Jakarta
Hari-hari terus berganti. Bianca pun kini bisa melewati masa-masa sulitnya kehilangan kedua orang tuanya dan tidak ada kabarnya tentang Willy. Ya, semua itu kini berdampak kepada dirinya yang berat badannya semakin menurun. Padahal itu sangat tidak baik untuk kondisi kehamilannya.
Kini sudah genap dua minggu Bianca tidak mendapatkan kabar dari Willy. Bianca pun juga sudah mulai terbiasa melewati semua ini. Bianca melihat perut besarnya. Ada rasa sedih di hatinya jika anaknya ini lahir tidak ada suaminya dan kedua orang tuanya.
“Sayang, bantu Mama ya agar kuat melewati semua ini” ucap Bianca dengan nada lirih.
Semenjak kedua orang tuanya meninggal Bianca juga tidak lagi datang ke kantor. Icha dan Naena pun tidak pernah absen untuk datang menghibur Bianca. Mereka tidak ingin sahabatnya itu terpuruk dalam kesedihannya. Begitu juga dengan Mami yang setia menginap di rumah Bianca.
Malam ini Bianca merasakan perutnya kram. Bianca pun duduk dan bersandar di ranjangnya dan memegan perutnya. Bianca meringis rasanya sakit sekali. Bianca sampai mencengkram spreinya untuk menahan sakit di perutnya.
“Ya Tuhan kenapa ini sakit sekali” ringis Bianca.
“Bi, Bi Inah” panggil Bianca berteriak memanggil Bi Inah.
“Mi, Mami” kali ini Bianca berteriak memanggil Mami.
Bi Inah maupun Mami sepertinya tidak ada yang mendengar teriakan Bianca. Bianca pun menarik nafas panjang. Bianca menahan rasa sakitnya, lalu dia mencoba turun dari ranjangnya. Bianca melangkah dengan hati-hati. Tangannya terus memegangi perutnya.
Bianca berhasi keluar dari kamarnya dan kembali memanggi Bi Inah dan juga Mami.
“Bi, Bi Inah” teriak Bianca.
“Mi, Mami” panggil Bianca lagi.
Bianca pun melihat jam di dinding baru jam 8 malam. Bianca ingat Bi Inah sedang keluar ke mini market. Dan Mami sedang menemani Papi ada acara makan malam dengan temannnya Papi. Tadi Mami tidak ingin ikut karena khawatir dengan Bianca, tetapi Bianca mengatakan bahwa dia akan baik-baik saja. Oleh sebab itu Mami pun pergi menemani Papi.
“Uh” ringis Bianca lagi karena perutnya bertambah sakit.
“Apa aku mau melahirkan ya?” Tanya Bianca pada dirinya sendiri.
Bianca menggelengkan kepalanya. Tidak ini bukan perkiraan tanggalnya untuk melahirkan. Tetapi ini sakit sekali, Bianca tidak bisa menahannya lagi. Bianca pun melangkah lagi ke kamarnya. Bianca mengambil tasnya.
Bianca melangkah lagi keluar dan berniat akan ke rumah sakit seorang diri. Bianca mencoba menghubungi Naena. Ponsel Naena sedang tidak aktif. Bianca pun menghubungi Icha, sayangnya Icha juga tidak mengangkat teleponnya.
Bianca pun menghubungi Dimas. Ponsel Dimas sama-sama tidak aktif. Dan Bianca pun menghubungi Jonathan. Sepertinya Jonathan mengangkat telepon dari Bianca.
“Halo, Jo” ucap Bianca.
“Iya, Bii ada apa?” Tanya Jonathan.
“Icha ada?’ Tanya Bianca.
“Icha di rumah Bii. Aku sedang ada pertemuan dengan klienku” ucap Jonathan.
“Ada apa Bii?” Tanya Jonathan yang cemas mendengar suara Bianca yang rasanya tidak seperti biasanya.
“Tidak apa-apa Jo. Aku akan coba hubungi Icha lagi ya” ucap Bianca yang merasa tidak enak menggangu Jonathan.
“Oke Bii, aku juga akan bantu hubungi Icha ya untuk menghubungi kamu” ucap Jonathan.
“Terima kasih Jo” ucap Bianca.
Bianca pun tidak tahu harus menghubungi siapa lagi. Bianca akhirnya memilih untuk melangkah keluar, dan pas saat dia membuaka pintu Bi Inah pun pulang dari mini market.
“Ya Allah, Ibu kenapa?” Tanya Bi Inah yang melihat Bianca melangkah dengan memegang perutnya yang kesakitan.
“Bii, sepertinya aku mau melahirkan” ringis Bianca.
“Ya Allah Gusti. Ibu Mami belum pulang ya” ucap Bi Inah.
“Belum Bii” ucap Bianca menggelengkan kepalanya.
“Yasudah, Bibi panggil taksi saja ya Bu biar cepat” ucap Bi Inah.
“Iya Bi, tolong ya Bi” ucap Bianca menganggukkan kepalanya.
“Ibu duduk dulu disini” ucap Bi Inah membantu Bianca duduk di bangku depan.
Bianca pun duduk dan menahan rasa sakitnya. Bi Inah pun segera berlari keluar untuk mencari taksi. Bianca mencoba menghubungi Mami saja. Sayangnya Bianca lupa mengisi baterai ponselnya, baru saja nada dering pertama ponselnya sudah terlanjur mati. Bianca pun tidak terpikir untuk mengambil charger ponselnya, karena dia masih menahan rasa sakit di perutnya.
Tidak lama Bianca melihat ada mobil yang masuk ke halaman rumahnya. Dan sepertinya itu bukanlah taksi. Bi Inah pun keluar dari mobil itu dengan cepat-cepat.
“Nathan” ucap Bianca terkejut.
“Ibu, maaaf taksinya tidak ada. Saya ketemu teman Ibu yang waktu itu datang. Jadi saya minta tolong untuk membawa Ibu ke rumah sakit” ucap Bi Inah.
Sebenarnya Bianca tidak ingin merepotkan Nathan. Tetapi mau bagaimana lagi kondisinya darurat saat ini.
“Bii, kamu tidak apa-apa?” Tanya Nathan dengan wajah cemas.
“Sakit sih” ucap Bianca dengan meringis.
“Ayo aku antar ke rumah sakit ya” ucap Nathan.
Bianca menganggukkan kepalanya. Bianca pun meminta Bi Inah untuk mengambil tas persiapan lahirannya di dalam kamar dan meminta Bi Inah juga ikut bersamanya. Bianca duduk di bangku penumpang belakang dan Bi Inah duduk di bangku penumpang sam[ing kemudi.
Nathan pun langsung melaju membawa Bianca ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan Nathan sesekali melirik Bianca dari kaca spion. Nathan sangat khawatir dengan Bianca. Ya, Nathan sedih melihat Bianca. Sepertinya wanita yang sempat Nathan cintai ini selama hidupnya selalu saja penuh cobaan.
Dari awal mengenal Bianca dan tahu kalau masa lalu Bianca yang pernah ditinggalkan oleh Erick. Lalu Bianca dipaksa menikah dengan Willy. Ya, memang saat ini Bianca dan Willy saling mencintai, tetapi awal mereka menikah Bianca tidak bahagia karena Willy sangat kasar kepadanya, hingga biaca kecelakaan dan hilang ingatan.
Kini Willy pergi dan belum kembali, di tambah kedua orang tua Bianca meninggal. Nathan sangat sedih melihat Bianca. Ya, walau Nathan sadar dirinya tidak pernah ada kesempatan untuk mendekati Bianca. Atu dirinya dulu terlalu takut mengejar Bianca karena taku Bianca akan menjauh darinya.
Nathan kini hanya bisa berdoa yang terbaik untuk Bianca. Nathan juga tidak ada niat menjadi orang ketiga dikehidupan Bianca dan Willy. Nathan tahu bagaimana Bianca dan Willy saling mencintai. Mereka berdua adalah pasangan yang sangat cocok.
Menurut Nathan Willy adalah laki-laki yang gentleman dan bertanggung jawab. Willy sangat perhatian kepada Bianca dan pastinya Willy memperjuangkan Bianca. Nathan tidak seberani Willy.
Mobil Nathan sudah sampai di rumah sakit, Bi Inah pun segera berlari ke IGD. Dua orang perawat membawakan ranjang untuk membawa Bianca. Bianca pun kini di bawa ke ruang IGD untuk di periksa. Nathan memakirkan mobilnya.
“Apa Naena dan Icha sudah tahu ya?” Tanya Nathan pada dirinya sendiri.
Nathan pun mencoba menghubungi ponsel Naena. Ternyata Naena masih tidak aktif. Akhirnya Nathan mencoba menghubungi Icha. Menunggu dua kali nada dering akhirnya Icha pun mengangkat teleponnya.
“Halo, Cha”” ucap Nathan.
“Nathan. Ada apa Nath?” Tanya Icha.
“Bianca ada di rumah sakit” ucap Nathan.
“APA?” Teriak Icha tidak percaya.
“Ya Tuhan jangan-jangan tadi dia menghubungiku karena dia mau minta tolong. Bianca sampai menghubungi Jonathan. Aduh, kenapa sih Bii, kamu tidak ngomong ke Jonathan langsung. Jonathan bisa mengcancel pertemuannya” ucap Icha panik.
“Sabar Cha. Bianca sudah di IGD. Sepertinya diam au lahiran” ucap Nathan.
“Kamu sudah kabari Naena?” Tanya Icha.
“Naena ponselnya tidak aktif” jawab Nathan.
“Ya Tuhan. Bii, pasi tadi dia kebinguna. Nath, aku akan segera kesana ya” ucap Icha.
“Iya Cha. Oh ya, kamu tolong kabari Ibu Mertuanya Bianca ya. Karena kata Bi Inah di rumah tadi tidak ada orang” ucap Nathan.
“Oke Nath. By the way makasih ya Nath sudah mau bantu Bianca” ucap Icha.
“Tidak apa-apa Cha. Bianca juga temanku dan dia bosku juga” ucap Nathan.
Kabar Bianca mau melahirkan pun sangat ramai. Naena ternyata sedang makan malam dengan Dimas merayakan hari ulang tahun pernikahan mereka. Icha yang tahu tempat restorant yang saat ini dipakai Naena dan Dimas langsung mendatangi mereka dan mengatakan kalau Bianca akan melahirkan. Untung saja mereka sudah selesai makan malam jadi mereka segera berangkat ke rumah sakit.
Jonathan yang mendapat kabar dari Icha, juga mempercepat pertemuannya dengan klien dan segera menyusul Icha ke rumah sakit. Mami yang mendapat kabar dari Icha pun segera pergi ke rumah sakit bersama Papi meninggalkan makan malam dengan temannya.
Kini di ruangan IGD itu pun ramai dengan Bi Inah, Mami, Papi, Naena, Dimas, Icha, Jonathan dan Nathan. Mereka semua menemani Bianca yang akan menjalani persalinan. Bianca sampai terkejut melihat semua orang ada disini. Sampai rasa sakitnya pun sedikit berkurang.
Bianca tidak menyangka mereka semua ada disamping Bianca untuk menemani Bianca menjalani persalinannya. Bianca sampai meneteskan air matanya.
“Sayang kenapa menangis?” Tanya Mami.
“Tidak apa-apa Mi” ucap Bianca menggelengkan kepalanya.
Bianca terharu semua orang menyayanginya. Tetapi jujur di hatinya Bianca sedih, karena seseorang yang Bianca harapkan ada disamping saat persalinannya kini tidak ada disini. Bianca ingin sekali suaminya Willy menemani Bianca saat lahiran.
Dokter pun datang bersama dua orang perawat. Mereka membawa Bianca ke ruang persalinan. Semua orang terlihat memberikan dukungan untuk Bianca kuat menjalani persalinannya. Bianca hanya bisa menganggukkan kepalanya.
“Will, sampai aku ingin melahirkan bayi kita kamu juga tidak datang. Mana janjimu Will. Kamu bilang mau disampingku saat aku melahirkan” batin Bianca sedih.
Bianca memejamkan matanya dia harus kuat demi bayinya ini. Bianca hanya bisa berdoa semoga Willy bisa cepat kembali dan berkumpul bersama keluarga kecilnya ini. Walau Willy tidak menemaninya saat ini Bianca masih bersyukur orang-orang baik ada bersamanya menemaninya untuk melewati semua cobaan ini.
Mami, Papi, Icha, Naena, Bi Inah, Dimas, Jonathan, sampai Nathan pun ada disini. Mereka semua memang yang terbaik. Bianca bahagia bisa mengenal mereka semua. Bianca pun harus kuat dan Bianca yakin dia bisa melewati semua ini.