KARLA DAN AMELIA

1005 Words
Amelia menghentikan suapannya saat melihat siapa yang datang. Ia menatap tak berkedip selama beberapa saat hingga pada akhirnya Patricia berdeham. "Ada apa kau kemari , Karla?" tanya dengan mata memicing. Sementara Amelia langsung menyudahi makannya dan segera mencuci tangannya. Ia berusaha untuk meredakan debaran jantungnya juga perasaannya. Ia menarik napas beberapa kali sebelum kembali ke ruang tamu. Ia melihat Karla sudah duduk di sofa bersama Patricia dan Nina. "Ah, Mbak ini kekasihnya Pak David , kan?" tanya Amelia dengan tenang. "Iya, aku kemari hanya ingin berkenalan. Kita sempat bertemu tadi, kan?" Amelia tau saat ini kakaknya sedang menyelidiki dan juga sedang cemburu. Sebagai seorang adik, ia tau betul bagaimana sifat dan watak kakaknya itu. "Namaku Jasmine." Amelia mengulurkan tangannya sambil tersenyum. Karla menatap sejenak sebelum menyambut uluran tangan Amelia. "Karla." Amelia mengerling ke arah Patricia, sementara Patricia sudah memperlihatkan wajah yang mengeras karena kesal. "Sebenarnya, kau mau apa sih, datang ke sini?" tanya Patricia sinis. "Loh, aku masih kekasih David, Pat. Rasanya sejak dulu juga aku selalu tau urusan pekerjaan David. Wajar kalau aku ingin tau dan ingin berkenalan dengan penyanyi baru David yang ia kontrak secara eksklusif." Amelia mengempaskan tubuhnya dengan santai ke sofa lalu tersenyum sinis kepada Karla. "Saya rasa, Mbak nggak perlu sekepo itu pada saya. Saya ke Indonesia bukan untuk merebut kekasih orang. Tapi, saya ke Indonesia untuk bekerja," tukas Amelia dengan tegas. Saat ini Patricia melihat Amelia dalam sisi yang lain. Gadis yang biasanya mengalah dan selalu menunduk jika menghadapi Karla, kali ini terlihat begitu santai namun menantang. Selama beberapa saat kakak adik itu saling menatap tajam, hingga akhirnya Karla mengalihkan pandangan matanya.Patricia pun bersorak dalam hati melihat hal itu. "Baguslah kalau kau memang tidak berniat untuk menggantikan posisiku. Kalau begitu aku pamit, selamat malam." Tidak ada yang menjawab salam Karla, bahkan Amelia tetap duduk saat Karla bangkit berdiri dan melangkah keluar. "WOW!!" seru Patricia saat Karla sudah keluar dan menutup pintu, "kau luar biasa. Padahal dulu ...." "Tasya mengajariku untuk menjadi kuat dan tidak lagi lemah serta mengalah kepada orang yang ingin menindas dan mengintimidasi diriku." "Tasya sudah berhasil kalau begitu, teruslah seperti ini terutama kepada David." Sementara itu Karla kembali ke apartemennya dengan hati yang kacau. 'Dia mengapa mirip sekali dengan Amelia? Tapi, tidak mungkin dalam waktu setahun Amelia bisa berubah drastis seperti itu,' batin Karla berkata. Ya,sebagai seorang kakak dia tentu sangat mengenali adiknya. Tapi, Amelia yang Karla kenal adalah gadis pemalu yang selalu minder karena tubuh gemuknya dan juga gadis yang selalu mengalah kepadanya. Dan lagi tidak mungkin Amelia mampu melakukan seperti yang Jasmine lakukan, itu yang ada dalam pikiran Karla saat ini. "Dari mana?" Karla menoleh, ia mendapati David sedang duduk sambil menggendong Davila. "Bertemu dengan Jasmine, ada Patricia juga di apartemennya," jawab Karla. David mengerutkan dahinya seketika, "Kau bertemu dengan Jasmine? Mau apa?" "Hanya sekedar bicara, apa tidak boleh?' tanya Karla. "Tidak masalah jika kau menemuinya bukan untuk mencari masalah," sahut David dengan tegas. Karla langsung mencondongkan tubuhnya mendekat hingga wajahnya dan David hanya berjarak lima centi saja. Wanita itu memicingkan