MENGGENGGAM DUNIA

1001 Words
Karla menatap benda di tangannya dengan hati bahagia. Sudah tiga minggu ini ia merasa cepat letih dan seringkali merasa mual di pagi hari. Ia juga ingat bahwa bulan ini ia belum mendapatkan tamu bulanannya. Gadis cantik itu bergegas menghampiri David yang masih tertidur pulas. Perlahan dikecupnya pipi David hingga membuat lelaki itu mengerjapkan matanya. "Hmm ... Pagi, sayang, aku masih mengantuk, " keluh David. "Aku hamil," sahut Karla sambil tersenyum. Mendengar perkataan Karla, sontak David terkejut, kantuknya hilang seketika. "Kau serius?" tanyanya. Karla mengangguk dan memperlihatkan tespack yang sedari tadi ia sembunyikan di balik punggungnya. David langsung meraih Karla ke dalam pelukannya dan menghadiahi wanita itu kecupan-kecupan mesra. "Terima kasih , sayang. Akhirnya aku bisa memiliki keturunan yang akan meneruskan semua usahaku." "Kau senang?" tanya Karla. "Hei, kau ini kenapa? Tentu saja aku senang, selama ini aku memang menginginkan keturunan. Kau harus menjaga baik-baik kandunganmu, tidak ada syuting iklan, film, sinetron, pemotretan, apapun itu batalkan semuanya." Karla tersenyum, ia tidak menyangka David akan antusias berlebihan seperti ini mendengar berita kehamilannya. "Kita ke dokter ya, sayang," ujar David sambil memeluk Karla. "Nanti sore saja bagaimana? Aku rasanya lemas sekali, Dave," tukas Karla. David tersenyum lalu mengecup bibir Karla. Ia meraih ponselnya dan segera membatalkan semua jadwal hari ini. Ia ingin hari ini menjadi milik Karla sepenuhnya. *** Sementara itu, Amelia saat ini sedang berada di ruang operasi. Sebenarnya ia ingin sekali melahirkan secara normal, tetapi Tasya memaksa untuk Cesar. "Kau ingin membalas semua sakit hatimu kepada David, kan? Kalau begitu, kau Cesar saja," kata Tasya. Amelia merasa tegang, setelah mendapatkan suntikan epidural di punggungnya, ia berbaring dengan kedua tangan direntangkan seperti disalib. Setengah dari tubuhnya mati rasa, matanya terasa mengantuk tetapi Tasya dan perawat terus mengajaknya bicara. Amelia merasa dokter menekan perutnya dan tak lama kemudian terdengar suara tangisan bayi yang melengking nyaring. "Bayinya perempuan, cantik sekali seperti Mommynya," kata seorang perawat. Amelia menatap bayi mungilnya dengan takjub. Air mata haru menetes di pipinya, dia mirip sekali dengan David. "Selamat ,ya Amelia. Sekarang kau harus menguatkan dirimu, bangkit demi putri cantikmu," kata Tasya sambil mengecup dahi Amelia. Setelah luka di perutnya dijahit kembali, Amelia segera dipindahkan ke ruang perawatan. Tasya sengaja memberikan fasilitas ruangan VIP pada Amelia supaya sahabatnya itu dapat beristirahat dengan baik untuk memulihkan kondisinya. "Ini terlalu berlebihan, aku sudah terlalu banyak berhutang kepadamu," kata Amelia. "Jangan kau pikirkan, yang paling penting sekarang adalah kesehatanmu," kata Tasya. "Baiklah, Ibu," kelakar Amelia. Tasya hanya tersenyum mendengar gurauan sahabatnya itu. Setelah pengaruh obat bius hilang, Amelia merasa perutnya perih dan ngilu. Ah, ternyata begini rasanya melahirkan. Wanita cantik itu merasa sangat sedih, seharusnya David berada di sini dan melihat betapa cantiknya putri mereka. Selama Amelia di rumah sakit, Tasya mengambil cuti. Ia benar-benar fokus mengurus Amelia dan si kecil Davina. Ya, Amelia memberi nama bayinya Princes Davina Melodi. Ia berharap saat David kelak melihat anak itu, ia akan sadar bahwa Davina adalah putri kandung, darah dagingnya. "Anakmu ini pintar sekali,ya. Dia tidak menangis sama sekali ketika dimandikan, bahkan tersenyum senang. Dia juga tidak rewel, kecuali jika diapersnya penuh. Kau benar-benar beruntung, Mel," ujar Tasya. Amelia tersenyum, sambil menyusui Davina. Bayi mungil itu menyedot ASI- nya dengan lahap sambil sesekali menatap Amelia. "Ak- aku ...." "Hei, kau kenapa?" tanya Tasya saat melihat Amelia menangis. "Aku hanya terharu, jika waktu itu David tau mungkin saat ini aku masih di Jakarta dan menjadi penyanyi bayangan Karla." "Kakakmu itu, menyebalkan memang." "Ambisinya sangat tinggi sejak kedua orangtua kami meninggal. Entah mengapa hari itu David menerima kami berdua, tetapi ...." "Hal yang dilakukan David itu sama seperti menipu. Aku tidak habis pikir , bisa-bisanya dia memanfaatkan suaramu dan kecantikan Karla. Tapi, tenang saja semua akan berbalik seratus delapan puluh derajat setelah ini. Bersabarlah setahun lagi," tukas Tasya. Sampai hari ini, Tasya belum menceritakan apa rencananya untuk membalas David dan Karla. Amelia hanya diminta untuk bersabar dan percaya kepadanya. Dan, ia percaya pada apa yang Tasya katakan. **** Amelia tidak bisa percaya saat mereka pulang dari rumah sakit seminggu kemudian. Tasya sudah menyulap kamar bayi yang cantik untuk Davina di apartemennya. Ia langsung memeluk Tasya dengan wajah yang penuh air mata. "Aku tidak tau lagi harus mengatakan apa kepadamu. Terima kasih banyak, Tasya." "Sama-sama, Mel. Oya, mulai besok ada baby sitter yang akan membantumu merawat Davina di siang hari, supaya kau bisa beristirahat. Bayi kan selalu begadang di malam hari, Mel." "Astaga, Tasya! Aku rasa sudah cukup semua kebaikanmu padaku, dengan apa aku membayarnya nanti," kata Amelia. "Sudah, jangan protes. Sekarang lebih baik kau beristirahat saja." Tasya tersenyum dan membiarkan Amelia beristirahat. Ia merasa iba melihat kondisi Amelia sekarang. Sebagai seorang sahabat, Tasya tau betul bagaimana Amelia diperlakukan secara tidak adil oleh Karla dan David. Karla terkadang meminta Amelia melakukan ini dan itu seperti pembantu saja. Ia pun pernah ikut meradang karena Karla pernah bersikap kelewatan pada Amelia. Tapi, Amelia sendiri hanya menerima apapun yang Karla lakukan, ia jadi tidak bisa membantu banyak. Tasya sudah bertekad akan membuat Amelia bersinar dan tidak boleh ada lagi yang menghina Amelia. 'Akan aku hilangkan gadis jelek bertubuh gemuk itu, orang akan melihatnya sebagai bintang setelah ini,' gumam Tasya. Sementara Amelia masih menatap Davina dengan penuh rasa cinta. Memandang David dalam versi yang berbeda membuat kerinduannya kepada pria arogan yang menyebalkan itu kian membuncah. "Kelak, kau akan tau jika Daddymu adalah pria yang paling tampan. Kau mewarisi semua ketampanannya di wajah cantikmu ini, sayang," ujar Amelia sambil membelai pipi Davina yang tengah pulas tertidur itu dengan lembut. Ia berjalan perlahan dan membuka lemari pakaiannya, diraihnya kotak yang selama ini ia simpan. Ada beberapa buku tabungan dan deposito berjangka yang selama ini ia simpan. Semua belum pernah ia ganggu, karena sejak pertama kali ia datang ke Korea, Tasya tidak pernah mengizinkannya memakai semua itu sampai saatnya tiba. "Ah, sebenarnya apa yang Tasya rencanakan? Aku hanya berharap kelak aku bisa meraih impian dan cita-cita yang belum sempat aku raih. Dan, aku juga ingin kembali ke Indonesia dengan sesuatu yang berbeda. Tapi, apakah Tasya akan mendukung jika aku mengatakan keinginanku ini kepadanya?" gumam Amelia lirih.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD