Satu minggu kemudian. “Let’s go, Rei!” ajak Dilan yang ngejepit lehernya di pintu ruanganku. “Waktunya kita dihabisi!” Aku mendengus. Semalam aku sulit tertidur yang akibatnya pagi ini kepalaku terasa pening. Aku memaksa kelopak mataku terangkat sempurna, menyingkirkan kaca mata dari cuping hidungku, dan melepas roll rambut dari poni. Surai panjangku juga aku kumpulkan, lalu kujepit dengan hair claw. Mungkin karena gerakanku begitu lambat, Dilan akhirnya mendekatiku. “Sakit?” tanyanya seraya menatapku khawatir. “Ngga bisa tidur semalam.” “Ngga bisa tidur atau pacaran sama orang tua?” “Ish! Suka-suka gue dong, ngapain lo nanya-nanya?” balasku sengit. Masih pagi sudah minta digebok orang ini! “Cari cowok tuh yang sebaya, Rei. Biar asik diajak main!” “Dih, lo aja sana. Gue