matanya, "Masalah tidak akan aku cari, tapi jika mendatangi aku akan aku hadapi. Dan satu lagi, David, kau boleh saja mendekati gadis cantik itu, tapi ingat aku tidak akan pernah membiarkan dirimu mempermainkan aku. Jika kau memang ingin bersama dengan Jasmine, putuskan hubungam kita dan sesuai kesepakatan kita kau harus memberikan aku kompensasi atas apa yang selama ini sudah aku korbankan." David mendecih, ia paling tidak suka jika diintimidasi. "Kau pikir aku akan diam dan mengalah begitu saja? Jangan harap kau bisa menemui Davila lagi jika kau berpisah denganku,Karla. Jangan macam-macam!" "Ah, silakan saja kau bawa Davila bersamamu. Asal kau tau saja, David, aku tidak pernah mau direpotkan dengan urusan anak. Bagiku karir adalah hal yang paling utama," jawab Karla dengan santai sambil berlalu ke kamar mandi meninggalkan David yang hanya bisa menggeram dengan kesal. Selama beberapa menit David hanya diam sambil menatap wajah Davila yang tersenyum dan balik menatapnya. David terkadang merasa kasian kepada bayi mungilnya itu. Ia ingin sekali Davila mendapatkan kasih sayang yang seutuhnya dari Karla. Tetapi, sebagai seorang ibu Karla tidak pernah melimpahkan kasih sayangnya kepada Davila. Air mata David menetes perlahan, ia tiba-tiba teringat kepada almarhum ibunya. Selama ini ia selalu merindukan kasih sayang dari seorang ibu yang tidak pernah ia dapatkan. "Tidak bisakah kau bersikap baik dan mencintai Davila seperti layaknya seorang ibu?!" kata David dengan kesal saat Karla keluar dari kamar mandi. Karla hanya mencebik, "Kalau begitu aku balik pertanyaannya, tidak bisakah kau bersikap baik kepadaku dan mencintai aku sebagaimana layaknya pria kepada wanita? Tidak terpikirkah olehmu untuk meresmikan hubungan kita sebagai suami istri dan membangun keluarga yang seutuhnya?" Alih-alih menjawab pertanyaan David, Karla justru membalikkan pertanyaan dengan enaknya. "Kita sudah sepakat, Karla. Aku tidak pernah mau ada pernikahan yang mengikat hubungan kita. Aku tidak mau menikah dengan siapapun." "Tapi, kau ingin anakmu mendapatkan cinta dariku?" Mendengar kata-kata Karla, David benar-benar meradang. Ia langsung membaringkan Davila di atas ranjang dan bangkit berdiri kemudian menghampiri Karla. Dengan kasar ia menarik Karla hingga wanita yang sedang duduk di depan cermin itu terpaksa berdiri. "Kau sadar dengan apa yang baru saja kau katakan?" "Sadar!" "Kau pikir selama ini kau tulus mencintai aku?Kita ini sama, Karla! Kita sama- sama memanfaatkan satu sama lain. Kau memanfaatkan aku untuk ketenaran dan uang. Aku memanfaatkan dirimu untuk melahirkan anakku!" Karla menghentakkan tangannya yang masih berada dalam cengkaraman David dengan keras. "Dengar David, aku akui awalnya aku memang memanfaatkan apa yang ada padamu, kekuasaan, harta, ketenaran dan juga nama besar. Tapi, aku ini hanya wanita biasa yang juga punya hati dan perasaan. Aku akui bahwa perasaanku kepadamu berkembang menjadi cinta,terlebih setelah ada Davila. Apa salah jika aku menginginkan kehidupan yang normal seperti wanita lain di luar sana? Punya suami, anak, merasakan kasih sayang dan keluarga yang seutuhnya? Sekarang kau meminta aku untuk lebiih mencintai Davila dan memberikan kasih sayang sebagai seorang ibu. Apa kau bisa bersikap seperti seorang suami kepada istrinya?! Kau ini benar-benar tidak mempunyai hati, Dave!" pekik Karla dengan kesal. Akhirnya apa yang selama ini ia tahan berhasil ia katakan kepada David.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD