 12 malam. Sudah pasti Bianca telah tidur. Willy menarik nafasnya panjang. Tetapi baru saja dia ingin mematikan sambungannya itu ternyata Bianca mengangkat teleponnya. “Halo” terdengar suara wanita yang sangat Willy rindukan. “Halo” ucap Bianca lagi. “Bii” ucap Willy seketika. Di seberang sana Bianca terdiam dan terkejut. Tangannya gemetar dan rasanya tidak percaya mendengar suara pria yang selama ini dia rindukan. “Wi Willy” ucap Bianca terkejut. “Iya sayang ini aku” ucap Willy. “Will, kamu kemana saja kenapa baru sekarang menghubungiku?” Terdengar suara Bianca sedih. “Maafkan aku Bii” ucap Willy. “Apa yang terjadi kepadamu, kenapa kamu membuatku sangat cemas” ucap Bianca. “Bii, tenanglah aku tidak kenapa-kenapa. Kamu tenang dulu ya” ucap Willy. “Aku merindukanmu Will” ucap Bianca. “Aku juga sangat merindukanmu Bii” ucap Willy. “Will, saat kamu tidak ada banyak yang terjadi dalam hidupku” ucap Bianca. “Maafkan aku Bii” ucap Willy, karena Willy sudah tahu semuanya dan dia tidak bisa membantu Bianca saat ini. “Tidak apa-apa Will. Kamu menghubungiku aku sudah sangat bahagia” ucap Bianca. “Terima kasih Bii” ucap Willy. “Will, aku sudah melahirkan bayi kita” ucap Bianca. “Aku sudah menjadi ayah Bii” ucap Willy bahagia. “Iya Will. Anak kita laki-laki dia sangat tampan sepertimu” ucap Bianca. “Apa kamu sudah memberinya nama?” Tanya Willy. “Belum. Aku menunggumu” ucap Bianca. Willy terdiam, Ya Tuhan, Bianca benar-benar mencemaskan dirinya. Kalau mala mini Willy tidak menghubunginya pasti bayi mereka belum diberi nama juga oleh Bianca. Ya, mereka berdua berjanji kalau ingin menamai anak mereka bersama-sama. “Bagaimana kalau Aditya?” Tanya Willy. “Aditya Pratama” ucap Bianca. “Iya, itu nama yang bagus untuk anak kita Bii” ucap Willy. “Boleh juga. Aku menyukainya” ucap Bianca. “Will, kamu dimana?” Tanya Bianca. “Aku di rumah sakit Bii” jawab Willy. “Apa yang terjadi kepadamu?” Tanya Bianca panik. “Bii, tenanglah aku tidak kenapa-kenapa. Aku hanya kecelakaan, oleh sebab itu aku tidak bisa menghubungimu. Maafkan aku ya” ucap Willy menenangkan Bianca. “Apa aku boleh menyusulmu kesana? Aku sangat mencemaskanmu Will” ucap Bianca. “Bii, aku akan baik-baik saja disini. Kamu tenanglah dan jaga anak kita baik-baik ya” ucap Willy. “Tetapi kamu pasti membutuhkanku sekarang Will” ucap Bianca. “Aditya lebih membutuhkanmu Bii. Kamu tenang saja aku sudah ditangani oleh dokter disini” ucap Willy. “Kamuy akin Will. Apa Mami dan Papi sudah tahu?” Tanya Bianca. Willy terdiam, sepertinya untuk saat ini kedua orang tuanya jangan tahu dulu. Willy takut kalau Papi datang kesini dan membuat Gunardi marah justru usaha Willy akan sia-sia. “Bii, sebaiknya kamu jangan memberi tahu Mami atau Papi dulu” ucap Willy. “Kenapa? Papi pasti akan menjemputmu” ucap Bianca. “Aku juga sebenarnya ingin pulang Bii, tetapi saat ini aku belum bisa” batin Willy. “Bii, saat ini aku jauh sekali dari kota. Aku tidak ingin menyusahkan Papi dan Mami. Kita sudah berjanji bukan kalau kita akan membina rumah tangga kita tanpa bantuan dari kedua orang tua kita” ucap Willy. Ya, bianca masih ingat semua itu. “Iya Will, aku masih ingat” ucap Bianca. “Owe Owe” terdengar suara Aditya menangis. “Will, sebentar ya, Aditya menangis aku akan menggendongnya dulu” ucap Bianca. “Iya sayang” ucap Willy. Willy senang sekali mendengar suara anak laki-lakinya. Akhirnya dia bisa mengobati rindunya kepada istrinya. “Will, aku sedang menyusui Aditya” ucap Bianca. “Aku tahu” ucap Willy. “Dari mana kamu tahu?” Tanya Bianca. “Ya, pastinya seorang Ibu kalau bayinya menangis tengah malam, dia akan menyusuinya. Sama seperti jika aku terbangun tengah malam, kamu akan melayaniku bukan” ucap Willy yang mencoba bercanda menghibur Bianca. “Ish, kamu ini” ucap Bianca. “Aku mencintaimu Bii” ucap Willy dengan lembut. “Aku juga mencintaimu Will” ucap Bianca. “Kalau aku kembali, kita honeymoon lagi ya” ucap Willy. “Willy, Aditya saja masih bayi” ucap Bianca. Willy terdengar hanya terkekeh. Bianca dan Willy pun sama-sama lega akhirnya mereka kini bisa berhubungan kembali walau hanya lewat telepon saja.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD