Gunjingan Teman Kampus

1277 Words
Saat aku berjalan menuju ke arah parkiran, banyak sekali orang-orang yang melihatku dengan tatapan aneh. Aku yakin mereka saat ini tengah membicarakan soal penampilanku. Selama aku menjadi mahasiswi tak pernah memakai hijab kecuali saat mengikuti acara yang diadakan oleh BEM Fakultas ketika bulan ramadhan. “Kayaknya dia lagi mendekati Pak Arayan makanya cosplay jadi gadis sholeha.” “Pak Arayan adiknya Pak Yafiq?” “Iya, calon calon Dosen Fakultas Pendidikan Sekolah Dasar.” “Ternyata dia kecantol juga sama Dosen ganteng itu.” “Mana ada yang tidak suka sama beliau. Ganteng, pintar, soleh dan anaknya orang kaya.” “Aku kira dia gak bakalan suka sama Pria seperti Pak Arayan. Urakan begitu harusnya sama bad boy yang ada di kampus.” “Namanya juga cari Ayah untuk anak-anaknya. Pastinya cari bibit unggul.” Aku mendengar perbincangan dua orang yang ada di belakangku. Tapi, aku tak berniat menjawab gunjingan dari manusia-manusia tak penting itu. Bukannya mempercepat langkah, Aku justru memperlambat agar kedua orang itu sejajar denganku. Aku penasaran dengan wajah mahasiswi yang mengatai aku sebagai gadis urakan. Bip ... Bip ... Aku membuka kunci mobil namun tak langsung masuk. Karena aku harus membalas pesan yang dikirimkan oleh Amanda. Dia mengajakku mengerjakan skripsi di cafe tempat biasa kami nongkrong. “Kamu pura-pura tidak dengar yang kami bicarakan?” “Memangnya kalian siapa? Aku tidak suka bicara dengan sembarangan orang!” “Sombong sekali kamu. Lagaknya seperti anak orang kaya saja.” Aku memasukkan ponsel ke dalam tas lebih dulu sebelum meladeni mereka berdua. Jujur saja aku sama sekali tak mengenal kedua orang yang ada di depanku. “Kalian mau apa?” “Sok cantik juga. Yakin, Pak Arayan bakal suka sama kamu?” “Sepertinya kalian sudah membuang-buang waktuku. Mau Pak Arayan mau atau tidak denganku itu bukan urusan kalian. Lagian kita tidak saling mengenal seharusnya tak perlu mencampuri urusan pribadi.” “Memakai hijab tujuannya untuk menarik seorang Pria itu sangat menjijikkan. Semua mahasiswa di kampus ini sudah tahu jika kamu itu perempuan yang tidak baik. Selalu memakai pakaian terbuka dan matre. Jadi, Hijab yang kamu pakai itu tak akan bisa mengubah citra yang sudah terbentuk.” Aku terkekeh pelan mendengar ucapan sarkas perempuan berwajah mirip Maleficent. Bukan hanya wajahnya yang buruk namun hatinya pun sama. Baru kali ini aku bertemu dengan manusia jenis ini. Bingung mau aku apakan? Mau jambak takut ketahuan sama Pak Ayang. Posisiku saat ini masih di sekitar perpustakaan universitas. Bisa saja Pak Ayang tiba-tiba muncul seperti yang biasa dia lakukan. “Terserah kalian mau bicara apa. Aku tidak peduli.” “Lemah sekali.” “Ya, anggaplah aku begitu. Biar hatimu senang.” Aku membuka pintu mobil lalu masuk ke dalam. Menutup pintu sedikit keras agar kedua manusia bermulut jahat itu segera pergi. Tin ... Tin ... “Minggir!!!” teriakku. Dua perempuan itu bukannya pergi malah berdiri di depan mobilku. Aishhh, kesabaranku benar-benar sedang diuji. Entah apa yang sedang mereka lakukan? Sepertinya, mengambil video plat mobilku. Rasa-rasanya sebentar lagi aku akan viral seantero kampus. *** “Lama bener. Ngapain aja sama Pak Rayan?” “Cipokan dulu dongsssss ...” “Idih! Lambe curah, lancar sekali ngomong begitu.” Aku mendudukkan bokongku pada sofa cafe yang terasa empuk. Menyandarkan punggungku lalu menghela nafas panjang, menghembuskannya sambil memejamkan kedua mata agar emosiku ikut terhempas. “Kenapa?” Amanda selalu tahu jika aku sedang memiliki masalah. “Ada yang julid gara-gara kamu berhijab?” “Pastinya, enggak cuman julid kayaknya aku abis di labrak sama fans Pak Ayang.” “Teman se Fakultas?” “Bukan, aku tidak tahu mereka dari Fakultas mana.” “Minum dulu.” Amanda memberikan jus sirsak kesukaanku. Hal semacam ini bukan pertama kalinya aku alami. Saking ganteng dan pintarnya Pak Ayang semua mahasiswi di kampus mengidolakannya. Jadi, tak hanya perempuan dari Fakultas Pendidikan saja yang menjadi saingan beratku namun juga dari Fakultas-Fakultas lain. “Ahh, segarnya ...” “Diapain kamu, Mi?” “Dimaki-maki saja kok. Ngak sampai dijambak.” “Syukurlah, aku kira habis duel lagi kamu.” “Tenang saja. Kesabaranku sudah terlatih selama bertahun-tahun. Hanya di pancing sedikit tidak akan membuatku murka.” Ya, aku itu sering dilabrak. Bukan hanya soal Pak Arayan namun para mahasiswa yang sengaja mendekatiku padahal sudah memiliki pacar. Mereka mengatakan jika aku ini seorang perempuan gatal yang suka menggoda laki-laki tampan dan kaya di kampus. Sepertinya mereka belum tahu jika cinta keduaku dan terakhirku hanyalah Pak Ayang. Cinta pertama tentunya, Papa. “Cantik apa tidak?” “Mirip maleficent.” “Haha, gila!” Amanda mulai menyalakan laptopnya kembali. “Aku sih sudah menduga kampus bakal heboh karena kamu berhijab. Tapi, tak menyangka bakal dilabrak.” Sahabat baik ya seperti itu, tertawa diatas penderitaan sahabatnya. Untung aku sayang! “Waktu aku mau pergi mereka sempat ambil video di depan mobilku.” “Wah, bakal viral lagi kamu, Mi,” saut Amanda. Dia langsung mengambil ponselnya yang ada didalam tas. “Sepertinya sih iya. Semoga Pak Ayang tidak tahu soal itu,” desahku pelan. Kembali meminum jus sirsak yang tinggal sedikit. Amanda meletakkan kembali ponselnya pada tas setelah mencari sesuatu. Berita yang dicarinya pasti belum di posting pada media sosial. “Aku penasaran caption apa yang ditulis pada video itu.” “Enggak akan jauh-jauh dari kata-kata ‘urakan, genit, matre, tak ada etika’ tinggal dikasih kalimat-kalimat mendramatisir biar dapat banyak simpati warga kampus.” “Mereka tuh ada masalah apa sih sama kamu. Semua yang kamu lakukan pasti selalu salah.” “Ya, mana aku tahu, Manda. Kenal aja nggak tiba-tiba main labrak. Kalau dipikir-pikir mereka yang tidak punya etika dan sopan santun.” “Ada baiknya juga sih Pak Rayan minta kamu berhijab. Jadi, mahasiswa di kampus tidak akan melihat tubuh sexy seorang Cintami.” Aku mendengkus kesal ke arah Amanda. Soal sexy itu hoax, setiap kali berangkat ke kampus pasti aku memakai kemeja atau kaos oversize. Bawahan jika tidak celana jeans panjang ya rok diatas mata kaki. “Mata para laki-laki saja yang jelalatan. Sudah pakai outfit serba over size saja masih dibilang sexy.” “Resiko orang cantik, Mimi. Jadi, kamu hadapi saja dengan senyuman. Toh, tidak akan lama lagi lulus kuliah. Bakal terbebas dari para perempuan ganas yang suka menyerang mu.” “Oh, iya. Btw, aku lagi kesal sama Pak Ayang.” “Kenapa cepokan nya kurang lama?” Nah, ‘kan! Suka sekate-kate dia kalau ngomong. Pengen aku kuncir pakai karet nasi pecel mulut si bolu Amanda. “Bukan! Memangnya mau Pak Ayang cipokan di perpustakaan. Dunia bakal kiamat saat itu juga.” “Lalu?” “Aku tanya sama dia soal penampilanku hari ini. Eh, jawabannya ‘Penampilanmu biasa saja. Seperti Mahasiswi berhijab yang ada di kampus ini’ kecewa lah aku. Rasanya hatiku seperti terpotek-potek.” Amanda terbahak mendengar aku ditolak lagi oleh calon imam masa depanku. Sudah cosplay jadi ukhti-ukhti soleha masih tak memenuhi standarnya. “Kamu tuh pernah malu gak sih, Mi? Kayak biasa aja gitu dikasih ucapan pedas dan penolakan sama Pak Rayan.” “Ngapain harus malu. Aku ini sedang memperjuangkan nasib calon anak-anakku. Jika, Bapaknya saja tidak berhasil aku taklukkan mana bisa mereka lahir ke dunia.” Aku melihat sahabatku mengelus dadanya beberapa kali. Sepertinya dia sudah mulai malu memiliki sahabat sepertiku. Biarkan saja, pokoknya aku akan tetap mengejar Pak Arayan sampai dapat. “Nanti malam bakal aku goda lagi tuh bujang potensial. Pas banget jadwal les Nayeef.” “Jangan sampai Pak Rayan sawan lihat penampilan sexy mu, Mimi!” “Palingan juga nyebut ratusan kali biar jin penunggu rumah Mama pergi.” Begitulah, Pak Ayang selalu mengatai ku sebagai jin penunggu rumah saat aku menampakkan diri ketika dia tengah mengajari Nayeef mengaji.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD